Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo dikenal sebagai sosok yang kerap memainkan politik simbol dalam berbagai kesempatan. Tak jarang ia menggunakan simbol-simbol tersirat dalam banyak manuver politiknya.
Sebelum memilih tim untuk kabinet barunya yang diumumkan pada Selasa sore, 22 Desember 2020, misalnya. Presiden Jokowi bermain dengan isyarat kata dalam status di akun sosial media resminya.
Ia menuliskan serangkaian kalimat dilengkapi potret ilustrasi rel kereta api yang mengarah jauh ke depan dengan cahaya matahari bersinar terang. Dalam potret itu tertulis: "Yang baru... harus lebih baik."
Sementara itu, dalam caption, ia menuliskan: "Yang lalu biarlah berlalu, menjadi kenangan, juga pelajaran. Kita menatap hari esok dengan tekad, semangat, dan memancang harapan baru."
Tak berselang lama sekitar 2 jam kemudian, ia mengumumkan keterangan penting kepada publik.
Segalanya pun dipersiapkan dengan penuh skenario simbol. Ia memilih Veranda Istana Merdeka, Jakarta, dan memperlihatkan enam kursi pada awal sebelum ia memasuki area untuk mengumumkan.
Seluruhnya telah dirancang dengan penuh skenario yang matang, ia pun seperti biasanya meminta enam calon menteri barunya mengenakan kemeja putih. Bedanya kali ini, enam sosok baru pada kabinet barunya mengenakan jaket warna biru.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Negara Bey Triadi Machmudin mengatakan alasan pemilihan jaket warna biru untuk enam sosok baru dalam Kabinet Indonesia Maju tak lain sebagai simbol dan filosofi kenyamanan dalam bekerja.
Presiden ingin para menterinya merasa terlindungi dan nyaman dalam bekerja sehingga dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang tepat ke depan.
"Jaket itu bahannya enak, lalu kalau panas tidak membuat keringat, kalau hujan tidak membuat basah. Artinya, setiap orang yang menggunakan tidak masalah dalam cuaca apa pun. Jadi, maksudnya menteri kerja kapan saja dalam suasana kapan saja, siap bekerja," kata Bey.
Warna biru yang dipilih dari sekian banyak warna lain, disebut Bey karena melambangkan kesegaran, cerah, ceria, dan penuh semangat.
"Warnanya, sih, keren saja, eye catching, kapan harus tetap segar cerah, ceria, semangat," katanya.
Tantangan Berat
Jokowi menghadapi tantangan yang berat sepanjang 2020, bahkan ancaman resesi terberat akibat pandemi COVID-19.
Pada tahun yang sama, pemerintahannya menghadapi berbagai persoalan internal mulai di bidang kesehatan dalam upaya penanganan pandemi hingga penyelamatan ekonomi yang diwarnai dengan bumbu persoalan hukum dan korupsi yang menjerat sejumlah menterinya.
Dua menterinya berguguran tersandung masalah hukum dari mulai Edhy Prabowo yang terpaksa mundur dari posisi Menteri Kelautan dan Perikanan menyusul Juliari Batubara dari posisinya sebagai Menteri Sosial.
Dua pukulan berat dalam waktu yang terlalu lama itu membuat Jokowi harus mengambil sikap dan keputusan yang cepat.
Kasus korupsi yang menyeret kedua menterinya pun rentan pada kondisi yang menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Oleh karena itu, Jokowi pun melakukan konsolidasi internal dan banyak melakukan komunikasi politik bawah tanah dengan sejumlah partai politik dan organisasi masyarakat.
Di tengah pandemi, Presiden Jokowi cenderung memerlukan sosok pembantu yang banyak melakukan terobosan dan kerja alih-alih bermanuver penuh drama.
Maka, ia pun akan dengan mudah mempertimbangkan penggantian sosok-sosok yang di matanya tak becus menyelesaikan persoalan sekaligus mereka yang doyan membuat kontroversi di ranah publik.
Jokowi pun menakar hitungan politik yang paling menguntungkan dengan mengakomodasi usulan partai politik dan organisasi masyarakat. Misalnya, memperhitungkan posisi-posisi tertentu yang kosong ditinggalkan pejabat sebelumnya dengan asal parpol.
