Kuala Lumpur (ANTARA) - Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin mengatakan hingga sekarang pihaknya tidak berfikir untuk melaksanakan Perintah Kawalan Pergerakan di seluruh negara atau "total lockdown".

"Langkah ini jika dilaksanakan sekali lagi bisa membawa dampak besar yang dikhawatiri akan meruntuhkan sistem sosial dan ekonomi negara, na’uzubillah," kata Muhyiddin dalam pidato khusus perkembangan COVID-19 di Kuala Lumpur, Selasa.

Muhyiddin menyampaikan pidato secara daring yang disiarkan secara langsung melalui media resmi dan sosial media karena dirinya sedang melakukan karantina mandiri setelah pulang dari Sabah.

Malaysia mengalami peningkatan kasus terjangkit COVID-19 harian yang hingga Selasa (6/10) mencapai 691 orang.

"Apa yang akan dilakukan oleh pemerintah ialah melaksanakan Perintah Kawalan Pergerakan Diperketatkan Secara Bersasar (PKPD) di kawasan-kawasan yang dikenali mempunyai kasus-kasus COVID-19 yang tinggi," katanya.

Pada awal pidato dia mengatakan sebagaimana diketahui peningkatan kasus-kasus baru COVID-19 ada kaitannya dengan kasus yang terjadi di Sabah dan Kedah.

"Di Sabah sebagian besar penyebabnya dari pendatang tanpa izin dari negara tetangga. Mereka ini sebagian positif COVID-19. Apabila ditahan di pusat tahanan, mereka menjangkiti tahanan lain," katanya.

Begitu juga di Kedah, ujar dia, virus ini sebagian besar merebak dalam kalangan tahanan penjara selain terdapat klaster-klaster baru dalam komunitas.

"Saya akui kampanye Pemilu Sabah juga menjadi diantara penyebab peningkatan kasus-kasus COVID-19. Pemilu terpaksa diadakan apabila Yang Di-Pertua Negeri Sabah (kepala pemerintahan yang dilantik Raja Malaysia) membubarkan Dewan Undangan Negeri (DPRD dan Pemprov) Sabah pada 30 Juli yang lalu," katanya.

Pewarta : Agus Setiawan
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024