Solo, Jawa Tengah (ANTARA) - Rektor Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr H Sagaf S Pettongi MPd mengemukakan konferensi internasional bertajuk "Annual Internasional Conference on Islamic Studies" (AICIS) merupakan wujud nyata PTKIN bangun kualitas peradaban Islam Indonesia.
"AICIS tidak sekedar ajang silaturahim antara Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), melainkan wadah tersebut mempersatukan gagasan dan fikiran terkait dengan solusi atas masalah dan dinamika yang dihadapi oleh umat, khususnya mengenai sosial keagamaan," kata Prof Sagaf Pettalongi MPd di Solo, Jawa Tengah, Minggu.
AICIS tahun 2021 dilaksanakan di Kota Solo mengangkat tema tentang "Islam in a changing global context: rethinking fiqh reactualization and public policy". Lewat kegiatan ini, para intelektual muslim Indonesia dari PTKIN dan pimpinan PTKIN di bawah naungan Kementerian Agama berkumpul, dengan harapan mampu memberikan kotribusi penting dalam diskursus kajian dan penelitian studi Islam di dunia.
AICIS ke-20 kali ini di Kota Solo, akan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin. Selain itu Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga akan menghadiri kegiatan tersebut.
Pemerintah melalui Kementerian Agama memberi dukungan dalam pelaksanaan AICIS. Bagi Kemenag, isu yang diangkat dalam AICIS dapat memberikan kontribusi secara teori dan praktik dalam menyelesaikan masalah sosial keagamaan.
Kemenag juga menilai hal itu sebagai penguatan bagi identitas bagi keislaman di Indonesia, yang hingga saat ini menjadi rujukan beberapa negara di dunia. Bahkan, Kemenag menilai AICIS mampu menyeimbangi perkembangan Islam global.
Berkaitan dengan itu Prof Sagaf menilai AICIS menjadi perekat dan pemersatu gagasan dan langkah untuk mengoptimalkan peran PTKIN dalam menyikapi dinamika dan masalah keumatan.
Perkembangan digital dan informasi yang melahirkan berbagai platform media sosial, harus diakui telah mengubah life style (gaya hidup) masyarakat.
"Tidak bisa dipungkiri, dewasa ini kehidupan manusia seakan tidak bisa dipisahkan dengan kehadiran media sosial dan sistem informasi digital," sebut Prof Sagaf.
Karena itu, Wakil Ketua Umum MUI Sulteng itu mengemukakan, perkembangan yang telah terjadi, memberikan dampak positif sekaligus negatif, yaitu adanya potensi kerentanan sebagian pengguna media sosial, terhadap penyebaran faham yang benuansa intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pemerintah Indonesia, kata Prof Sagaf telah menegaskan bahwa radikalisme dan terorisme merupakan musuh nyata, karena memberikan ancaman terhadap keutuhan NKRI serta ideologi Pancasila.
Olehnya, pertemuan para intelektual muslim dan PTKIN, lewat kegiatan AICIS di Solo, perlu kiranya melahirkan satu gagasan dan rekomendasi menyangkut dengan masalah tersebut.
"Dalam konteks kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia khususnya, Guru Besar UIN Datokarama Palu itu berharap bahwa diskusi para narasumber dan peserta selama tiga hari ke depan, juga membincangkan sejauh mana kita bisa merespon serta memberikan solusi atas persoalan-persoalan sosial keagamaan yang belakangan mengganggu kerukunan umat beragama," kata Guru Besar UIN Palu itu.
Kasus intoleransi umat mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, kasus dugaan penodaan agama, fenomena generasi `medsos` yang seakan enggan `beragama` berbasis pada bacaan sumber primer, hingga kasus-kasus radikalisme dan terorisme.
Persoalan-persoalan semacam ini, sebut Prof Sagaf membutuhkan respon semua pihak yang tidak bersifat reaktif belaka, melainkan harus berdasar pada pertimbangan-pertimbangan empirik hasil riset.
"Kita tidak boleh menjadi menara gading yang terlalu asyik ma`syuk dengan penelitian atau diskusi yang hanya bermanfaat buat pribadi atau kampus kita sendiri saja, tanpa memberi kontribusi bagi penyelesaian masalah-masalah sosial, politik, keagamaan, dan kebangsaan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia secara keseluruhan," ujar Prof Sagaf yang juga Waketum Ikatan Alumni Alkhairaat.
