Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 hingga penutupan tahun 2021 masih belum berakhir. Sejak pagebluk merebak pada Maret 2020, sebagian besar sektor industri terpuruk, kecuali industri teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) yang justru tumbuh pesat.
Menurut Global Web Indeks, terdapat lebih dari 76 persen pengguna internet berusia 16-64 tahun menghabiskan waktunya untuk menggunakan smartphone selama social distancing diberlakukan. Melalui internet mereka beradaptasi dengan cepat dalam beraktivitas dan bersosialiasi di tengah pandemi.
Bada Pusat Statistik (BPS) mencatat produk domestik bruto (PDB) di sektor informasi dan komunikasi sebesar Rp172,39 triliun pada kuartal II-2021 tumbuh 6,87 persen dibandingkan kuartal yang sama tahun 2020 (year on year/yoy). Jumlah itu berkontribusi sebesar 4,4 persen terhadap PDB nasional yang mencapai Rp4.175,44 triliun.
Pertumbuhan positif sektor TIK terpicu di tengah pandemi yang mengharuskan semua layanan sektor usaha beralih ke ranah digital yang sejalan dengan pengembangan program digitalisasi ekonomi nasional.
Di tengah situasi baru yang mengharuskan transformasi digital dilakukan mulai cara hidup, bekerja dan bersosialisasi, dibutuhkan langkah adaptif dari pemerintah, operator telekomunikasi, dan berbagai pemangku kepentingan untuk menyiasatinya.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo dalam Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024, lima langkah mempercepat transformasi digital, pertama mempercepat perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
Kedua, transformasi digital di sektor-sektor strategis seperti pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri, dan penyiaran agar utilitisasi infrastruktur juga meningkat.
Ketiga, percepatan integrasi pusat data nasional, keempat mempersiapkan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) talenta digital, dan kelima penyiapan hal-hal yang berkaitan dengan regulasi, skema pendanaan, dan pembiayaan transformasi digital.
Direktur Eksekutif Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Indonesia Arki Rifazka mengatakan transformasi digital menjadi kunci utama pemerataan internet, sehingga operator telekomunikasi diminta untuk mendukung program pemerintah dengan memperluas jaringan.
Menurutnya, ketersediaan jaringan dan kapasitas jaringan di beberapa wilayah masih belum mencukupi, demikian juga konektivitas jaringan yang belum merata dan optimal.
Saat ini operator telekomunikasi memang sudah mengembangkan jaringan telekomunikasi hingga pelosok, namun kualitas dan cakupan masih belum merata.
Jumlah pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, meski harus diakui masih ada kesenjangan digital dimana tingkat penetrasi internet masih didominasi oleh pengguna dari Pulau Jawa dan Sumatera.
“Akses dan produsen data seharusnya bukan menjadi monopoli masyarakat perkotaan semata. Masyarakat yang tinggal di wilayah terdepan, terluar, tertinggal serta perbatasan juga harus dijamin keterlibatannya,” kata Arki.
5G
Sepanjang tahun 2021, isu implementasi layanan seluler generasi kelima (5G) menjadi pembicaraan hangat seiring dengan uji coba 5G yang telah digelar operator telekomunikasi.
Indonesia siap menyambut era baru 5G, teknologi yang memungkinkan semua aktivitas manusia dan mesin terhubung dengan internet yang bisa bekerja secara otomasi, berkecepatan tinggi dan lebih akurat.
Jaringan ini mampu melakukan download (unduhan) dengan kecepatan hingga 20 Gbps, 20 kali lebih cepat dari 4G yang kecepatan mengunduhnya mentok di angka 1 Gbps.
Tiga operator telekomunikasi telah melakukan uji jaringan 5G yaitu Telkomsel, Indosat Ooredoo dan XL di sejumlah kota besar di Indonesia.
Indosat Ooredoo secara bertahap menggelar jaringan 5G di lima kota yaitu Solo, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Balikpapan.
Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Ahmad Al-Neama mengatakan, kehadiran 5G Indosat di sejumlah kota di Indonesia untuk memperlihatkan kekuatan transformatif 5G kepada anak muda, komunitas digital.
“Teknologi 5G akan membantu mengakselerasi transformasi digital masyarakat Indonesia dan mendorong inovasi bisnis. Ini menandai awal perjalanan kami dalam mendorong revolusi 5G di seluruh negeri," kata Ahmad.
Kehadiran jaringan 5G diharapkan dapat membuka lebih banyak potensi kemajuan Indonesia menjadi bangsa digital yang utuh dan mampu bersaing secara global.
Melalui 5G, Indonesia sedang memasuki babak baru teknologi telekomunikasi modern karena jaringan 5G sudah mulai bisa dinikmati oleh masyarakat, sekaligus memperkuat dan memajukan ekosistem digital di Indonesia, meskipun masih dalam kapasitas terbatas.