Gerindra, misalnya yang kehilangan Edhy Prabowo tergantikan oleh Sandiaga Uno untuk posisi Menparekraf, sementara Wishnutama tersingkir.
Ia mewadahi GP Ansor dan PKB sekaligus NU yang dikembalikan ke posisi Menteri Agama.
Porsi PDI Perjuangan yang hilang saat Juliari mundur pun seketika diserahkan kepada kader PDI Perjuangan lain yang dianggap terbaik, yakni Tri Risma Harini.
Enam Kursi
Politik simbol menjadi cara Jokowi dalam berkomunikasi sekaligus strateginya melihat reaksi lawan dan kawan politiknya.
Cara Jokowi itu selalu mengundang persepsi dan asumsi yang berbeda dari para politikus di Tanah Air, termasuk dalam perombakan kabinet pertamanya pada periode kedua pemerintahannya.
Jokowi harus berjibaku menghadapi lawan dan kawan politiknya yang berebut pengaruh dan memberikan tekanan.
Perombakan kabinet disadarinya benar akan mengundang gejolak yang dihindarinya di tengah pandemi COVID-19.
Oleh karena itu, Ketua Dewan Nasional Institut Kebijakan Publik Nusantara Achmad Yakub menilai Presiden Jokowi terlihat sangat berhati-hati dalam mengambil langkah.
"Gejolak apa pun di tengah pandemi tidak menguntungkan banyak pihak, tidak saja pemerintah, tetapi juga masyarakat yang sedang menghadapi dampak pandemi," kata Yakub.
Maka Jokowi, kata Yakub, kerap kali diuntungkan dengan keadaan untuk mengambil keputusan terbaiknya.
Dua menteri yang mundur menjadi momentum untuk melakukan perombakan kabinet sekaligus memperkuat fondasi kabinetnya ke depan.
Waktu akhir tahun juga disebutnya ideal untuk menghitung target dan pencapaian menteri-menteri barunya ke depan.
Maka, inilah enam wajah baru pilihan Jokowi, Mensos Tri Rismaharini, Menparekraf Sandiaga Uno, sementara Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan. Selanjutnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu, dan Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi.
Dalam manuver politik simbol Jokowi, mereka mengawali langkah untuk menyelesaikan persoalan besar di republik ini yang sedang didera pandemi.
Sebelum memilih tim untuk kabinet barunya yang diumumkan pada Selasa sore, 22 Desember 2020, misalnya. Presiden Jokowi bermain dengan isyarat kata dalam status di akun sosial media resminya.
Ia menuliskan serangkaian kalimat dilengkapi potret ilustrasi rel kereta api yang mengarah jauh ke depan dengan cahaya matahari bersinar terang. Dalam potret itu tertulis: "Yang baru... harus lebih baik."
Sementara itu, dalam caption, ia menuliskan: "Yang lalu biarlah berlalu, menjadi kenangan, juga pelajaran. Kita menatap hari esok dengan tekad, semangat, dan memancang harapan baru."
Tak berselang lama sekitar 2 jam kemudian, ia mengumumkan keterangan penting kepada publik.
Segalanya pun dipersiapkan dengan penuh skenario simbol. Ia memilih Veranda Istana Merdeka, Jakarta, dan memperlihatkan enam kursi pada awal sebelum ia memasuki area untuk mengumumkan.
Seluruhnya telah dirancang dengan penuh skenario yang matang, ia pun seperti biasanya meminta enam calon menteri barunya mengenakan kemeja putih. Bedanya kali ini, enam sosok baru pada kabinet barunya mengenakan jaket warna biru.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Negara Bey Triadi Machmudin mengatakan alasan pemilihan jaket warna biru untuk enam sosok baru dalam Kabinet Indonesia Maju tak lain sebagai simbol dan filosofi kenyamanan dalam bekerja.
Presiden ingin para menterinya merasa terlindungi dan nyaman dalam bekerja sehingga dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang tepat ke depan.
"Jaket itu bahannya enak, lalu kalau panas tidak membuat keringat, kalau hujan tidak membuat basah. Artinya, setiap orang yang menggunakan tidak masalah dalam cuaca apa pun. Jadi, maksudnya menteri kerja kapan saja dalam suasana kapan saja, siap bekerja," kata Bey.
