Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebutkan bahwa Indonesia masih bisa mendapatkan impor beras dari negara lain, jika memang dibutuhkan terkait adanya ancaman krisis pangan yang diperingati Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO).
Seperti diketahui, FAO mengingatkan sejumlah negara terhadap adanya potensi kekeringan dan ancaman krisis pangan akibat pandemi COVID-19. Bahkan akibat peringatan tersebut, beberapa negara telah mengeluarkan larangan ekspor pangan demi mengutamakan pasokan di dalam negeri.
"Walaupun sudah ada 'warning' tentang pangan, saya sudah menghubungi beberapa negara yang katanya mereka tidak akan ekspor berasnya ke negara lain, tapi sebenarnya kita bisa mendapatkan itu," kata Budi Waseso dalam RDP bersama Komisi IV yang digelar di Kompleks Parlemen DPR/MPR Jakarta, Kamis.
Namun demikian, Budi Waseso atau akrab disapa Buwas menegaskan bahwa opsi impor harus dipertimbangkan kegunaannya. Menurut dia, importasi dapat dilakukan jika Bulog kekurangan stok cadangan beras yang dikelola.
Buwas tidak ingin mengulang pengalaman tahun 2017, di mana saat itu Pemerintah memutuskan untuk membuka impor beras mencapai 2 juta ton. Namun, setelah beras tiba, ternyata tidak terserap dengan baik, hingga akhirnya beras sisa impor masih tersimpan di gudang Bulog sampai sekarang.
"Di mana 2017 kita impor, 2018 berasnya tiba, sampai hari ini masih tersisa dan itu menghambat penyerapan kita juga karena kapasitas gudang kita terbatas," kata Buwas.
Buwas menambahkan bahwa saat ini stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola di gudang Bulog mencapai 1,4 juta ton. Jumlah tersebut sesuai dengan penugasan Pemerintah agar Bulog menjaga stok aman beras CBP 1 juta-1,5 juta ton.
Di sisi lain, pemerintah berencana menugaskan BUMN Pangan tersebut untuk menyalurkan beras sebanyak 900.000 ton dalam program bantuan sosial (bansos) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat di seluruh Indonesia.
Bansos beras tersebut rencananya akan dilakukan dalam dua tahap, yakni 450.000 ton untuk tiga bulan ke depan.
Jika program tersebut terealisasi, Bulog hanya kekurangan 500.000 ton beras untuk menjaga stok CBP yang dikelola Bulog tetap di atas 1 juta ton, dengan asumsi tidak ada penyerapan produksi gabah dalam negeri pada musim panen kedua di bulan September-Oktober.
"Kalau saya dikasih mengeluarkan 900.000 ton, untuk mempertahankan 1 juta ton CBP saya harus mendatangkan 500.000 ton. Itu kalau pasti, tetapi apabila cuma 450.000 ton, ya tidak perlu impor karena stok kami dengan penyerapannya juga masih banyak," kata Buwas.
Buwas menambahkan bahwa hingga kini Bulog masih melakukan penyerapan gabah produksi dalam negeri dengan rata-rata volume 7.000-10.000 ton per hari. Realisasi pengadaan beras Bulog hingga 25 Juni 2020, tercatat sebesar 649.073 ton.
Seperti diketahui, FAO mengingatkan sejumlah negara terhadap adanya potensi kekeringan dan ancaman krisis pangan akibat pandemi COVID-19. Bahkan akibat peringatan tersebut, beberapa negara telah mengeluarkan larangan ekspor pangan demi mengutamakan pasokan di dalam negeri.
"Walaupun sudah ada 'warning' tentang pangan, saya sudah menghubungi beberapa negara yang katanya mereka tidak akan ekspor berasnya ke negara lain, tapi sebenarnya kita bisa mendapatkan itu," kata Budi Waseso dalam RDP bersama Komisi IV yang digelar di Kompleks Parlemen DPR/MPR Jakarta, Kamis.
Namun demikian, Budi Waseso atau akrab disapa Buwas menegaskan bahwa opsi impor harus dipertimbangkan kegunaannya. Menurut dia, importasi dapat dilakukan jika Bulog kekurangan stok cadangan beras yang dikelola.
Buwas tidak ingin mengulang pengalaman tahun 2017, di mana saat itu Pemerintah memutuskan untuk membuka impor beras mencapai 2 juta ton. Namun, setelah beras tiba, ternyata tidak terserap dengan baik, hingga akhirnya beras sisa impor masih tersimpan di gudang Bulog sampai sekarang.
"Di mana 2017 kita impor, 2018 berasnya tiba, sampai hari ini masih tersisa dan itu menghambat penyerapan kita juga karena kapasitas gudang kita terbatas," kata Buwas.
Buwas menambahkan bahwa saat ini stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola di gudang Bulog mencapai 1,4 juta ton. Jumlah tersebut sesuai dengan penugasan Pemerintah agar Bulog menjaga stok aman beras CBP 1 juta-1,5 juta ton.
Di sisi lain, pemerintah berencana menugaskan BUMN Pangan tersebut untuk menyalurkan beras sebanyak 900.000 ton dalam program bantuan sosial (bansos) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat di seluruh Indonesia.
Bansos beras tersebut rencananya akan dilakukan dalam dua tahap, yakni 450.000 ton untuk tiga bulan ke depan.
Jika program tersebut terealisasi, Bulog hanya kekurangan 500.000 ton beras untuk menjaga stok CBP yang dikelola Bulog tetap di atas 1 juta ton, dengan asumsi tidak ada penyerapan produksi gabah dalam negeri pada musim panen kedua di bulan September-Oktober.
"Kalau saya dikasih mengeluarkan 900.000 ton, untuk mempertahankan 1 juta ton CBP saya harus mendatangkan 500.000 ton. Itu kalau pasti, tetapi apabila cuma 450.000 ton, ya tidak perlu impor karena stok kami dengan penyerapannya juga masih banyak," kata Buwas.
Buwas menambahkan bahwa hingga kini Bulog masih melakukan penyerapan gabah produksi dalam negeri dengan rata-rata volume 7.000-10.000 ton per hari. Realisasi pengadaan beras Bulog hingga 25 Juni 2020, tercatat sebesar 649.073 ton.