Luwuk, Banggai (ANTARA) - Pedagang pasar tradisional di Luwuk, Kabupaten Banggai memrotes pemerintah kabupaten setempat atas kenaikan tarif retribusi Pasar Simpong yang melonjak hingga seratus persen.

Baharuddin L. Agi, salah satu pedagang di Pasar SImpong Luwuk, Minggu, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan tarif retribusi pasar merupakan kebijakan yang menyusahkan rakyat di tengah pandemi COVID-19.

Padahal, kata Baharuddin, situasi perekonomian saat ini sangat tidak stabil bagi para pedagang di Pasar Simpong. Para pedagang mengalami penurunan penghasilan akibat pandemi dan sejumlah larangan pemerintah terkait pandemi ini.

“Bisa dibilang saat ini pedagang bukan makan dari untung penjualan tapi makan modal yang ada. Sebab, pendapatan kita turun jauh,” katanya.

Pria yang akrab disapa Bua ini juga mengatakan kenaikan tarif retribusi harian bagi sejumlah pelapak dari kisaran dua ribu rupiah menjadi empat ribu rupiah. Sementara untuk sewa bulanan los dan petak di dalam pasar juga naik dua kali lipat. Untuk los yang sebelumnya hanya Rp75 ribu sebulan naik menjadi Rp150 ribu, begitu juga untuk lapak yang sebelumnya hanya Rp150 ribu sebulan jadi Rp250 ribu.

“Ini tentunya sangat memberatkan kami di tengah pandemi saat ini. Memang nilai uang dua ribu rupiah itu kecil bagi sebagian orang. Tapi bagi kami sangat berarti,” tandasnya.

Senada dengan itu, Lili, juga pedagang Pasar Simpong mengatakan apa yang dilakukan pemerintah sangat tidak sepadan dengan yang dilakukan pemerintah pusat. Dimana pemerintah pusat berupaya memberikan bantuan kepada masyarakat, namun yang terjadi di Kabupaten Banggai terbalik.

“Dulu sehari kami bisa dapat hasil penjualan dua ratus hingga tiga ratus ribu, saat ini untung-untungan bisa dapat seratus ribu,” ungkap Lili sembari terus mengepak jualannya.

Melihat kondisi saat ini, Lili dan Bua berharap pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan terkait kenaikan tarif retribusi pasar. Dengan begitu, para pedagang dapat terbantu pada kondisi penjualan yang melemah akhir-akhir ini.


Pewarta : Stepensopyan Pontoh
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024