Surabaya (ANTARA) - Perjuangan tenaga kesehatan (nakes) dalam mempercepat vaksinasi COVID-19 tahap ketiga di Kota Surabaya, Jawa Timur, menuai berbagai kisah unik dan menarik.

Sebab, berbeda dari vaksin tahap sebelumnya, sasaran pasien yang disuntik vaksin sejak Kamis (3/6) 2021 itu diperuntukkan bagi masyarakat rentan,  yakni Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan disabilitas.

Kepala Puskesmas Rangkah, dr Dwiastuti Setyorini di Surabaya, Minggu (6/6) menceritakan, berbagai pengalaman menariknya saat menjemput bola atau "door to door" mendatangi rumah pasien ODGJ dan disabilitas.

Di sana, ia mengaku membutuhkan waktu yang tidak sebentar demi membujuk pasien agar tidak terjadi penolakan saat proses vaksinasi. Bahkan, sebelum berkomunikasi dengan pasien, Ririn sapaan akrab Dwiastuti Setyorini, memastikan telah mendapat persetujuan dari keluarganya terlebih dahulu.

"Kami meminta izin dahulu kepada anggota keluarganya untuk menjelaskan pentingnya vaksin. Kami juga terangkan bahwa ODGJ dan disabilitas termasuk kelompok yang rentan. Makanya, harus menerima vaksin lebih dahulu," katanya.

Ririn menjelaskan, setelah mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga, ia didampingi oleh Satgas COVID-19 di masing-masing wilayah bersama-sama membujuk pasien agar berkenan untuk vaksin.

Seperti yang dilakukan Ririn bersama timnya saat keliling "door to door" ke rumah pasien di sekitar Bogen, Kelurahan Ploso pada Sabtu (5/6). Para pasien tersebut bisa dibujuk berkat bantuan Satgas COVID-19 yang merupakan tokoh masyarakat setempat. Menurut dia, tokoh masyarakat jadi lebih mudah dalam memberikan pemahaman.

Dalam sehari, Ririn tidak bisa memastikan berapa jumlah pasien yang dapat disuntik vaksin. Namun begitu, ia bersama timnya akan terus mempercepat pelaksanaan vaksin di wilayah tiga kelurahan yang menjadi cakupan Puskesmas Rangkah.

Tidak hanya itu, ia merinci jumlah pasien disabilitas yang sudah divaksin sampai dengan Sabtu (5/6) ini mencapai 72 pasien. Sedangkan untuk pasien ODGJ berjumlah 10 orang.

"Karena wilayah kami totalnya ODGJ sekitar 86 orang. Jadi sisanya kami akan terus kebut agar lekas selesai. Tentunya dengan cara humanis dengan durasi waktu yang berbeda-beda. Tetapi sejauh ini tetap aman terkendali," katanya.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Kepala Puskesmas Tambakrejo, drg Yekti Hapsari. Ia memastikan proses vaksinasi untuk wilayahnya setiap hari dilakukan secara bertahap.

Selain itu, Yekti menegaskan, total sasaran di wilayah puskesmas tersebut, sebanyak 65 orang ODGJ dan 75 penyandang disabilitas. Untuk tahap awal, ODGJ yang sudah tervaksin sebanyak 17 orang dan disabilitasnya 13 orang.

Setiap pagi mulai pukul 08.00 WIB–13.00 WIB, ia berkeliling ke rumah-rumah pasien untuk memasifkan proses vaksinasi itu. Alhasil, pelan tapi pasti dalam sehari ini setidaknya, ada 12 orang ODGJ yang berhasil disuntik.

"Lalu nanti untuk penjadwalan vaksin kedua, kami hubungi keluarganya. Semua ini terasa lebih mudah karena satgas COVID-19 setempat ikut membantu," kata Yekti Hapsari.

Percepat vaksinasi

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, drg Febria Rachmanita mengatakan pihaknya mempercepat vaksinasi COVID-19 tahap ketiga untuk penyandang disabilitas dan ODGJ agar seluruh masyarakat mendapatkan vaksin secara bertahap.

Ia memastikan bahwa target sasaran vaksinasi tahap ketiga untuk penyandang disabilitas di Surabaya sebanyak 5.394 orang, sedangkan target sasaran untuk ODGJ sebanyak 3.671 orang.

Pihaknya berhasil memberikan vaksin kepada 916 orang pada hari pertama, dengan rincian 481 orang penyandang disabilitas dan 435 orang lainnya ODGJ.

