Jakarta (ANTARA) -
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar memastikan bahwa Rancangan Undang-undang Pemekaran Papua memberikan ruang afirmasi bagi Orang Asli Papua (OAP).
 
"Kami rapat (dengan DPR RI) untuk memastikan hadirnya pemekaran Papua memberikan ruang bagi OAP," kata Bahtiar di Jakarta, Selasa.
 
Upaya memastikan pemekaran yang memberikan ruang pada OAP, kata Bahtiar, seperti soal OAP menjadi CPNS pertama kalinya di wilayah provinsi pemekaran. "Tadi juga muncul aspirasi untuk penambahan batas usia paling tinggi 50 tahun dan lain sebagainya, ini masih akan kita bahas lebih lanjut," katanya.
 
Dia mengatakan Kemendagri telah melakukan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR RI untuk Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Pemekaran Provinsi Papua, pada Selasa, 28 Juni 2022.
 
Rapat ini, kata dia, fokus pada salah satu pasal terkait pengisian ASN dan tenaga honorer di 3 provinsi hasil pemekaran di Provinsi Papua. Tak hanya itu, rapat ini lanjut dia, membahas mengenai relevansi antara RUU Pemekaran dengan penataan ASN yang sudah ada.

Ia mengatakan pemekaran Papua mencakup Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Ketiga pemekaran provinsi itu diharapkan mampu memberikan ruang bagi masyarakat asli Papua untuk dapat berkontribusi membangun daerahnya, sekaligus menerima manfaat pemekaran wilayah.
 
Selain itu, lanjutnya, pada rapat tersebut dibahas pencepatan pengisian jabatan ASN agar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan berjalan cepat, efektif, dan efisien. Pengisian jabatan ASN pada pemekaran Provinsi Papua dapat dilakukan dengan beberapa skema. 
"RUU ini selain menjadi landasan pemekaran tiga provinsi, juga menjadi landasan hukum soal penempatan ASN," kata dia.

Sementara itu Anggota DPR RI Komarudin Watubun meminta delapan bupati yang nantinya masuk dalam Provinsi Papua Tengah agar duduk bersama dan menyepakati daerah yang akan menjadi ibu kota provinsi. "Silakan duduk dan sepakati bersama di mana ibu kota provinsi dan jangan sembunyi dibalik rakyat karena sebagai pemimpin, maka para bupati harus tegas dan tidak mementingkan ego pribadi," katanya, di Papua, Selasa..
 
Ia meminta para bupati jangan selalu bersembunyi dibalik masyarakat karena para bupati telah dipilih menjadi wakil mereka di pemerintahan.
 
Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Papua itu mengaku dari delapan daerah yang masuk di Provinsi Papua Tengah, dua di antaranya ingin ibu kota di Timika, yaitu Kabupaten Mimika dan Kabupaten Puncak, sedangkan kabupaten yang meminta Ibu Kota Provinsi Papua Tengah di Nabire,  yaitu Kabupaten Intan Jaya, Nabire, Deiyai, Dogiyai, Puncak Jaya, dan Kabupaten Paniai.
 
"Silakan duduk dan putuskan karena Komisi II DPR RI akan mendukung apa keputusan tersebut, " kata Komarudin.
 
Selain masalah Ibu Kota Provinsi Papua Tengah, kata dia, pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Papua diwarnai dengan penolakan Kabupaten Pegunungan Bintang masuk ke Provinsi Pegunungan Tengah Papua. "Memang benar, Kabupaten Pegunungan Bintang menolak bergabung dengan Provinsi Pegunungan Tengah Papua dan tetap berada di provinsi induk, yakni Papua," katanya.
 
Alasan yang diungkapkan Pegunungan Bintang, papar dia, karena lebih dekat ke wilayah Papua dibanding ke Pegunungan Tengah. Padahal, tambahnya, salah satu tujuan pemekaran adalah memperpendek rentang kendali dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah.
 
Bupati Intan Jaya Natalis Tabuni menyatakan dukungannya bila Ibu Kota Provinsi Papua Tengah di Nabire dengan beberapa alasan. Selain merupakan kabupaten induk, ujar Tabuni, Nabire lebih dekat dibanding ke Timika dan sudah ada Jalan Trans Papua poros jalan Nabire-Enarotali (Kabupaten.Paniai) yang melintasi Kabupaten Dogiyai dan Deiyai.
 

Pewarta : Boyke Ledy Watra
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024