Yogyakarta (ANTARA) - Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D yang masuk daftar 100 orang paling berpengaruh 2021 versi majalah Time diakui koleganya sebagai sosok peneliti sekaligus pemimpin yang andal.
"Beliau memang peneliti yang andal yang memang punya pengalaman luas sebagai pemimpin yang hebat pula," kata Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad saat dihubungi di Yogyakarta, Sabtu.
Pada 2020, Adi Utarini juga telah mengharumkan nama Indonesia. Kala itu namanya masuk dalam daftar 10 ilmuwan berpengaruh dunia menurut jurnal ilmiah Nature.
Menurut Riris, kemampuan dan profesionalitas Adi Utarini tak diragukan selama memimpin proyek riset melawan nyamuk Aedes aegipty pembawa virus DBD dengan nyamuk sejenis yang mengandung bakteri Wolbachia sejak 2011.
Bersama Tim World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Adi Utarini membuktikan bahwa penelitian dengan teknologi wolbachia itu mampu menurunkan kasus DBD di Kota Yogyakarta hingga 77,1 persen pada 2020 sehingga mendapat perhatian dunia.
"Saya rasa penghargaan untuk beliau itu wajar ya dengan karakteristik beliau selama ini. Kemampuan mengelola penelitian yang kompleks ini secara bermutu," kata Riris Andono yang juga peneliti pendamping WMP Yogyakarta.
Perbedaan pandangan yang kerap muncul selama 10 tahun penelitian prestisius itu mampu dikelola Adi Utarini dengan tepat sehingga justru membuat tim semakin solid.
"Keberhasilan beliau bisa mengelola dan memimpin proyek ini menunjukkan kapasitas beliau sebagai peneliti," ujar dia.
Bagi Riris, Adi Utarini merupakan salah satu peneliti senior produktif terbaik di UGM yang dapat dibuktikan berdasarkan rekam jejak publikasi ilmiahnya baik jurnal nasional maupun internasional.
Berdasarkan penelusuran melalui layanan Google Scholar, Adi Utarini tercatat memplubikasikan sebanyak 138 jurnal ilmiah internasional maupun nasional.
Tidak sekadar produktif, menurut Riris, perempuan yang pernah menjabat Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Kerjasama FKKMK UGM itu amat menjunjung tinggi detail dan kualitas dalam penelitian.
"Beliau sangat peduli dengan detail dan menjunjung tinggi kualitas karena salah satu fokus riset beliau memang tentang mutu layanan kesehatan. Isu-isu penelitian yang berkualitas itu menjadi fokus penting," ujar ahli Epidemiologi UGM ini.
Masuknya nama Adi Utarini dalam daftar orang paling berpengaruh dunia, diharapkan mampu menginspirasi para peneliti muda di Tanah Air lainnya sepenuh hati melakukan penelitian sesuai bidang keilmuan masing-masing.
Regenerasi para peneliti baru, menurut dia, adalah bagian dari semangat Adi Utarini yang selama ini dikenal sebagai mentor atau pembimbing yang baik di UGM.
"Beliau selalu mencoba mendorong peneliti-peneliti muda untuk maju. Kalau membimbing biasanya beliau akan memberikan contoh bagaimana melakukan penelitian yang baik, benar, dan berkualitas," kata Riris Andono Ahmad.
Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada 1989, kemudian menyelesaikan gelar master di bidang kesehatan ibu dan anak dari University of College London pada 1994, serta gelar Master of Public Health pada 1998 dan Doktor Filsafat pada 2002 dari Universitas Umea di Swedia.
Pada 2011, perempuan kelahiran Yogyakarta pada 4 Juni 1965 tersebut dianugerahi gelar profesor di bidang kesehatan masyarakat.
Adi Utarini merupakan ilmuwan perempuan yang memimpin uji coba perintis dari suatu teknologi untuk memberantas demam berdarah di Indonesia.
Hasil penelitian Adi Utarini berhasil mengurangi kasus demam berdarah hingga 77 persen di beberapa kota besar di Indonesia dengan melepaskan nyamuk yang telah dimodifikasi.
