Jakarta (ANTARA) - Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di DKI Jakarta mulai 12 - 25 Oktober 2020 menjadi angin segar bagi para pebisnis kuliner di ibu kota.
"Kami menyambut baik PSBB Transisi ini, tapi protokol kesehatan makin kami perketat," Achmad Pratama alias Toma, bassist band Mocca yang juga bergelut di bisnis kuliner, kepada ANTARA, Minggu.
Meja-meja di restorannya tetap diberi jarak aman agar para konsumen duduk berjauhan, meminimalkan kontak fisik.
PSBB transisi mencetuskan harapan bagi Ilham Dwi, pemilik Qala Coffee & Herbs, yang mengaku usahanya "babak belur" selama sebulan belakangan ketika konsumen dilarang menyesap kopi dan minuman lain di kafenya.
"Sebulan kemarin hancur, lumayan babak belur, persis seperti awal PSBB," keluh dia kepada ANTARA.
Selama pengetatan pembatasan yang berlangsung selama sebulan lalu, tidak banyak konsumen yang datang untuk mampir membeli dan langsung membawa pulang apa yang ditawarkan di kafe.
"Mungkin karena masyarakat juga pada takut ya," ujar Ilham.
Tetapi pendapatan yang berkurang drastis, membuat dia harus merogoh kocek sendiri untuk menutupi biaya operasional.
Ilham berharap kebijakan ini membuat konsumen berhasil mengikis rasa takut untuk kembali menikmati makanan dan minuman di luar rumah.
"Harapannya yang pasti penjualan meningkat, paling tidak karena transisi ini masyarakat enggak takut buat jajan walaupun tetap dibawa pulang. Atau sekadar nongkrong sambil nunggu pesanan dibuat sama barista," kata dia, menambahkan prosedur yang diterapkan saat ini akan sama dengan yang dijalankan selama PSBB transisi pertama.
Tiana Talatas, pemilik kedai crepes dan waffle di pujasera Kantin Tuju Tuju, Bangka mengalami hal serupa. September lalu dia mendapat omset yang tak seberapa, tidak mencukupi untuk membayar sewa tempat dan gaji pegawai.
"Malah cuma bikin rugi bayar operasional," kata dia mengenai bisnis sebulan terakhir.
Meski berharap akan membawa perubahan ke arah yang baik, dia mengaku pesimistis dengan kondisi saat ini. Tiana khawatir pola akan berulang, di mana setelah transisi pemerintah akan kembali menerapkan PSBB total.
"Di tempat saya jualan sudah banyak yang tutup karena tidak sanggup rugi berbulan-bulan. Sedih lah kondisi saat ini," ujar dia.
Di restoran, rumah makan dan kafe, layanan makan di tempat diperbolehkan hanya pada pukul 06.00 WIB sampai 21.00 WIB, sementara untuk layanan antar (delivery) bisa dilakukan 24 jam.
Ketentuan khusus yang harus dijalani oleh jenis usaha tersebut ada enam. Pertama, maksimal pengunjung dan petugas maksimal 50 persen dari kapasitas.
Kedua, pelayan diwajibkan memakai masker, pelindung wajah (face shield) dan sarung tangan.
Ketiga, jarak antarmeja dan kursi minimal harus 1,5 meter, kecuali untuk yang satu domisili. Keempat, pengunjung dilarang berpindah-pindah atau berlalu-lalang.
Kelima, alat makan dan minum harus disterilisasi secara rutin. Keenam, restoran yang memiliki izin Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) live music atau pub dapat menyelenggarakan live music dengan catatan pengunjung duduk di kursi berjarak, tidak berdiri atau melantai serta tidak menimbulkan kerumunan.
Selain itu, tempat usaha restoran, rumah makan dan kafe itu juga diharuskan untuk melakukan pendataan pengunjung dengan menyediakan buku tamu yang mewajibkan pengunjung untuk mengisi tanggal kunjungan, waktu kedatangan, waktu pulang, nama lengkap, jumlah rombongan, enam angka pertama NIK dan nomor ponsel.
