Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Lily Surraya Eka Putri menyambut baik UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung pengembangan riset dan inovasi ke perguruan tinggi atau kampus.
"Dunia akademis harus menyambut kebijakan pemerintah yang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung pengembangan riset dan inovasi ke perguruan tinggi," ujar Lilly dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, ada satu hal yang harus digarisbawahi dalam UU Cipta Kerja yakni BUMN mendapatkan penugasan khusus untuk pengembangan-pengembangan riset dan inovasi di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang).
Selama ini riset akademis masih berbasis pada aktivitas penelitian bukan pada ouput (keluaran) penelitian yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. UU Cipta Kerja mendukung riset berbasis output untuk kepentingan masyarakat itu.
“Dengan kondisi yang semakin berkembang dan kompetitif, mendatang harusnya riset itu berbasis standar biaya keluaran dan menuju paten. Ini sebenarnya sudah didukung oleh UU Cipta Kerja,” kata Lily.
Pengamat itu menyampaikan, pemerintah menginginkan dunia pendidikan harus bisa menghasilkan teknologi tepat guna dan peningkatan nilai tambah dan hilirasisi untuk masyarakat.
“Jadi, kita di perguruan tinggi tidak boleh hanya penelitian saja, tapi harus ada produk dan nilai tambahnya yang hasil akhirnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Aktivitas riset teknologi dan sains secara akademis sangat banyak, namun sangat sangat sedikit mempedulikan paten, komersialisasi dan memberikan pemasukan materi pada perguruan tinggi.
Selain itu Lily juga menyoroti dua undang-undang penting yang berubah dalam UU Cipta Kerja, yakni UU 13/2016 tentan Paten dan UU 20/2016 tentang Merek. Dalam UU Cipta Kerja tekait paten dan merek lebih dimudahkan dalam proses mengurusnya.
“Prinsipnya, aturan paten dan merek (dalam UU Cipta Kerja) lebih dimudahkan. Ada lima aturan yang diubah, yang prinsipnya ada kegunaan praktis,” kata pengamat tersebut.
Prinsip itu mengandaikan aktivitas riset dan inovasi harus berkolaborasi dengan dunia industri. Kemudian dari sisi waktu pengurusan izin paten dalam UU Cipta Kerja jauh lebih singkat.
"Dunia akademis harus menyambut kebijakan pemerintah yang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung pengembangan riset dan inovasi ke perguruan tinggi," ujar Lilly dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, ada satu hal yang harus digarisbawahi dalam UU Cipta Kerja yakni BUMN mendapatkan penugasan khusus untuk pengembangan-pengembangan riset dan inovasi di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang).
Selama ini riset akademis masih berbasis pada aktivitas penelitian bukan pada ouput (keluaran) penelitian yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. UU Cipta Kerja mendukung riset berbasis output untuk kepentingan masyarakat itu.
“Dengan kondisi yang semakin berkembang dan kompetitif, mendatang harusnya riset itu berbasis standar biaya keluaran dan menuju paten. Ini sebenarnya sudah didukung oleh UU Cipta Kerja,” kata Lily.
Pengamat itu menyampaikan, pemerintah menginginkan dunia pendidikan harus bisa menghasilkan teknologi tepat guna dan peningkatan nilai tambah dan hilirasisi untuk masyarakat.
“Jadi, kita di perguruan tinggi tidak boleh hanya penelitian saja, tapi harus ada produk dan nilai tambahnya yang hasil akhirnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Aktivitas riset teknologi dan sains secara akademis sangat banyak, namun sangat sangat sedikit mempedulikan paten, komersialisasi dan memberikan pemasukan materi pada perguruan tinggi.
Selain itu Lily juga menyoroti dua undang-undang penting yang berubah dalam UU Cipta Kerja, yakni UU 13/2016 tentan Paten dan UU 20/2016 tentang Merek. Dalam UU Cipta Kerja tekait paten dan merek lebih dimudahkan dalam proses mengurusnya.
“Prinsipnya, aturan paten dan merek (dalam UU Cipta Kerja) lebih dimudahkan. Ada lima aturan yang diubah, yang prinsipnya ada kegunaan praktis,” kata pengamat tersebut.
Prinsip itu mengandaikan aktivitas riset dan inovasi harus berkolaborasi dengan dunia industri. Kemudian dari sisi waktu pengurusan izin paten dalam UU Cipta Kerja jauh lebih singkat.