Sigi Sulawesi Tengah (ANTARA) - Bupati Sigi Mohamad Irwan meminta para penceramah yang tergabung dalam Tim Safari Ramadhan Pemkab Sigi agar mengenalkan kepada masyarakat tentang moderasi beragama, untuk memelihara dan menjunjung tinggi kemajemukan yang ada di daerah tersebut.
"Moderasi beragama menjadi pendekatan dalam meningkatkan kualitas kerukunan antarumat beragama, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemajemukan dan perbedaan," ucap Mohamad Irwan, di Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (8/4/2022) malam.
Pada kesempatan itu, Mohamad Irwan melepas 17 penceramah yang tergabung dalam Tim Safari Ramadhan 1443 Hijriah Pemkab Sigi, yang dirangkaikan dengan buka puasa bersama di Kantor Bupati Sigi, di Dolo, Sigi.
Para penceramah dalam Tim Safari Ramadhan Pemkab Sigi akan mengunjungi 53 masjid di 14 kecamatan.
Mohamad Irwan meminta kepada penceramah agar menyesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan yang telah terbangun di masyarakat, seperti Shalat Tarawih 20 dan delapan rakaat.
"Apa yang telah ada di masyarakat agar disesuaikan saja, penceramah harus menyesuaikan dan jangan menyalahkan," ujarnya.
Bupati meminta kepada penceramah agar benar-benar memberikan pencerahan kepada umat, sehingga kehadiran penceramah di masyarakat menjadi magnet untuk meningkatkan pemahaman umat tentang keagamaan serta menjadi magnet pemersatu umat.
"Oleh karena itu moderasi beragama harus dikedepankan, sehingga perbedaan-perbedaan yang ada dijunjung tinggi," ucapnya.
Moderasi beragama, kata Mohamad Irwan, dapat dikatakan sebagai cara beragama yang moderat, untuk menghindari keekstreman dalam praktik beragama.
Moderasi beragama, katanya, menjadi pendekatan untuk peningkatan wawasan umat beragama yang diharapkan berdampak pada pemikiran dan sikap serta upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku kekerasan. Moderasi beragama mencari jalan tengah yang menyatukan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa Indonesia.
Karena itu, ujar dia, perbedaan pendapat, faham dan aliran, merupakan suatu keniscayaan yang merupakan ketentuan atau sunnatullah. Oleh karena itu tidak boleh suatu pendapat, faham dan aliran, dipaksakan kepada orang lain untuk diterima.
Bupati Sigi Mohamad Irwan (kedua dari kanan) berbincang dengan Rektor UIN Datokarama Prof Sagaf Pettalongi (kedua dari kiri), di Sigi, Jumat (8/4/2022). (ANTARA/Muhammad Hajiji)
"Moderasi beragama menjadi pendekatan dalam meningkatkan kualitas kerukunan antarumat beragama, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemajemukan dan perbedaan," ucap Mohamad Irwan, di Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (8/4/2022) malam.
Pada kesempatan itu, Mohamad Irwan melepas 17 penceramah yang tergabung dalam Tim Safari Ramadhan 1443 Hijriah Pemkab Sigi, yang dirangkaikan dengan buka puasa bersama di Kantor Bupati Sigi, di Dolo, Sigi.
Para penceramah dalam Tim Safari Ramadhan Pemkab Sigi akan mengunjungi 53 masjid di 14 kecamatan.
Mohamad Irwan meminta kepada penceramah agar menyesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan yang telah terbangun di masyarakat, seperti Shalat Tarawih 20 dan delapan rakaat.
"Apa yang telah ada di masyarakat agar disesuaikan saja, penceramah harus menyesuaikan dan jangan menyalahkan," ujarnya.
Bupati meminta kepada penceramah agar benar-benar memberikan pencerahan kepada umat, sehingga kehadiran penceramah di masyarakat menjadi magnet untuk meningkatkan pemahaman umat tentang keagamaan serta menjadi magnet pemersatu umat.
"Oleh karena itu moderasi beragama harus dikedepankan, sehingga perbedaan-perbedaan yang ada dijunjung tinggi," ucapnya.
Moderasi beragama, kata Mohamad Irwan, dapat dikatakan sebagai cara beragama yang moderat, untuk menghindari keekstreman dalam praktik beragama.
Moderasi beragama, katanya, menjadi pendekatan untuk peningkatan wawasan umat beragama yang diharapkan berdampak pada pemikiran dan sikap serta upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku kekerasan. Moderasi beragama mencari jalan tengah yang menyatukan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa Indonesia.
Karena itu, ujar dia, perbedaan pendapat, faham dan aliran, merupakan suatu keniscayaan yang merupakan ketentuan atau sunnatullah. Oleh karena itu tidak boleh suatu pendapat, faham dan aliran, dipaksakan kepada orang lain untuk diterima.