Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro menjelaskan kegiatan pengembangan vaksin Nusantara tidak masuk dalam Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 dan Konsorsium Vaksin Merah Putih.
"Kenapa belum ada Universitas Diponegoro, belum ada vaksin Nusantara di dalam Konsorsium Vaksin Merah Putih, terus terang kita berusaha jemput bola, tetapi istilahnya bola yang jemput itu tidak kelihatan sehingga kami terus terang belum berani untuk memasukkan itu di dalam konsorsium apalagi kalau sudah bicara dengan pemanfaatan anggaran," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu (10/3) malam.
Vaksin Nusantara dibuat berbasis sel dendritik yang merupakan pengembangan yang dipimpin Kementerian Kesehatan bersama tim peneliti Universitas Diponegoro.
Menristek mengaku baru pekan lalu mengetahui informasi lengkap tentang adanya pengembangan vaksin Nusantara yang dikomandoi oleh Kementerian Kesehatan.
"Sejujurnya vaksin Nusantara yang bapak ibu bicarakan dan kita semua diskusikan hari ini baru saya dengar lengkap minggu lalu, itu pun karena diundang rakor (rapat koordinasi) oleh Menko Perekonomian, baru di situ saya dengar, saya sebelumnya mendengar belakangan setelah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangkes) Kemenkes bikin vaksin, dan berikutnya informasinya ini pakai dendritik," katanya.
Ia menjelaskan saat mendengar samar-samar tentang Balitbangkes Kemenkes membuat vaksin sendiri, yakni vaksin Nusantara, Menristek langsung menugaskan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang saat itu masih dipimpin Prof Ali Ghufron Mukti untuk mengecek langsung ke Balitbangkes.
"Informasi itu belum kami dapatkan, tidak kami dapatkan sama sekali, sehingga masih dalam gelap. Kita hanya mendengar dengar Balitbangkes bikin vaksin," kata Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Jika memang ada pengembangan vaksin, Menristek bermaksud untuk mengajak Balitbangkes masuk ke konsorsium sehingga pengembangan vaksin dapat difasilitasi dengan baik.
"Bukan apa-apa karena kita ingin kalau memang Balitbangkes menembangkan kita akan ajak masuk ke Konsorsium Merah Putih dengan segala macam dukungan yang diperlukan," katanya.
Menristek menyatakan tidak keberatan dengan adanya pengembangan vaksin Nusantara. Pengembangan vaksin dalam negeri memiliki semangat untuk membangun kemandirian Indonesia terhadap vaksin.
"Sehingga kalau tadi ada pertanyaan banyak kenapa belum dimasukkan, kenapa belum diakomodasi, karena tahunya pun baru minggu lalu. Meskipun tadi saya katakan sejak bulan Agustus sudah ada Keppres Nomor 18 Tahun 2020, Kementerian Kesehatan dan Menteri Kesehatan ada di situ, dan idenya adalah semua vaksin yang dikembangkan di dalam negeri itu akan didorong," ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 3 September 2020.
Dalam Keppres tersebut, Ketua Penanggung Jawab Tim Pengembangan Vaksin COVID-l9 adalah Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional. Sementara wakilnya adalah Menteri Kesehatan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
"Kita harus punya kemandirian dalam rangka kalau kita menghadapi endemi pandemi atau apapun yang terjadi di masa depan," katanya .
Saat ini, ada enam institusi yang masuk dalam Konsorsium Vaksin Merah Putih yakni Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Airlangga.
Menristek mengatakan pihaknya siap membantu pengembangan vaksin Nusantara, namun memang tahapan fase pengembangan vaksin Nusantara sudah masuk uji klinis, sementara vaksin Merah Putih masih di tahap laboratorium.
Bambang PS Brodjonegoro menyatakan Kemenristek dan Kemenkes akan berbagi tugas. Kemenristek siap untuk mengalokasikan anggaran sampai di bibit vaksin dan semua infrastruktur yang dibutuhkan, meskipun sebenarnya vaksin Nusantara sudah di tahap uji klinis. Sementara Kemenkes akan menangani uji klinisnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan proses uji klinis pertama vaksin Nusantara belum memenuhi kaidah klinis dalam proses penelitian dan pengembangan vaksin.
Salah satu yang disorot adalah perbedaan lokasi penelitian di RSUP dr Kariadi Semarang dengan pihak yang menjadi komite etik yang berasal dari RSPAD Gatot Soebroto.
BPOM akan melakukan pertemuan dengan tim peneliti vaksin Nusantara untuk melakukan peninjauan data interim dari fase pertama pengujian vaksin tersebut sebelum mengizinkan berlanjut ke fase berikut.
Menurut dia terdapat perbedaan data yang diberikan oleh tim uji klinis vaksin Nusantara dengan data yang dipaparkan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI.
Ditegaskan bahwa Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) untuk fase kedua karena saat ini masih dalam proses untuk memastikan semua telah sesuai standar dan persyaratan yang ada, demikian Penny K Lukito.
