Poso, Sulteng, (antarasulteng.com) - Pemukulan padengko, sejenis kentongan yang terbuat dari bambu oleh Bupati Poso Darmin Sigilipu bersama 150-an penari, menandai pembukaan Festival Kawaninya menyambut gerhana matahari total di Poso, Selasa.
Sekitar 1.000 warga dan puluhan wisatawan mancenagara menghadiri acara yang dipusatkan di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, sekitar 150 kilometer perjalanan darat ke arah tenggara Kota Palu.
Suasana meriah di lokasi festival diiringi tepuk tangan hadirin saat padengko dan alat bunyi-bunyikan tradisional tersebut ditabuh terus-menerus selama sekitar tiga menit.
Usai memukul padengko, gong, gendang dan alat bunyi-bunyian tradisional lainnya, ratusan penari memainkan tari `wangi ri eo` yang artinya gelap di siang hari. Tari ini menggambarkan pujian dan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemahakuasaan-Nya dalam menciptakan alam semesta, khususnya benda-benda di langit.
Diiringi tabuhan gong dan gendang, para penari membentuk lingkaran besar dalam beberapa lapis di tengah lapangan sepakbola dan meliuk-liuk penuh sukacita diiringi pemukulan padengko, lalu sesekali suasana terasa hening sejenak saat penari memanjatkan doa dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bupati Poso Darmin Sigilipu mengatakan festival Kawaninya merupakan yang pertama dan terakhir. Alasannya, gerhana matahari total seperti ini merupakan yang pertama kali terjadi di Kota Poso, dan kemungkinan tidak akan pernah terjadi lagi.
Karena itu, kata Darmin yang belum sebulan menjabat bupati itu, pihaknya memanfaatkan secara maksimal momentum gerhana kali ini untuk memperkenalkan potensi wisata, kekayaan alam dan seni budaya tradisional kepada seluruh dunia, karena iven ini mendapat perhatian besar di dunia internasional.
"Saya berharap peristiwa hari ini akan menjadikan Poso lebih terkenal di tingkat nasional dan dunia sebagai daerah wisata yang menarik, bukan daerah konflik, sehingga ke depan, kunjungan wisatawan akan mengalir lebih besar lagi," ujar purnawirawan Korps Marinir berpangkat Kolonel itu.
Ketika ditanya mengenai keamanan Poso, Darmin menegaskan bahwa Poso ini daerah yang aman dan menjadi terkesan tidak aman karena berita-berita yang muncul di media hanyalah kasus-kasus terorisme dan penembakan.
"Kalau di Jakarta itu ada kecelakaan yang membuat lima orang meninggal dunia, beritanya tidak heboh, tetapi kalau di Poso, satu saja orang tewas, beritanya bukan main hebohnya," ujarnya.
Karena itu Darmin meminta bantuan media untuk memberitahukan masyarakat internasional agar tidak perlu takut berkunjung ke Poso untuk berwisata, investasi atau kepentingan apapun.
Kadis Pariwisata Poso Putra Botilangi dalam laporannya mengatakan untuk menggelar festival Kawaninya dan pengamatan GMT, pihaknya menggandeng Lembaga Penelitian Astronomi dan Observatorium Bosccha ITB Bandung dan kelompok fotografer Rumah Kelima dari Bali.
Bosccha ITB, katanya, akan menggelar malam pesta bintang bersama warga Poso di Desa Kalora, melakukan penyuluhan dan sosialisasi astronomi dan pelatihan membuat roket air kepada masyarakat.
Di sela upacara tersebut, guru besar astronomi ITB Bandung Prof Dr Taufiq Hidayat memberikan ceramah singkat mengenai gerhana matahari total serta fenomena alam yang terkait dengan pergerakan benda-benda di langit.
Sekitar 1.000 warga dan puluhan wisatawan mancenagara menghadiri acara yang dipusatkan di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, sekitar 150 kilometer perjalanan darat ke arah tenggara Kota Palu.
Suasana meriah di lokasi festival diiringi tepuk tangan hadirin saat padengko dan alat bunyi-bunyikan tradisional tersebut ditabuh terus-menerus selama sekitar tiga menit.
Usai memukul padengko, gong, gendang dan alat bunyi-bunyian tradisional lainnya, ratusan penari memainkan tari `wangi ri eo` yang artinya gelap di siang hari. Tari ini menggambarkan pujian dan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemahakuasaan-Nya dalam menciptakan alam semesta, khususnya benda-benda di langit.
Diiringi tabuhan gong dan gendang, para penari membentuk lingkaran besar dalam beberapa lapis di tengah lapangan sepakbola dan meliuk-liuk penuh sukacita diiringi pemukulan padengko, lalu sesekali suasana terasa hening sejenak saat penari memanjatkan doa dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bupati Poso Darmin Sigilipu mengatakan festival Kawaninya merupakan yang pertama dan terakhir. Alasannya, gerhana matahari total seperti ini merupakan yang pertama kali terjadi di Kota Poso, dan kemungkinan tidak akan pernah terjadi lagi.
Karena itu, kata Darmin yang belum sebulan menjabat bupati itu, pihaknya memanfaatkan secara maksimal momentum gerhana kali ini untuk memperkenalkan potensi wisata, kekayaan alam dan seni budaya tradisional kepada seluruh dunia, karena iven ini mendapat perhatian besar di dunia internasional.
"Saya berharap peristiwa hari ini akan menjadikan Poso lebih terkenal di tingkat nasional dan dunia sebagai daerah wisata yang menarik, bukan daerah konflik, sehingga ke depan, kunjungan wisatawan akan mengalir lebih besar lagi," ujar purnawirawan Korps Marinir berpangkat Kolonel itu.
Ketika ditanya mengenai keamanan Poso, Darmin menegaskan bahwa Poso ini daerah yang aman dan menjadi terkesan tidak aman karena berita-berita yang muncul di media hanyalah kasus-kasus terorisme dan penembakan.
"Kalau di Jakarta itu ada kecelakaan yang membuat lima orang meninggal dunia, beritanya tidak heboh, tetapi kalau di Poso, satu saja orang tewas, beritanya bukan main hebohnya," ujarnya.
Karena itu Darmin meminta bantuan media untuk memberitahukan masyarakat internasional agar tidak perlu takut berkunjung ke Poso untuk berwisata, investasi atau kepentingan apapun.
Kadis Pariwisata Poso Putra Botilangi dalam laporannya mengatakan untuk menggelar festival Kawaninya dan pengamatan GMT, pihaknya menggandeng Lembaga Penelitian Astronomi dan Observatorium Bosccha ITB Bandung dan kelompok fotografer Rumah Kelima dari Bali.
Bosccha ITB, katanya, akan menggelar malam pesta bintang bersama warga Poso di Desa Kalora, melakukan penyuluhan dan sosialisasi astronomi dan pelatihan membuat roket air kepada masyarakat.
Di sela upacara tersebut, guru besar astronomi ITB Bandung Prof Dr Taufiq Hidayat memberikan ceramah singkat mengenai gerhana matahari total serta fenomena alam yang terkait dengan pergerakan benda-benda di langit.