Ia juga berharap hasil-hasil diskusi selama pergelaran AICIS ini dapat memberikan manfaat bagi penguatan program-program di lingkungan Kementerian Agama sendiri dan PTKIN.
"AICIS tidak sekedar ajang silaturahim antara Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), melainkan wadah tersebut mempersatukan gagasan dan fikiran terkait dengan solusi atas masalah dan dinamika yang dihadapi oleh umat, khususnya mengenai sosial keagamaan," kata Prof Sagaf Pettalongi MPd di Solo, Jawa Tengah, Minggu.
AICIS tahun 2021 dilaksanakan di Kota Solo mengangkat tema tentang "Islam in a changing global context: rethinking fiqh reactualization and public policy". Lewat kegiatan ini, para intelektual muslim Indonesia dari PTKIN dan pimpinan PTKIN di bawah naungan Kementerian Agama berkumpul, dengan harapan mampu memberikan kotribusi penting dalam diskursus kajian dan penelitian studi Islam di dunia.
AICIS ke-20 kali ini di Kota Solo, akan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin. Selain itu Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga akan menghadiri kegiatan tersebut.
Pemerintah melalui Kementerian Agama memberi dukungan dalam pelaksanaan AICIS. Bagi Kemenag, isu yang diangkat dalam AICIS dapat memberikan kontribusi secara teori dan praktik dalam menyelesaikan masalah sosial keagamaan.
Kemenag juga menilai hal itu sebagai penguatan bagi identitas bagi keislaman di Indonesia, yang hingga saat ini menjadi rujukan beberapa negara di dunia. Bahkan, Kemenag menilai AICIS mampu menyeimbangi perkembangan Islam global.
Berkaitan dengan itu Prof Sagaf menilai AICIS menjadi perekat dan pemersatu gagasan dan langkah untuk mengoptimalkan peran PTKIN dalam menyikapi dinamika dan masalah keumatan.
Perkembangan digital dan informasi yang melahirkan berbagai platform media sosial, harus diakui telah mengubah life style (gaya hidup) masyarakat.
"Tidak bisa dipungkiri, dewasa ini kehidupan manusia seakan tidak bisa dipisahkan dengan kehadiran media sosial dan sistem informasi digital," sebut Prof Sagaf.
Karena itu, Wakil Ketua Umum MUI Sulteng itu mengemukakan, perkembangan yang telah terjadi, memberikan dampak positif sekaligus negatif, yaitu adanya potensi kerentanan sebagian pengguna media sosial, terhadap penyebaran faham yang benuansa intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pemerintah Indonesia, kata Prof Sagaf telah menegaskan bahwa radikalisme dan terorisme merupakan musuh nyata, karena memberikan ancaman terhadap keutuhan NKRI serta ideologi Pancasila.
Olehnya, pertemuan para intelektual muslim dan PTKIN, lewat kegiatan AICIS di Solo, perlu kiranya melahirkan satu gagasan dan rekomendasi menyangkut dengan masalah tersebut.
"Dalam konteks kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia khususnya, Guru Besar UIN Datokarama Palu itu berharap bahwa diskusi para narasumber dan peserta selama tiga hari ke depan, juga membincangkan sejauh mana kita bisa merespon serta memberikan solusi atas persoalan-persoalan sosial keagamaan yang belakangan mengganggu kerukunan umat beragama," kata Guru Besar UIN Palu itu.
Kasus intoleransi umat mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, kasus dugaan penodaan agama, fenomena generasi `medsos` yang seakan enggan `beragama` berbasis pada bacaan sumber primer, hingga kasus-kasus radikalisme dan terorisme.
Persoalan-persoalan semacam ini, sebut Prof Sagaf membutuhkan respon semua pihak yang tidak bersifat reaktif belaka, melainkan harus berdasar pada pertimbangan-pertimbangan empirik hasil riset.
"Kita tidak boleh menjadi menara gading yang terlalu asyik ma`syuk dengan penelitian atau diskusi yang hanya bermanfaat buat pribadi atau kampus kita sendiri saja, tanpa memberi kontribusi bagi penyelesaian masalah-masalah sosial, politik, keagamaan, dan kebangsaan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia secara keseluruhan," ujar Prof Sagaf yang juga Waketum Ikatan Alumni Alkhairaat.
Ia juga berharap hasil-hasil diskusi selama pergelaran AICIS ini dapat memberikan manfaat bagi penguatan program-program di lingkungan Kementerian Agama sendiri dan PTKIN.