Sigi (ANTARA) - Gempa besar disusul tsunami dan likuefaksi yang melanda beberapa bagian wilayah Sulawesi Tengah pada 28 September tahun 2018 selain menyebabkan 4.340 korban jiwa dan 4.438 orang terluka juga mengakibatkan kerusakan infrastruktur, fasilitas umum, dan puluhan ribu rumah warga.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diperbarui pada 5 Februari 2019, bencana itu mengakibatkan kerusakan tujuh jembatan, 362 pertokoan, 265 sekolah, lima hotel, 78 perkantoran, 327 rumah ibadah, dan 68.451 rumah di Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.

Sebanyak 11.788 rumah warga yang rusak di Palu, Donggala, dan Sigi tercatat berada di zona merah, daerah yang berisiko tinggi mengalami bencana serupa, sehingga pemerintah memutuskan untuk merelokasi penghuninya ke daerah yang dinilai lebih aman.

Pemerintah membantu perbaikan rumah warga yang rusak serta membangunkan hunian tetap bagi warga yang kehilangan tempat tinggal akibat bencana alam dengan dukungan dari organisasi-organisasi kemanusiaan.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membangunkan 8.788 unit hunian tetap dan organisasi-organisasi kemanusiaan membangunkan kurang lebih 3.000 unit hunian bagi korban bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah.

Hunian tetap bagi korban bencana dibangun di zona hijau, daerah yang dinilai berisiko rendah mengalami bencana alam, di Palu, Sigi, dan Donggala.

Menurut keputusan Gubernur Sulawesi Tengah tahun 2018 tentang penetapan lokasi tanah relokasi dalam upaya pemulihan dampak bencana, pembangunan hunian tetap bagi korban bencana antara lain dilakukan di area seluas 79,3 hektare di Kelurahan Duyu dan area seluas 481,63 hektare di Kelurahan Tondo dan Talise di Kota Palu serta area seluas 362 hektare di Desa Pombewe dan Olobuju, Kabupaten Sigi. 

Sebagian warga yang terdampak gempa, tsunami, dan likuefaksi kini sudah bisa meninggalkan hunian sementara yang tidak bisa dibilang nyaman untuk ditempati.

Hunian sementara dibangun dari tripleks. Ukuran tiap biliknya sekitar 2x2 meter. Penghuni hunian sementara harus menggunakan dapur, toilet, dan kamar mandi umum yang kondisinya kurang terawat. 

Di Desa Pombewe, warga yang terdampak bencana sekarang sudah bisa memulai kehidupan baru yang lebih nyaman di hunian tetap.

"Alhamdulillah kami bersyukur pemerintah masih peduli dan perhatian dengan kami dengan memberikan rumah di kawasan Huntap Pombewe ini. Kalau di huntara tidak mampu saya tinggal satu atap dengan pengungsi lainnya. Ribut sekali," kata Indrawati, warga yang tinggal di kompleks hunian tetap bagi korban bencana di Desa Pombewe, Rabu.

Indrawati berasal dari Desa Mpanau, Kabupaten Sigi. Rumah Indrawati yang hancur akibat bencana alam tahun 2018 berada di zona rawan bencana gempa dan likuefaksi sehingga pemerintah daerah memindahkan keluarganya ke kompleks Hunian Tetap (Huntap) Pombewe.

Indrawati mendapat satu unit hunian lengkap dengan perabotan rumah tangga seperti meja, kursi, ranjang, kompor dan tabung gas. Dia juga sudah menerima sertifikat tanah di hunian yang ia tempati pada awal tahun 2020.

Ia beruntung bisa bertetangga dengan warga terdampak bencana dari desa asalnya yang tanah dan rumahnya berasa di zona rawan bencana.

Bersama penyintas bencana yang lain, Indrawati menjaga dan merawat lingkungan tempat tinggalnya di Pombewe agar lebih nyaman ditinggali.

"Di sini saat siang hari, apalagi saat matahari terik, sangat panas sehingga saya berinisiatif menanam tumbuh-tumbuhan di pekarangan agar rindang dan sejuk," katanya.

"Saya juga mengajak para tetangga ikut menanam tumbuhan di pekarangan huniannya. Jika sudah tumbuh besar tumbuhan itu akan menyejukkan," ia menambahkan.

Indrawati dan warga lainnya menanam sayur mayur, tanaman obat, dan pohon buah-buahan di pekarangan rumah baru mereka.

Guna menciptakan lingkungan yang aman, tenteram, dan nyaman, warga Huntap Pombewe berusaha menyelesaikan permasalahan yang muncul secara bersama melalui musyawarah.

"Jika ada omongan kurang enak yang beredar di tengah-tengah WTB (warga terdampak bencana), apalagi jika mengarah pada fitnah, kami langsung mendatangi orang pertama yang mengucapkan perkataan itu untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar," katanya. 