Para penyandang disabilitas itu dilakukan vaksinasi di puskesmas terdekat sesuai dengan wilayah mereka masing-masing. Sedangkan khusus untuk pasien ODGJ, petugas puskesmas mendatangi lokasi pasien di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) untuk memberikan vaksin.

Oleh karena itu, ia meminta kerja sama dan dukungannya kepada seluruh peserta vaksin tahap ketiga ini. Ia berharap mereka tidak menolak dan menunda pelaksanaan vaksinasi ini sebab, vaksin tersebut penting dilakukan agar masyarakat memiliki antibodi sehingga tidak mudah terpapar COVID-19.

Selain para penyandang disabilitas dan ODGJ, lanjut dia, vaksinasi tahap ketiga ini juga menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan penghuni rusun yang dikelola oleh Pemkot Surabaya. Vaksinasi MBR dilakukan pada 5 Juni 2021 dan penghuni rusun pada 6 Juni 2021.

Febria memaparkan, berdasarkan data kumulatif jumlah pasien yang divaksin sudah mencapai 1.131.051 jiwa dengan rincian untuk Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) berjumlah 91.748 orang, pelayanan publik berjumlah 636.322 orang dan lansia 399.684 orang.

Berikutnya, untuk ODGJ dan disabilitas totalnya adalah 1.465 orang. Terakhir masyarakat umum pra lansia sudah mencapai 1.832 orang

Meski demikian, Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti meminta pemerintah kota setempat mengedepankan edukasi, sosialiasi serta melakukan upaya persuasif saat melakukan vaksinasi COVID-19.

"Mereka bisa didekati melalui tokoh masyarakat atau pengurus RW setempat," katanya.

Bahkan, Reni tidak setuju ada konsekuensi bagi warga yang menolak divaksin khususnya penghuni rusun agar mencari hunian di luar rusun sebagai mana tercantum di pengumuman Dinas Tanah dan Pengelolaan Bangunan Surabaya Nomor 000/4461/436.7.11/2021 tertanggal 2 Juni 2021.

"Ketika saya menemui warga dan memahamkan tentang vaksinasi dan kesiapan mereka, warga ternyata bisa menerima dengan baik. Sosialisasi dan edukasi harus dikedepankan pemkot dari pada memberi ancaman tidak boleh tinggal di rusun," katanya.

Terkendali

Meski demikian, Kadinkes Surabaya Febria mengatakan kenaikan kasus COVID-19 usai libur Lebaran 2021 masih terkendali. Dinkes mencatat dalam sehari, tercatat ada 20 hingga 21 kasus COVID-19. Sedangkan sebelum Lebaran, tercatat ada sekitar 16 kasus COVID-19 dalam satu hari.

"Positivity rate, 5 persen ke bawah. Kalau kenaikan ada, tapi masih terkendali. Yang biasanya sehari itu 16 (kasus), sekarang bisa 20 sampai 21 kasus baru se-Surabaya," katanya.

Menurut dia, kenaikan kasus COVID-19 ini terjadi H+14 usai libur Lebaran. Meski ada kenaikan kasus COVID-19, namun Bed Occupancy Rate (BOR) di rumah sakit Surabaya tetap terkendali. Data Dinkes Surabaya mencatat, BOR di RS saat ini sekitar 14 persen.

Febria menjelaskan ditemukannya kenaikan kasus COVID-19 ini berkat masifnya "tracing" yang dilakukan petugas puskesmas bersama Satgas COVID-19 di kelurahan. Bagi dia, ketika semakin banyak ditemukan kontak erat, maka pandemi di Surabaya bisa semakin terkendali.

Oleh karena itu, Pemkot Surabaya terus memasifkan kegiatan swab test massal di 31 kecamatan. Sebab, menurut dia, prinsip dari penanganan pandemi COVID-19 adalah melalui "testing", "tracing" dan "treatment".

Dari semua itu, tentunya dibutuhkan kesadaran dari semua pihak agar terus menjaga diri dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes). Selain itu, segera melakukan tes usap bagi warga yang merasa punya gejalah atau tanda-tanda terinfeksi COVID-19.

Tidak hanya itu, warga juga harus memiliki kesadaran akan pentingnya vaksin untuk kesehatan diri sendiri dan lingkungannya. Dengan demikian, tugas dari para nakes tidak menjadi berat karena warga dengan sukarela datang ke puskesmas untuk vaksin.

Apalagi yang diurusi para nakes saat pandemi ini juga cukup banyak, sehingga kerja sama dengan semua pihak dibutuhkan.
 

Pewarta : Abdul Hakim
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024