"Kami menyambut baik PSBB Transisi ini, tapi protokol kesehatan makin kami perketat," Achmad Pratama alias Toma, bassist band Mocca yang juga bergelut di bisnis kuliner, kepada ANTARA, Minggu.
Meja-meja di restorannya tetap diberi jarak aman agar para konsumen duduk berjauhan, meminimalkan kontak fisik.
PSBB transisi mencetuskan harapan bagi Ilham Dwi, pemilik Qala Coffee & Herbs, yang mengaku usahanya "babak belur" selama sebulan belakangan ketika konsumen dilarang menyesap kopi dan minuman lain di kafenya.
"Sebulan kemarin hancur, lumayan babak belur, persis seperti awal PSBB," keluh dia kepada ANTARA.
Selama pengetatan pembatasan yang berlangsung selama sebulan lalu, tidak banyak konsumen yang datang untuk mampir membeli dan langsung membawa pulang apa yang ditawarkan di kafe.
"Mungkin karena masyarakat juga pada takut ya," ujar Ilham.
Tetapi pendapatan yang berkurang drastis, membuat dia harus merogoh kocek sendiri untuk menutupi biaya operasional.
Ilham berharap kebijakan ini membuat konsumen berhasil mengikis rasa takut untuk kembali menikmati makanan dan minuman di luar rumah.
"Harapannya yang pasti penjualan meningkat, paling tidak karena transisi ini masyarakat enggak takut buat jajan walaupun tetap dibawa pulang. Atau sekadar nongkrong sambil nunggu pesanan dibuat sama barista," kata dia, menambahkan prosedur yang diterapkan saat ini akan sama dengan yang dijalankan selama PSBB transisi pertama.
Tiana Talatas, pemilik kedai crepes dan waffle di pujasera Kantin Tuju Tuju, Bangka mengalami hal serupa. September lalu dia mendapat omset yang tak seberapa, tidak mencukupi untuk membayar sewa tempat dan gaji pegawai.
"Malah cuma bikin rugi bayar operasional," kata dia mengenai bisnis sebulan terakhir.
Meski berharap akan membawa perubahan ke arah yang baik, dia mengaku pesimistis dengan kondisi saat ini. Tiana khawatir pola akan berulang, di mana setelah transisi pemerintah akan kembali menerapkan PSBB total.
"Di tempat saya jualan sudah banyak yang tutup karena tidak sanggup rugi berbulan-bulan. Sedih lah kondisi saat ini," ujar dia.
Di restoran, rumah makan dan kafe, layanan makan di tempat diperbolehkan hanya pada pukul 06.00 WIB sampai 21.00 WIB, sementara untuk layanan antar (delivery) bisa dilakukan 24 jam.
Ketentuan khusus yang harus dijalani oleh jenis usaha tersebut ada enam. Pertama, maksimal pengunjung dan petugas maksimal 50 persen dari kapasitas.
Kedua, pelayan diwajibkan memakai masker, pelindung wajah (face shield) dan sarung tangan.
Ketiga, jarak antarmeja dan kursi minimal harus 1,5 meter, kecuali untuk yang satu domisili. Keempat, pengunjung dilarang berpindah-pindah atau berlalu-lalang.
Kelima, alat makan dan minum harus disterilisasi secara rutin. Keenam, restoran yang memiliki izin Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) live music atau pub dapat menyelenggarakan live music dengan catatan pengunjung duduk di kursi berjarak, tidak berdiri atau melantai serta tidak menimbulkan kerumunan.
Selain itu, tempat usaha restoran, rumah makan dan kafe itu juga diharuskan untuk melakukan pendataan pengunjung dengan menyediakan buku tamu yang mewajibkan pengunjung untuk mengisi tanggal kunjungan, waktu kedatangan, waktu pulang, nama lengkap, jumlah rombongan, enam angka pertama NIK dan nomor ponsel.