Adi Utarini juga meraih peringkat 311 peneliti Indonesia terbaik oleh Webometrics pada 2017.
"Beliau memang peneliti yang andal yang memang punya pengalaman luas sebagai pemimpin yang hebat pula," kata Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad saat dihubungi di Yogyakarta, Sabtu.
Pada 2020, Adi Utarini juga telah mengharumkan nama Indonesia. Kala itu namanya masuk dalam daftar 10 ilmuwan berpengaruh dunia menurut jurnal ilmiah Nature.
Menurut Riris, kemampuan dan profesionalitas Adi Utarini tak diragukan selama memimpin proyek riset melawan nyamuk Aedes aegipty pembawa virus DBD dengan nyamuk sejenis yang mengandung bakteri Wolbachia sejak 2011.
Bersama Tim World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Adi Utarini membuktikan bahwa penelitian dengan teknologi wolbachia itu mampu menurunkan kasus DBD di Kota Yogyakarta hingga 77,1 persen pada 2020 sehingga mendapat perhatian dunia.
"Saya rasa penghargaan untuk beliau itu wajar ya dengan karakteristik beliau selama ini. Kemampuan mengelola penelitian yang kompleks ini secara bermutu," kata Riris Andono yang juga peneliti pendamping WMP Yogyakarta.
Perbedaan pandangan yang kerap muncul selama 10 tahun penelitian prestisius itu mampu dikelola Adi Utarini dengan tepat sehingga justru membuat tim semakin solid.
"Keberhasilan beliau bisa mengelola dan memimpin proyek ini menunjukkan kapasitas beliau sebagai peneliti," ujar dia.
Bagi Riris, Adi Utarini merupakan salah satu peneliti senior produktif terbaik di UGM yang dapat dibuktikan berdasarkan rekam jejak publikasi ilmiahnya baik jurnal nasional maupun internasional.
Berdasarkan penelusuran melalui layanan Google Scholar, Adi Utarini tercatat memplubikasikan sebanyak 138 jurnal ilmiah internasional maupun nasional.
Tidak sekadar produktif, menurut Riris, perempuan yang pernah menjabat Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Kerjasama FKKMK UGM itu amat menjunjung tinggi detail dan kualitas dalam penelitian.
"Beliau sangat peduli dengan detail dan menjunjung tinggi kualitas karena salah satu fokus riset beliau memang tentang mutu layanan kesehatan. Isu-isu penelitian yang berkualitas itu menjadi fokus penting," ujar ahli Epidemiologi UGM ini.
Masuknya nama Adi Utarini dalam daftar orang paling berpengaruh dunia, diharapkan mampu menginspirasi para peneliti muda di Tanah Air lainnya sepenuh hati melakukan penelitian sesuai bidang keilmuan masing-masing.
Regenerasi para peneliti baru, menurut dia, adalah bagian dari semangat Adi Utarini yang selama ini dikenal sebagai mentor atau pembimbing yang baik di UGM.
"Beliau selalu mencoba mendorong peneliti-peneliti muda untuk maju. Kalau membimbing biasanya beliau akan memberikan contoh bagaimana melakukan penelitian yang baik, benar, dan berkualitas," kata Riris Andono Ahmad.
Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada 1989, kemudian menyelesaikan gelar master di bidang kesehatan ibu dan anak dari University of College London pada 1994, serta gelar Master of Public Health pada 1998 dan Doktor Filsafat pada 2002 dari Universitas Umea di Swedia.
Pada 2011, perempuan kelahiran Yogyakarta pada 4 Juni 1965 tersebut dianugerahi gelar profesor di bidang kesehatan masyarakat.
Adi Utarini merupakan ilmuwan perempuan yang memimpin uji coba perintis dari suatu teknologi untuk memberantas demam berdarah di Indonesia.
Hasil penelitian Adi Utarini berhasil mengurangi kasus demam berdarah hingga 77 persen di beberapa kota besar di Indonesia dengan melepaskan nyamuk yang telah dimodifikasi.
Adi Utarini juga meraih peringkat 311 peneliti Indonesia terbaik oleh Webometrics pada 2017.