Warna biru yang dipilih dari sekian banyak warna lain, disebut Bey karena melambangkan kesegaran, cerah, ceria, dan penuh semangat.
"Warnanya, sih, keren saja, eye catching, kapan harus tetap segar cerah, ceria, semangat," katanya.
Tantangan Berat
Jokowi menghadapi tantangan yang berat sepanjang 2020, bahkan ancaman resesi terberat akibat pandemi COVID-19.
Pada tahun yang sama, pemerintahannya menghadapi berbagai persoalan internal mulai di bidang kesehatan dalam upaya penanganan pandemi hingga penyelamatan ekonomi yang diwarnai dengan bumbu persoalan hukum dan korupsi yang menjerat sejumlah menterinya.
Dua menterinya berguguran tersandung masalah hukum dari mulai Edhy Prabowo yang terpaksa mundur dari posisi Menteri Kelautan dan Perikanan menyusul Juliari Batubara dari posisinya sebagai Menteri Sosial.
Dua pukulan berat dalam waktu yang terlalu lama itu membuat Jokowi harus mengambil sikap dan keputusan yang cepat.
Kasus korupsi yang menyeret kedua menterinya pun rentan pada kondisi yang menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Oleh karena itu, Jokowi pun melakukan konsolidasi internal dan banyak melakukan komunikasi politik bawah tanah dengan sejumlah partai politik dan organisasi masyarakat.
Di tengah pandemi, Presiden Jokowi cenderung memerlukan sosok pembantu yang banyak melakukan terobosan dan kerja alih-alih bermanuver penuh drama.
Maka, ia pun akan dengan mudah mempertimbangkan penggantian sosok-sosok yang di matanya tak becus menyelesaikan persoalan sekaligus mereka yang doyan membuat kontroversi di ranah publik.
Jokowi pun menakar hitungan politik yang paling menguntungkan dengan mengakomodasi usulan partai politik dan organisasi masyarakat. Misalnya, memperhitungkan posisi-posisi tertentu yang kosong ditinggalkan pejabat sebelumnya dengan asal parpol.
Gerindra, misalnya yang kehilangan Edhy Prabowo tergantikan oleh Sandiaga Uno untuk posisi Menparekraf, sementara Wishnutama tersingkir.
Ia mewadahi GP Ansor dan PKB sekaligus NU yang dikembalikan ke posisi Menteri Agama.
Porsi PDI Perjuangan yang hilang saat Juliari mundur pun seketika diserahkan kepada kader PDI Perjuangan lain yang dianggap terbaik, yakni Tri Risma Harini.
Enam Kursi
Politik simbol menjadi cara Jokowi dalam berkomunikasi sekaligus strateginya melihat reaksi lawan dan kawan politiknya.
Cara Jokowi itu selalu mengundang persepsi dan asumsi yang berbeda dari para politikus di Tanah Air, termasuk dalam perombakan kabinet pertamanya pada periode kedua pemerintahannya.
Jokowi harus berjibaku menghadapi lawan dan kawan politiknya yang berebut pengaruh dan memberikan tekanan.
Perombakan kabinet disadarinya benar akan mengundang gejolak yang dihindarinya di tengah pandemi COVID-19.
Oleh karena itu, Ketua Dewan Nasional Institut Kebijakan Publik Nusantara Achmad Yakub menilai Presiden Jokowi terlihat sangat berhati-hati dalam mengambil langkah.
"Gejolak apa pun di tengah pandemi tidak menguntungkan banyak pihak, tidak saja pemerintah, tetapi juga masyarakat yang sedang menghadapi dampak pandemi," kata Yakub.
Maka Jokowi, kata Yakub, kerap kali diuntungkan dengan keadaan untuk mengambil keputusan terbaiknya.
Dua menteri yang mundur menjadi momentum untuk melakukan perombakan kabinet sekaligus memperkuat fondasi kabinetnya ke depan.
Waktu akhir tahun juga disebutnya ideal untuk menghitung target dan pencapaian menteri-menteri barunya ke depan.
Maka, inilah enam wajah baru pilihan Jokowi, Mensos Tri Rismaharini, Menparekraf Sandiaga Uno, sementara Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan. Selanjutnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu, dan Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi.
Dalam manuver politik simbol Jokowi, mereka mengawali langkah untuk menyelesaikan persoalan besar di republik ini yang sedang didera pandemi.