Mengutip hasil survei World Economic Forum pada tahun 2020, bahwa 95 persen pelaku industri nasional telah mengadopsi teknologi Internet of Things (IOT) dan cloud computing memiliki kebutuhan dan minat tinggi terhadap manfaat teknologi 5G, terutama di masa pandemi COVID-19.
Sedangkan hasil riset yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB) bahwa perkembangan jaringan 5G di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi lebih dari Rp2.800 triliun atau setara dengan 9,5 persen dari total PDB Indonesia pada 2030.
Pengamat telekomunikasi dari ITB Joseph M Edward menilai pengembangan 5G di Indonesia menghadapi tantangan besar mulai dari percepatan pembangunan infrastruktur jaringan, inovasi, hingga persoalan frekuensi.
5G bukan hanya sekadar besaran frekuensi yang digenggam oleh sebuah operator telekomunikasi, namun yang juga penting adalah kemampuan pengembangan jaringan kabel optik lebih luas.
Jaringan fiber optik di Indonesia telah mencapai 348.442 km, namun belum cukup menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Terdapat lebih 12 ribu desa/kelurahan belum terjangkau jaringan 4G, bahkan sekitar 150 ribu titik layanan publik belum memiliki akses internet yang memadai.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan setidaknya ada lima aspek kebijakan yang harus dikelola secara komprehensif untuk mendukung terselenggaranya koneksi 5G yang berkualitas, antara lain regulasi; spektrum frekuensi radio; model bisnis; infrastruktur; dan talenta perangkat, ekosistem, dan digital.
Kelima aspek tersebut sangat vital bagi pengembangan ekosistem 5G, sehingga akan menghasilkan nilai dan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan sektor ekonomi.
Merger dan efisiensi
Isu lain yang juga mewarnai industri telekomunikasi sepanjang 2021 adalah penggabungan usaha antara Indosat dan Tri yang diyakini bisa membuat industri telekomunikasi dalam negeri menjadi lebih sehat.
Penggabungan bisnis Indosat dan Tri dinilai menjadi salah satu lompatan besar bagi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang siap menjalankan ekonomi digital, dan menciptakan struktur industri yang lebih berkelanjutan.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi mengatakan penggabungan bisnis antarperusahaan telekomunikasi seperti Indosat dan Tri, dapat mempercepat pembangunan infrastruktur dalam mendorong Indonesia menjadi negara digital.
Merger Indosat-Tri sejatinya membentuk sebuah perusahaan yang memiliki skala yang lebih besar, dari sisi kekuatan finansial dan keahlian untuk mendorong inovasi, meningkatkan pengalaman pelanggan, dan memiliki posisi yang lebih baik untuk 5G
“Ini langkah strategis yang menyatukan bisnis yang sangat saling melengkapi untuk menciptakan perusahaan telekomunikasi dan internet digital kelas dunia baru untuk Indonesia. Untuk menjalan ekonomi digital, Indonesia harus mengadopsi teknologi dan aplikasi digital yang lebih baik sesegera mungkin,” katanya.
Menurut catatan Kementerian Keuangan, ekonomi digital Indonesia diprediksi tumbuh hingga delapan kali lipat pada 2030 dari Rp632 triliun menjadi Rp4.531 triliun. E-commerce akan memerankan peran yang sangat besar, yaitu 34 persen atau setara dengan Rp1.900 triliun.
Salah satu cara mengoptimalkan potensi ekonomi digital adalah meningkatkan pengembangan infrastruktur telekomunikasi serta perlindungan konsumen digital.
Dengan kekuatan finansial yang lebih besar maka Indosat-Tri memiliki kesempatan yang lebih besar untuk membangun tidak hanya infrastruktur tetapi juga bisa melakukan transformasi digital yang lebih luas.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga mengatakan, untuk membangun sebuah ekonomi digital berbasis layanan 5G dan pengembangannya ke depan, dibutuhkan investasi atau biaya biaya modal yang sangat besar.
Indonesia dalam implementasi teknologi 5G masih sangat tertinggal dibanding negara lain, selain karena persoalan regulasi juga karena minimnya belanja modal dan belanja operasional operator telekomunikasi di Indonesia.
Merger Indosat-Tri ini, menjadi sebuah harapan besar bagi industri dan masyarakat untuk mendapat layanan yang semakin berkualitas dan harga yang lebih terjangkau bagi publik.
Dengan demikian, dalam mengembangkan industri telekomunikasi berkelanjutan, investasi dan ketersediaan infrastruktur menjadi hal yang paling mendasar dalam mengembangkan layanan 5G di Indonesia, terutama terkait perluasan jaringan dan kemampuan pendanaan.
Karena itu investasi jaringan menjadi aspek penting yang harus dipenuhi, agar pengembangan 5G tidak sekedar ada, tapi juga memberikan manfaat dalam menyebarkan kesejahteraan ekonomi hingga ke wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) di seluruh Indonesia.