Indrawati dipercaya warga untuk membantu memfasilitasi penyelesaian masalah penghuni Huntap Pombewe serta menyampaikan aspirasi penghuni ke pemerintah karena dinilai cakap dan berani bicara.

"Kalau yang lain kadang takut bicara jika mereka mengalami kesulitan. Jadi saya yang didorong mewakili mereka untuk menyampaikan keluhan," kata dia.


Melebihi Ekspektasi

Indrawati menilai fasilitas yang disediakan di Huntap Pombewe cukup lengkap, melebihi ekspektasi warga yang terdampak bencana meski belum 100 persen rampung.

Jalan menuju kompleks Huntap Pombewe, yang bersebelahan dengan Universitas Islam Negeri Datokarama, sudah diaspal dan lampu-lampu penerangan yang dipasang di kompleks hunian berfungsi baik pada malam hari.

Jaringan listrik, drainase, dan sarana air bersih sudah dibangun di kompleks hunian tetap. Sumur bor yang dibangun di tiga lokasi di kompleks hunian bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga.

Pemerintah juga sudah membangun masjid di sana.

Fasilitas pendidikan pun sudah tersedia di sekitar Huntap Pombewe, termasuk sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Jarak kompleks hunian tetap dengan sekolah berkisar 500 meter sampai 4,3 kilometer.

Warga Huntap Pombewe yang membutuhkan pelayanan kesehatan bisa memanfaatkan layanan Puskesmas Pembantu Desa Pombewe, Puskesmas Biromaru, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tora Belo yang beroperasi 24 Jam.

Di Pasar Ranggulalo yang berada sekitar 4,2 kilometer dari kompleks hunian tetap warga bisa membeli barang-barang keperluan sehari-hari. Kantor-kantor cabang pembantu bank juga ada di sekitar kawasan hunian.

Selain itu, kompleks hunian tetap bagi penyintas bencana di Desa Pombewe, Kecamatan Sigi Biromaru, berada tidak jauh dari kantor pemerintahan.

Jarak dari kompleks hunian tetap ke Kantor Desa Pombewe bisa ditempuh dalam waktu 15 menit menggunakan kendaraan dan perjalanan dari hunian tetap menuju Kantor Kecamatan Biromaru membutuhkan waktu sekitar 20 menit.

Sedangkan waktu tempuh dari kompleks Huntap Pombewe menuju ke pusat pemerintahan Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing sekitar 50 menit dan 40 menit menggunakan kendaraan.


Dalam Penyelesaian

Pemerintah sedang menyelesaikan pembangunan taman bermain, tempat berkumpul warga, pasar, fasilitas kesehatan, dan fasilitas umum lain di Huntap Pombewe.

Meski belum semua fasilitasnya selesai dibangun, para penyintas bersyukur sudah bisa menempati rumah di kompleks Huntap Pombewe. 

Asrida bersyukur bisa menempati hunian tetap setelah rumah dengan luas 25x25 meter miliknya di Kelurahan Balaroa, Kota Palu, hancur lebur akibat likuefaksi.

Sebelum menempati hunian tetap di Pombewe, Asrida selama dua tahun tinggal di hunian sementara bagi korban bencana di Desa Lolu, Kabupaten Sigi.

Kini dia bersama keluarganya bisa tinggal di rumah dan membuka warung. "Kalau di huntara tidak ada pemasukan. Hanya makan dan tidur. Panas sekali," katanya.

Asrida bertemu jodoh saat tinggal di hunian sementara. Asbir, yang kini menjadi suami Asrida, adalah warga asal Sigi yang bekerja di proyek pembangunan Huntap Pombewe.

Guna mencegah pencurian material untuk pembangunan Huntap Pombewe, Asbir bersama warga terdampak bencana yang tinggal di kompleks itu berinisiatif melakukan ronda malam.

"Suami saya dan warga terdampak bencana melakukan ronda secara sukarela. Pas berhenti (ronda) mulai lagi aksi pencurian," kata Asrida.

"Tapi sekarang sudah mulai jarang terjadi pencurian, karena sudah banyak yang menghuni. Kalau dulu masih banyak yang kosong," ia menambahkan.

Pemerintah semula menargetkan pembangunan 605 unit hunian tetap di Pombewe selesai Desember 2021. Namun sampai saat ini baru 400 unit hunian yang selesai dibangun dan sebagian besar telah dihuni. Sebanyak 205 unit hunian masih dalam proses pembangunan.

Pembangunan hunian tetap di Pombewe tidak bisa selesai sesuai target antara lain karena pandemi COVID-19 menyebabkan mobilisasi tenaga kerja dan bahan bangunan terhambat.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Palu pada awal Januari 2022 menginstruksikan penyelesaian segera persoalan yang menghambat pembangunan hunian tetap bagi korban gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah.
 

Pewarta : Muhammad Arshandi
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024