Banjarmasin (ANTARA) - Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming mengaku tidak memiliki keterkaitan perkara pokok atas terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo dalam suap izin tambang di Tanah Bumbu yang bergulir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin.
"Pokok perkara kasus ini gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," kata Mardani melalui kuasa hukumnya Irfan Idham di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin.
Dia menegaskan peralihan izin usaha pertambangan (IUP) yang menjerat terdakwa sudah melalui mekanisme serta prosedur yang berlaku. Buktinya, sertifikat clear and clean sudah keluar.
Menurut Irfan, Mardani selaku bupati kala itu, bakal memproses setiap permohonan maupun surat yang sudah sesuai dengan ketentuan. Izin tidak mungkin diteken bupati, jika tidak berdasarkan pemeriksaan bawahannya.
"Jadi, permohonan itu masuk pasti diproses oleh kepala dinas yang sudah melewati pemeriksaan berjenjang. Tidak mungkin izin itu sampai ke kementerian keluar sertifikat CnC kalau tidak lengkap secara prosedur. Berarti secara prosedur tidak ada masalah,” tuturnya.
Mardani memastikan pula taat pada proses hukum akan memenuhi panggilan pengadilan untuk bersaksi bagi terdakwa, meski perkara korupsi tersebut tidak memiliki keterkaitan atas dirinya.
Namun jika tak bisa berhadir karena alasan mendesak, dia selalu melayangkan pemberitahuan secara resmi kepada majelis hakim ketika tak menghadiri persidangan.
Seperti batal bersaksi di persidangan pada 11 April 2022 lantaran mesti menghadiri audiensi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta.
Kemudian pada persidangan 4 April 2022 lalu, Mardani tidak bisa hadir bersaksi lantaran dalam proses pemulihan pasca operasi ginjal. Surat keterangan dokter pun disampaikan ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang diperlihatkan kepada majelis hakim.
Dalam sidang yang diketuai Majelis Hakim Yusriansyah itu, terdakwa Raden Dwijono didakwa menerima suap yang disamarkan dalam bentuk hutang dari mantan Dirut PT PCN alm Henry Soetio terkait pengalihan izin usaha pertambangan (IUP).
Dia didakwa Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pokok perkara kasus ini gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," kata Mardani melalui kuasa hukumnya Irfan Idham di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin.
Dia menegaskan peralihan izin usaha pertambangan (IUP) yang menjerat terdakwa sudah melalui mekanisme serta prosedur yang berlaku. Buktinya, sertifikat clear and clean sudah keluar.
Menurut Irfan, Mardani selaku bupati kala itu, bakal memproses setiap permohonan maupun surat yang sudah sesuai dengan ketentuan. Izin tidak mungkin diteken bupati, jika tidak berdasarkan pemeriksaan bawahannya.
"Jadi, permohonan itu masuk pasti diproses oleh kepala dinas yang sudah melewati pemeriksaan berjenjang. Tidak mungkin izin itu sampai ke kementerian keluar sertifikat CnC kalau tidak lengkap secara prosedur. Berarti secara prosedur tidak ada masalah,” tuturnya.
Mardani memastikan pula taat pada proses hukum akan memenuhi panggilan pengadilan untuk bersaksi bagi terdakwa, meski perkara korupsi tersebut tidak memiliki keterkaitan atas dirinya.
Namun jika tak bisa berhadir karena alasan mendesak, dia selalu melayangkan pemberitahuan secara resmi kepada majelis hakim ketika tak menghadiri persidangan.
Seperti batal bersaksi di persidangan pada 11 April 2022 lantaran mesti menghadiri audiensi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta.
Kemudian pada persidangan 4 April 2022 lalu, Mardani tidak bisa hadir bersaksi lantaran dalam proses pemulihan pasca operasi ginjal. Surat keterangan dokter pun disampaikan ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang diperlihatkan kepada majelis hakim.
Dalam sidang yang diketuai Majelis Hakim Yusriansyah itu, terdakwa Raden Dwijono didakwa menerima suap yang disamarkan dalam bentuk hutang dari mantan Dirut PT PCN alm Henry Soetio terkait pengalihan izin usaha pertambangan (IUP).
Dia didakwa Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.