Jakarta (ANTARA) - Pijat jantung atau CPR (cardiopulmonary resuscitation) bisa membantu menyelamatkan seseorang yang mengalami gejala henti jantung atau cardiac arrest seperti sesak napas tanpa alasan jelas, nyeri dada hingga kehilangan kesadaran.

"Apabila terjadi henti jantung, kita harus segera menolong, maka kemungkinan dia selamat akan lebih besar. Kita bisa melakukan CPR atau pijat jantung dengan benar sehingga kemungkinan dia selamat bisa meningkat 17- 44 persen," kata dokter spesialis jantung dan pembuluh dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Vito A. Damay, kepada ANTARA melalui pesan elektroniknya, Minggu.

Dia mengatakan, CPR atau RJP (resusitasi jantung paru) harus dilakukan segera, dan ketika ditunda berarti mengurangi kemungkinan orang dengan henti jantung bisa selamat sampai 10 persen setiap menitnya.

Saat tak ada orang lain di dekat orang yang henti jantung, Anda bisa melakukan CPR dengan metode pijat jantung, terutama apabila Anda bukan tenaga kesehatan terlatih. CPR dilakukan tanpa perlu menunggu dia batuk, namun saat dia bernapas tidak normal misalnya gasping atau mengap-mengap.

Orang yang terlatih seperti tenaga kesehatan akan memeriksa kondisi nadi terlebih dulu, tetapi langkah ini tak perlu dilakukan orang yang tak terlatih.

Untuk melakukan CPR, menurut Vito, pertama, letakkan dia di permukaan yang rata dan keras. Setelahnya, ekspos dadanya tekan bagian tengahnya dengan ujung telapak tangan. Kaitkan satu tangan di atas tangan lainnya, lalu lakukan pijat (tekan) dengan cepat dan keras, 100 kali per menit.

Pakailah kekuatan dari bahu dan berat badan, bukan dari sikut. Jadi, ketika memijat posisi sikut tegak lurus, sementara badan dan pundak yang bergerak turun. Lakukanlah pertolongan ini sembari menunggu tenaga medis membantu.

"Pijat jantung dilakukan untuk menyelamatkan seseorang apabila Anda tidak terlatih (seperti tenaga kesehatan) dan ini lebih baik dilakukan daripada tidak sama sekali," tutur Vito.

CPR dengan metode pijat jantung juga menghindari di penolong berisiko tertular penyakit dari pernapasan mulut ke mulut (apabila melakukan CPR dari mulut ke mulut).

Metode ini biasanya berguna untuk membantu mengembalikan kemampuan bernapas dan sirkulasi darah dalam tubuh akibat masalah seperti serangan jantung dan henti jantung.

Vito mengatakan, kedua kondisi ini berbeda. Henti jantung adalah kondisi saat jantung berhenti memompa secara efektif sebagai pompa untuk seluruh tubuh, yang isinya memompa darah, nutrisi, dan oksigen.

Sementara serangan jantung merupakan keadaan sumbatan di dalam pembuluh darah koroner yang harusnya memberi makan kepada otot jantung. Kedua masalah ini bisa menimbulkan kematian.

"Orang yang mengalami serangan jantung, menghadapi henti jantung setelahnya sehingga mengakibatkan kematian. Namun, orang yang menghadapi henti jantung belum tentu disebabkan karena serangan jantung," kata dia.

PERKI mengadakan pelatihan untuk awam sejak lama terkait CPR dan menurut dia petugas keamanan dan petugas pelayanan publik harus bisa melakukannya. CPR yang dilakukan secara tepat, salah satunya yang didapatkan gelandang tim nasional Denmark Christian Eriksen di tengah laga pembuka Grup B Euro 2020 melawan Finlandia pada Sabtu (12/6) bisa membantunya kembali stabil setelah sempat kolaps.

"Untung di-CPR ya, CPR itu wajib dipelajari menurut saya. Saya malah saran, pesepeda, pelari apalagi yang rutin olahraga harus kursus bagaimana melakukan CPR supaya dapat menolong temannya," demikian pesan Vito.

 

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024