Palu (ANTARA) - Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU) Sulawesi Tengah hingga kini telah meneliti kurang lebih 109 jenis burung yang hidup di alam liar di hutan Sulteng, baik endemik maupun umum.

"Hingga kini kami baru menemukan 109 spesies burung di habitat aslinya, baik endemik maupun non-endemik," kata Direktur Yayasan KOMIU Sulteng Given yang dihubungi di Palu, Selasa.

Ia menjelaskan penelitian dilakukan pihaknya sebagai bentuk identifikasi dalam rangka menjaga kelangsungan hidup populasi serta pelestarian satwa liar dari aktivitas-aktivitas perburuan liar oleh orang-orang tertentu.

Disebutkannya bahwa dari 109 jenis burung yang sudah diteliti, 27 di antaranya merupakan satwa endemik Sulawesi dan 82 di antaranya burung bersifat umum.

"Kami juga telah mengidentifikasi sekitar 16 spesies burung di lindungi karena populasinya semakin berkurang di habitatnya akibat perburuan liar," katanya.

Menurutnya melestarikan satwa liar di habitat aslinya butuh kolaborasi dan keterlibatan para pihak, agar visi pelestarian flora dan fauna terlaksana secara paripurna.

Oleh karena itu, pelestarian bukan hanya dilihat pada satu objek semata (satwa), tetapi hutan sebagai habitat mereka juga penting dilestarikan baik hutan non konservasi maupun hutan lindung.

"Hutan sangat bermanfaat bagi kelangsungan makhluk hidup termasuk manusia karena menyimpan oksigen atau O2. Selain itu sebagai sumber resapan air bagi warga yang hidup di sekitar hutan untuk kepentingan pertanian," katanya.

Ia menambahkan dampak kerusakan hutan bukan hanya membunuh satwa liar secara perlahan, lebih dari itu berdampak pada bencana ekologi seperti banjir dan tanah longsor.

Sehingga, kebijakan dan arah pembangunan Indonesia melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2021-2024, Bappenas sudah memasukkan upaya pelestarian hutan dalam konsep pembangunan yang berkelanjutan.

"Dari penelitian kami, satwa liar di beberapa lokasi dianggap menjadi penanda akan terjadinya sesuatu kejadian. Ini membantu masyarakat di sekitar hutan memprediksi cuaca di masa perubahan iklim saat ini," demikian Given.



 

Pewarta : Mohamad Ridwan
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024