"Kenapa belum ada Universitas Diponegoro, belum ada vaksin Nusantara di dalam Konsorsium Vaksin Merah Putih, terus terang kita berusaha jemput bola, tetapi istilahnya bola yang jemput itu tidak kelihatan sehingga kami terus terang belum berani untuk memasukkan itu di dalam konsorsium apalagi kalau sudah bicara dengan pemanfaatan anggaran," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu (10/3) malam.
Vaksin Nusantara dibuat berbasis sel dendritik yang merupakan pengembangan yang dipimpin Kementerian Kesehatan bersama tim peneliti Universitas Diponegoro.
Menristek mengaku baru pekan lalu mengetahui informasi lengkap tentang adanya pengembangan vaksin Nusantara yang dikomandoi oleh Kementerian Kesehatan.
"Sejujurnya vaksin Nusantara yang bapak ibu bicarakan dan kita semua diskusikan hari ini baru saya dengar lengkap minggu lalu, itu pun karena diundang rakor (rapat koordinasi) oleh Menko Perekonomian, baru di situ saya dengar, saya sebelumnya mendengar belakangan setelah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangkes) Kemenkes bikin vaksin, dan berikutnya informasinya ini pakai dendritik," katanya.
Ia menjelaskan saat mendengar samar-samar tentang Balitbangkes Kemenkes membuat vaksin sendiri, yakni vaksin Nusantara, Menristek langsung menugaskan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang saat itu masih dipimpin Prof Ali Ghufron Mukti untuk mengecek langsung ke Balitbangkes.
"Informasi itu belum kami dapatkan, tidak kami dapatkan sama sekali, sehingga masih dalam gelap. Kita hanya mendengar dengar Balitbangkes bikin vaksin," kata Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Jika memang ada pengembangan vaksin, Menristek bermaksud untuk mengajak Balitbangkes masuk ke konsorsium sehingga pengembangan vaksin dapat difasilitasi dengan baik.
"Bukan apa-apa karena kita ingin kalau memang Balitbangkes menembangkan kita akan ajak masuk ke Konsorsium Merah Putih dengan segala macam dukungan yang diperlukan," katanya.
Menristek menyatakan tidak keberatan dengan adanya pengembangan vaksin Nusantara. Pengembangan vaksin dalam negeri memiliki semangat untuk membangun kemandirian Indonesia terhadap vaksin.
"Sehingga kalau tadi ada pertanyaan banyak kenapa belum dimasukkan, kenapa belum diakomodasi, karena tahunya pun baru minggu lalu. Meskipun tadi saya katakan sejak bulan Agustus sudah ada Keppres Nomor 18 Tahun 2020, Kementerian Kesehatan dan Menteri Kesehatan ada di situ, dan idenya adalah semua vaksin yang dikembangkan di dalam negeri itu akan didorong," ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 3 September 2020.
Dalam Keppres tersebut, Ketua Penanggung Jawab Tim Pengembangan Vaksin COVID-l9 adalah Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional. Sementara wakilnya adalah Menteri Kesehatan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
"Kita harus punya kemandirian dalam rangka kalau kita menghadapi endemi pandemi atau apapun yang terjadi di masa depan," katanya .
Saat ini, ada enam institusi yang masuk dalam Konsorsium Vaksin Merah Putih yakni Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Airlangga.
Menristek mengatakan pihaknya siap membantu pengembangan vaksin Nusantara, namun memang tahapan fase pengembangan vaksin Nusantara sudah masuk uji klinis, sementara vaksin Merah Putih masih di tahap laboratorium.
Bambang PS Brodjonegoro menyatakan Kemenristek dan Kemenkes akan berbagi tugas. Kemenristek siap untuk mengalokasikan anggaran sampai di bibit vaksin dan semua infrastruktur yang dibutuhkan, meskipun sebenarnya vaksin Nusantara sudah di tahap uji klinis. Sementara Kemenkes akan menangani uji klinisnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan proses uji klinis pertama vaksin Nusantara belum memenuhi kaidah klinis dalam proses penelitian dan pengembangan vaksin.
Salah satu yang disorot adalah perbedaan lokasi penelitian di RSUP dr Kariadi Semarang dengan pihak yang menjadi komite etik yang berasal dari RSPAD Gatot Soebroto.
BPOM akan melakukan pertemuan dengan tim peneliti vaksin Nusantara untuk melakukan peninjauan data interim dari fase pertama pengujian vaksin tersebut sebelum mengizinkan berlanjut ke fase berikut.
Menurut dia terdapat perbedaan data yang diberikan oleh tim uji klinis vaksin Nusantara dengan data yang dipaparkan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI.
Ditegaskan bahwa Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) untuk fase kedua karena saat ini masih dalam proses untuk memastikan semua telah sesuai standar dan persyaratan yang ada, demikian Penny K Lukito.