Jakarta (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menginginkan ada transparansi dan perlakuan anti diskriminasi dalam penentuan pelaku usaha yang dapat memperoleh izin ekspor lobster.
"Metodenya harus transparan, artinya bisa dicapai oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya, spesifikasi atau aturan itu dibuat tidak untuk satu atau dua pelaku usaha," kata Komisioner KPPU Chandra Setiawan dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, peraturan terkait pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan itu tidak boleh diskriminatif dan hanya menguntungkan pelaku usaha tertentu.
Ia juga mengharapkan semua diberikan kesempatan dan perlakuan yang sama untuk menjaga persaingan yang sehat dengan tidak memprioritaskan salah satu perusahaan dalam perizinan ekspor.
Oleh karena itu, KPPU menyarankan jika ada pelaku usaha yang merasa dirugikan dari suatu peraturan pemerintah, untuk melapor dengan kerahasiaan dan perlindungan yang terjamin.
"Semua regulasi yang mengatur urusan tertentu, seperti ekspor impor, harus bisa dipenuhi perusahaan pada umumnya, bukan dibuat untuk menjegal perusahaan tertentu atau sengaja menguntungkan satu atau dua perusahaan saja," ujarnya.
Meski demikian, ia menambahkan, KPPU tidak bisa mencampuri regulasi yang dibuat pemerintah sepanjang regulasi yang dihasilkan terbukti fair dan adil.
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo juga mengharapkan regulasi terkait perdagangan tidak mengandung unsur monopoli atau hanya menguntungkan suatu pihak tertentu.
"Harus ada rasa keadilan, harus ada persamaan hak bagi pelaku usaha yang memang mampu melakukan ekspor. Kalau monopoli nanti menimbulkan masalah," ujarnya.
Ia mengharapkan segala macam kecurangan, baik monopoli atau kolusi antarperusahaan yang terafiliasi untuk menguasai pasar ekspor lobster dan benih lobster atau produk perikanan apapun, bisa dicermati dengan hati-hati.
Selama ekspor lobster yang dilakukan berasal dari budidaya, hal tersebut sudah seharusnya didukung, mengingat nilai ekonominya yang cukup besar.
Namun, tambah dia, jika ekspor yang dilakukan berasal dari hasil tangkapan di laut, harus dilarang karena mengancam kelestarian lobster dan benih-benihnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto memastikan budidaya lobster di daerah akan terus dikembangkan seiring dengan adanya Permen KKP Nomor 12/2020.
Terkait pelaksanaan ekspor lobster, Slamet mengatakan KKP terus melakukan pengawasan dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor.
"Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan," ujarnya.
Baca juga: Ombudsman siap untuk awasi pelaksanaan kebijakan ekspor lobster
Baca juga: Menteri Edhy: Indonesia perlu pelajari budidaya lobster Universitas Tasmania
Baca juga: Untung rugi dua opsi benih lobster
"Metodenya harus transparan, artinya bisa dicapai oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya, spesifikasi atau aturan itu dibuat tidak untuk satu atau dua pelaku usaha," kata Komisioner KPPU Chandra Setiawan dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, peraturan terkait pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan itu tidak boleh diskriminatif dan hanya menguntungkan pelaku usaha tertentu.
Ia juga mengharapkan semua diberikan kesempatan dan perlakuan yang sama untuk menjaga persaingan yang sehat dengan tidak memprioritaskan salah satu perusahaan dalam perizinan ekspor.
Oleh karena itu, KPPU menyarankan jika ada pelaku usaha yang merasa dirugikan dari suatu peraturan pemerintah, untuk melapor dengan kerahasiaan dan perlindungan yang terjamin.
"Semua regulasi yang mengatur urusan tertentu, seperti ekspor impor, harus bisa dipenuhi perusahaan pada umumnya, bukan dibuat untuk menjegal perusahaan tertentu atau sengaja menguntungkan satu atau dua perusahaan saja," ujarnya.
Meski demikian, ia menambahkan, KPPU tidak bisa mencampuri regulasi yang dibuat pemerintah sepanjang regulasi yang dihasilkan terbukti fair dan adil.
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo juga mengharapkan regulasi terkait perdagangan tidak mengandung unsur monopoli atau hanya menguntungkan suatu pihak tertentu.
"Harus ada rasa keadilan, harus ada persamaan hak bagi pelaku usaha yang memang mampu melakukan ekspor. Kalau monopoli nanti menimbulkan masalah," ujarnya.
Ia mengharapkan segala macam kecurangan, baik monopoli atau kolusi antarperusahaan yang terafiliasi untuk menguasai pasar ekspor lobster dan benih lobster atau produk perikanan apapun, bisa dicermati dengan hati-hati.
Selama ekspor lobster yang dilakukan berasal dari budidaya, hal tersebut sudah seharusnya didukung, mengingat nilai ekonominya yang cukup besar.
Namun, tambah dia, jika ekspor yang dilakukan berasal dari hasil tangkapan di laut, harus dilarang karena mengancam kelestarian lobster dan benih-benihnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto memastikan budidaya lobster di daerah akan terus dikembangkan seiring dengan adanya Permen KKP Nomor 12/2020.
Terkait pelaksanaan ekspor lobster, Slamet mengatakan KKP terus melakukan pengawasan dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor.
"Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan," ujarnya.
Baca juga: Ombudsman siap untuk awasi pelaksanaan kebijakan ekspor lobster
Baca juga: Menteri Edhy: Indonesia perlu pelajari budidaya lobster Universitas Tasmania
Baca juga: Untung rugi dua opsi benih lobster