Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM mensosialisasikan Kebijakan Mineral dan Batubara Indonesia yang telah mengalami penyempurnaan sejak disusun pada 2018 silam.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam webinar Sosialisasi Kebijakan Mineral dan Batubara Indonesia, Kamis, berharap kebijakan yang disusun sejak 2018 dan disempurnakan pada 2020, itu akan bisa diimplementasikan secara harmonis bersama.
"Kebijakan ini turunan amanat UU yang harus kita lakukan," katanya.
Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid AN menjelaskan Kebijakan Mineral dan Batubara Indonesia bertujuan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pengelolaan mineral dan batubara, meningkatkan manfaat ekonomi dan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kemandirian dan ketahanan industri nasional berbasis mineral dan batubara serta meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
"Kebijakan Mineral dan Batubara ini kita sudah susun sejak 2018 dan sudah dibuat naskah kebijakannya. Namun, dengan dinamika, kondisi minerba, terutama dengan bergulirnya pembahasan UU Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba), maka diperlukan penyempurnaan naskah untuk mengakomodir apa yang sudah ada di UU Minerba," ungkapnya.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan, ada sejumlah poin penting yang masih belum masuk dalam kebijakan tersebut, salah satunya yakni terkait perkembangan global tentang komoditas dan pemanfaatannya.
"Misal perkembangan industri ke mobil listrik yang akan ditopang industri baterai yang bahannya dari nikel, mangan dan sebagainya, juga industri teknologi maju," katanya.
Irwandy juga menyebutkan sejumlah poin penting lain yang belum masuk dalam kebijakan mineral dan batubara Indonesia, yaitu pengelolaan dan pemanfaatan potensi critical raw minerals, serta syarat investasi asing di bidang pertambangan yang harus terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.
"Indonesia juga harus jadi pusat penentuan harga komoditas internasional untuk sumber daya terbanyak di Indonesia, yaitu bauksit dan nikel. Demikian pula riset di bidang minerba yang masuk ke Indonesia harus dapat insentif pajak dan fasilitas lain," katanya.
Irwandy juga mengungkapkan perlunya alokasi anggaran riset dan pengembangan di bidang ESDM khusus untuk teknologi masa depan. Begitu pula perlu ada alokasi anggaran eksplorasi mineral utama yang ditanggung APBN.
Terakhir, poin penting yang perlu masuk yaitu soal penunjukan satu BUMN untuk alokasi investasi di bidang penambangan utama dari hulu sampai produk jadi ke konsumen.
"BUMN sudah diprioritaskan dalam UU Nomor 3/2020, tentu kemana ini arah strategisnya," katanya.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam webinar Sosialisasi Kebijakan Mineral dan Batubara Indonesia, Kamis, berharap kebijakan yang disusun sejak 2018 dan disempurnakan pada 2020, itu akan bisa diimplementasikan secara harmonis bersama.
"Kebijakan ini turunan amanat UU yang harus kita lakukan," katanya.
Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid AN menjelaskan Kebijakan Mineral dan Batubara Indonesia bertujuan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pengelolaan mineral dan batubara, meningkatkan manfaat ekonomi dan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kemandirian dan ketahanan industri nasional berbasis mineral dan batubara serta meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
"Kebijakan Mineral dan Batubara ini kita sudah susun sejak 2018 dan sudah dibuat naskah kebijakannya. Namun, dengan dinamika, kondisi minerba, terutama dengan bergulirnya pembahasan UU Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba), maka diperlukan penyempurnaan naskah untuk mengakomodir apa yang sudah ada di UU Minerba," ungkapnya.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan, ada sejumlah poin penting yang masih belum masuk dalam kebijakan tersebut, salah satunya yakni terkait perkembangan global tentang komoditas dan pemanfaatannya.
"Misal perkembangan industri ke mobil listrik yang akan ditopang industri baterai yang bahannya dari nikel, mangan dan sebagainya, juga industri teknologi maju," katanya.
Irwandy juga menyebutkan sejumlah poin penting lain yang belum masuk dalam kebijakan mineral dan batubara Indonesia, yaitu pengelolaan dan pemanfaatan potensi critical raw minerals, serta syarat investasi asing di bidang pertambangan yang harus terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.
"Indonesia juga harus jadi pusat penentuan harga komoditas internasional untuk sumber daya terbanyak di Indonesia, yaitu bauksit dan nikel. Demikian pula riset di bidang minerba yang masuk ke Indonesia harus dapat insentif pajak dan fasilitas lain," katanya.
Irwandy juga mengungkapkan perlunya alokasi anggaran riset dan pengembangan di bidang ESDM khusus untuk teknologi masa depan. Begitu pula perlu ada alokasi anggaran eksplorasi mineral utama yang ditanggung APBN.
Terakhir, poin penting yang perlu masuk yaitu soal penunjukan satu BUMN untuk alokasi investasi di bidang penambangan utama dari hulu sampai produk jadi ke konsumen.
"BUMN sudah diprioritaskan dalam UU Nomor 3/2020, tentu kemana ini arah strategisnya," katanya.