Menjaga keberlanjutan swasembada beras 2025

id Swasembada beras,swasembada pangan,petani,pahlawan pangan,pertanian,perberasan,kedaulatan pangan,Kemandirian pangan,kete

Menjaga keberlanjutan swasembada beras 2025

Foto udara petani memanen padi menggunakan mesin combine harvester di Desa Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (25/11/2025). Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi beras nasional pada 2026 mendatang dapat mencapai 34,77 juta ton sebagai upaya menjaga keberlanjutan swasembada pangan. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/rwa.

Jakarta (ANTARA) - Hanya dalam hitungan jam, tahun 2025 akan ditutup berganti tahun 2026. Bagi Indonesia, tahun 2025 akan tercatat sebagai tahun penting dalam sejarah perberasan nasional.

Produksi beras yang melimpah membuat cadangan beras pemerintah berdiri kokoh, dan sejak tahun ini pemerintah berkomitmen menyetop impor beras.

Pemerintahan Presiden Prabowo bahkan telah menyatakan kemauan politik untuk memproklamasikan kembali keberhasilan Swasembada Beras 2025 pada awal tahun 2026.

Ini adalah capaian bersama yang patut disyukuri. Swasembada beras adalah buah kerja keras petani yang tidak pernah lelah menggenjot produksi demi kemandirian bangsa.

Namun, keberhasilan selalu datang bersama tanggung jawab baru. Pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah apa saja tantangan yang menanti setelah proklamasi swasembada beras dikumandangkan?

Pertanyaan ini layak direnungkan para pengambil kebijakan agar swasembada tidak hanya menjadi momen sesaat. Indonesia memiliki pengalaman mencapai swasembada beras pada 1984 dan 2023, tapi sifatnya cenderung “on trend”.

Swasembada Beras 2025 seharusnya membuka sejarah baru, bukan hanya berhasil, tetapi juga berkelanjutan.

Kunci swasembada tetap bertumpu pada produksi dalam negeri. Tanpa produksi berlimpah yang mencukupi kebutuhan nasional, swasembada sulit terwujud.

Karena itu perhatian pemerintah terhadap peningkatan produksi beras menjadi sangat masuk akal. Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi produksi beras pada 2025 mencapai 34,77 juta ton, jauh melampaui kebutuhan konsumsi masyarakat sekitar 30,9 juta ton.

Bahkan, Food and Agriculture Organization (FAO) memproyeksikan angka yang lebih tinggi lagi. BPS juga mencatat produksi beras nasional pada Januari–Maret 2025 mencapai 8,67 juta ton, meningkat 52,32 persen dibanding periode sama tahun 2024. Data ini menunjukkan lompatan signifikan yang tidak terjadi dengan sendirinya.

Lonjakan Produksi

Sedikitnya ada lima faktor utama yang mendorong lonjakan produksi.

Pertama, perbaikan infrastruktur irigasi, termasuk program pompanisasi, membuat pengairan sawah lebih efisien dan memperluas areal tanam yang terairi.

Kedua, ketersediaan pupuk bersubsidi yang lebih memadai membantu petani menjaga produktivitas lahan.

Ketiga, implementasi teknologi pertanian modern mendorong efisiensi kerja di tingkat usaha tani.

Keempat, perluasan areal tanam berkontribusi langsung pada peningkatan volume produksi.

Kelima, mekanisasi pertanian membuat tahapan budidaya lebih cepat, lebih efisien, dan lebih presisi.

Semua faktor ini memperkuat basis produksi nasional sehingga pemerintah berani menargetkan swasembada yang dideklarasikan secara resmi pada awal 2026.

Harapan semua pihak tentu agar swasembada beras 2025 benar-benar menjadi swasembada yang berkelanjutan.

Namun jalan menuju keberlanjutan tidak sederhana. Perubahan iklim menghadirkan ancaman nyata melalui kekeringan, banjir, dan perubahan pola musim yang sulit diprediksi.

Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman atau industri terus menekan luas areal tanam.

