Palu (ANTARA) -  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) mengemukakan bahwa Kepolisian harus profesional dalam menangani tersangka kasus dugaan penembakan saat membubarkan aksi unjuk rasa di Kabupaten Parigi Moutong pada Februari lalu.
 
"Penetapan tersangka berlangsung di Jakarta. Tersangka Bripka H Bintara yang bertugas di Polres Parigi Moutong, dan saya juga sudah menghubungi Kapolda Sulteng terkait kasus ini," kata Ketua Komnas-HAM perwakilan Sulteng Dedy Askary yang dihubungi di Palu, Rabu (2/3).
 
Ia juga mengapresiasi langkah dilakukan kepolisian, yang telah bekerja cepat dalam mengungkap pelaku dugaan penembakan yang menewaskan salah satu warga di Parigi Moutong.
 
Yang mana, dalam pengungkapan ini, Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng telah melakukan uji balistik terhadap sejumlah senjata api dan proyektil yang dicurigai.
 
"Artinya, dengan terungkapnya tersangka maka proses penanganan hukum dilaksanakan harus berjalan profesional, agar publik merasa puas, serta langkah ini memperbaiki citra institusi Polri," ujar Dedy.
 
Komnas-HAM juga meminta, Pelaku penembakan harus di proses sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk menuntut pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui mekanisme hukum di peradilan umum.
 
Bahkan, Komnas-HAM Sulteng juga berharap atas kejadian itu tidak hanya pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya, tetapi pejabat memimpin institusi Kepolisian di kabupaten itu juga perlu dievaluasi.
 
"Aparat Kepolisian tidak berhenti hanya sampai mengungkap identitas pelaku, perlu komitmen dan profesionalitas dalam penanganan kasus ini," demikian Dedy.
 
Kapolda Sulteng Irjen Pol Rudy Sufhariadi di Jakarta Rabu (2/3) mengemukakan, penetapan Bripka H sebagai tersangka oleh penyidik dengan persangkaan Pasal 359 KUHP, barang siapa karena kesalahannya, kealpaannya, menyebabkan orang lain meninggal dunia, diancam dengan pidana lima tahun penjara.
 
Penetapan tersangka, berdasarkan hasil uji forensik dan uji balistik, yang dilakukan Polda Sulteng terhadap senjata api milik anggota polisi yang melakukan pengamanan aksi unjuk rasa pada 12 Februari 2022.
 
Ia menegaskan, pihaknya akan bertindak profesional dalam menangani anggota yang bersalah dengan melanggar standar operasional prosedur (SOP) maupun tindak pidana.
 
"Kami profesional menangani anggota yang bersalah di dalam melakukan pelanggaran, melanggar SOP yang telah ditetapkan Bapak Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo)," demikian Rudy.
 

Pewarta : Mohamad Ridwan
Editor : Muhammad Arshandi
Copyright © ANTARA 2024