Di sisi lain, degradasi lahan menggerus produktivitas. Keterbatasan sumber daya air semakin terasa seiring meningkatnya kebutuhan lintas sektor. Ketergantungan pada pupuk kimia dalam jangka panjang juga berpotensi merusak lingkungan dan menurunkan kesuburan tanah.

Infrastruktur yang belum merata masih menghambat distribusi hasil panen. Sementara itu, jumlah penduduk yang terus bertambah membuat permintaan beras meningkat, di tengah perubahan pola konsumsi masyarakat yang ikut memengaruhi dinamika pasar beras.

Melihat seabreg tantangan tersebut, sudah tentu kebijakan yang ditempuh tidak bisa lagi biasa-biasa saja. Diperlukan terobosan yang cerdas, terukur, dan berpihak pada petani sekaligus lingkungan.

Pertanian presisi menjadi salah satu jawabannya. Dengan memanfaatkan drone, sensor, hingga kecerdasan buatan, penggunaan air, pupuk, dan sarana produksi lainnya dapat diatur secara lebih efisien dan ramah lingkungan.

Sistem irigasi pintar juga dapat diimplementasikan untuk memastikan ketersediaan air tepat waktu dan tepat volume.

Di sisi hulu, pengembangan varietas padi unggul yang tahan perubahan iklim dan memiliki produktivitas tinggi harus terus diperkuat agar risiko gagal panen dapat ditekan.

Swasembada Berkelanjutan

Terobosan lain yang tidak kalah penting adalah pengembangan pertanian vertikal di wilayah dengan keterbatasan lahan. Meskipun lebih lazim pada komoditas hortikultura, konsep ini bisa menginspirasi inovasi baru dalam ekosistem pangan.

Teknologi blockchain juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan transparansi rantai pasok beras, mulai dari produksi hingga ke meja makan konsumen. Transparansi ini akan memperkuat kepercayaan pasar sekaligus membantu pemerintah dalam pengawasan distribusi.

Selain teknologi, faktor manusia tetap memegang peranan kunci. Program edukasi bagi petani dan masyarakat luas penting dilakukan agar kesadaran akan arti strategis swasembada beras semakin kuat.

Edukasi ini tidak hanya soal teknik budidaya, tetapi juga manajemen usaha tani, pengelolaan risiko iklim, dan literasi teknologi. Kerja sama pemerintah dan sektor swasta juga perlu terus diperluas untuk mendorong investasi di bidang pertanian, baik dalam bentuk riset, pembiayaan, maupun pengembangan infrastruktur.

Pembangunan jalan, gudang, irigasi, dan sarana logistik adalah fondasi penting agar hasil panen dapat terserap pasar dengan baik dan nilai tambahnya meningkat.

Dengan pendekatan seperti itu, swasembada tidak hanya dipahami sebagai surplus produksi, tetapi juga sebagai ekosistem pangan yang tangguh.

Di dalamnya ada petani yang sejahtera, teknologi yang relevan, lingkungan yang terjaga, dan pasar yang sehat. Keberlanjutan menjadi kata kunci yang harus mengikat semua upaya.

Ketika tantangan dihadapi dengan inovasi dan kolaborasi, swasembada beras tidak lagi menjadi mimpi yang datang dan pergi, tetapi menjadi kenyataan yang terus terjaga.

Sebagai bangsa, Indonesia layak optimistis. Capaian Swasembada Beras 2025 adalah tonggak penting yang menunjukkan bahwa kemandirian pangan dapat diwujudkan dengan kerja keras bersama.

Tantangannya memang banyak, tetapi solusi juga selalu ada selama ada kemauan untuk berinovasi, bersinergi, dan berpikir jauh ke depan.

Semoga proklamasi swasembada beras di awal 2026 menjadi langkah awal menuju kedaulatan pangan Indonesia yang berkelanjutan dan menyejahterakan petani sebagai pahlawan pangan bangsa.


*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.


Pewarta :
Editor : Andriy Karantiti
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.