Jakarta (ANTARA) - Masih jelas dalam ingatan Redina (41) akan kebakaran hebat yang membuatnya harus berlarian untuk mengungsi, menjauh dari api.
Minggu malam, 14 tahun lalu, ia dikagetkan dengan seruan warga untuk segera keluar dari rumah, menyelamatkan diri karena adanya kebakaran dari salah satu tangki di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara.
Api membumbung tinggi membuat hawa panas menyeruak ke permukiman warga, termasuk rumah Redina yang berada di Jalan Mandiri, Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara. Tempat tinggalnya berada dalam radius kurang 2 kilometer dari titik api berasal.
Usai kejadian itu memang tidak ada perumahan warga yang terbakar karena api berhasil dipadamkan sebelum menjalar ke perumahan.
Belum saja kenangan itu sirna, Redina kembali merasakan ketakutan yang jauh lebih dalam akan kobaran api yang begitu dahsyat dari kebakaran 2009 silam.
Pada Jumat sore, 3 Maret 2023, hari tampak biasa baginya. Sekitar pukul enam petang, ia tiba di rumah selepas kerja. Hanya saja, ada bau bensin yang tercium samar-samar menusuk hidungnya.
Aneh, katanya, sebab pengisian bahan bakar di Depo Pertamina biasanya dilakukan pada malam hari, saat warga sedang terlelap tidur.
Namun, ia mengenyahkan pikiran aneh itu dan melanjutkan mandi agar bisa berkumpul dengan kedua anaknya.
Hujan mengguyur pukul delapan malam, suara petir menggelegar. Tak lama setelah itu, ia mendengar seperti ada suara ledakan.
"Petir menyambar tiga kali, ketiga kalinya 'jedurrr', tanah sampai bergetar rasanya," ungkap Redina.
Ketika membuka pintu, benar saja hawa panas sudah mengadang dan warga pun kocar-kacir, panik. Seruan "kebakaran...kebakaran di Depo" terus berulang.
Dengkul Redina lemas. Namun, ia berpikir taktis untuk segera membawa kedua anaknya yang berusia 12 tahun dan 6 tahun untuk berlari menuju ke jalan besar.
Keadaan sudah kacau di Jalan Mandiri, Rawabadak Selatan. Warga berhamburan, berlari, bahkan saat ingin menuju jalan besar, mobil damkar juga berjalan kencang, seperti hendak menabrak warga di sekitar.
Hari-hari di posko
Bersama dengan ratusan warga lainnya, Redina ditempatkan di salah satu posko pengungsian yang berada di RPTRA Rasela, Rawabadak Selatan, Jakarta Utara.
Ia mengaku bersyukur dapat selamat dari musibah itu, tatkala warga lainnya bercerita ada kerabat dan keluarga yang terbakar hangus walau masih sadarkan diri akibat ledakan di Depo Pertamina.
Ia merasa aman di posko bersama pengungsi lainnya menghabiskan jam demi jam melihat anak-anak melakukan aktivitas pemulihan trauma (trauma healing).
Putri pertamanya, Angel (12), tampak memisahkan diri dari anak-anak sebayanya yang sedang antusias mengikuti kegiatan bernyanyi dan berlomba yang diberikan oleh konselor trauma.
Redina mengatakan Angel memang menjadi murung setelah melihat kobaran api dan riuh teriakan warga saat berlari mengungsi.
Sejak pengungsian dibuka hari Sabtu (4/3), kegiatan pemulihan trauma di Posko RPTRA Rasela tidak habisnya diberikan.
Salah satu kegiatan pascatrauma yakni dilakukan oleh Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI).
Usai bernyanyi dan belajar tentang kebersihan cuci tangan, anak-anak diberikan hadiah seperti susu dan voucher minimarket jika berhasil menghapal enam langkah cuci tangan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyambangi posko penyembuhan trauma di RPTRA Rasela, Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Minggu (5/3/2023) ANTARA/Mentari Dwi Gayati
Ketua Umum PPPKMI Mery Aderita menyatakan bernyanyi dan kegiatan menyenangkan lainnya sangat bermanfaat bagi anak-anak untuk mengalihkan dari rasa takut maupun potensi trauma.
Menurut dia, kebanyakan anak tampak biasa saja, bergembira dengan teman sebaya. Namun, jika dihadapkan satu per satu, mereka sebenarnya masih trauma dengan bencana itu.
Bahkan, Mery menjelaskan salah satu anak bercerita tetangganya terkena uap panas hingga melukai kulit ketika sedang bersama-sama mengungsi.
Para psikolog dari PPPKMI hanya mampu berkomunikasi sedikitnya lima orang dalam satu hari karena bentuk konseling dilakukan secara sendiri-sendiri (one on one).
Ia berharap rekan-rekan seprofesi psikolog dapat secara sukarela melakukan intervensi baik kepada dewasa maupun anak-anak terdampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
Mengantisipasi trauma berulang
Kebakaran di Depo Pertamina Plumpang sebetulnya bukan kali pertama dirasakan oleh Redina dan ratusan warga terdampak lainnya yang berada di sekitar Depo.
Selama 5 tahun terakhir, banyak insiden kebakaran yang dialami. Setelah kebakaran di lokasi yang sama, ada juga kebakaran gas yang menyebabkan seorang warga terpanggang. Belum lagi ledakan di Depo Pertamina pada 2009.
Psikolog Klinis Personal Growth Stefany Valentia mengungkapkan bahwa situasi krisis, seperti bencana alam dan kebakaran, dapat membuat trauma seseorang berkembang.
Kecenderungan seseorang, termasuk anak-anak untuk memiliki trauma baru, dapat didiagnosis setelah 1 bulan kejadian.
Sejumlah tindakan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi trauma pada korban terdampak kebakaran adalah penuhi dulu kebutuhan dasarnya, seperti sandang, pangan, dan papan.
Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Jakarta Utara bergegas menyiapkan 10 posko pengungsian untuk korban agar memudahkan pemberian bantuan.
Setelah kebutuhan dasar dipenuhi di posko, kebutuhan rasa aman oleh korban juga harus terpenuhi, contohnya jika korban terpisah dengan anggota keluarganya harus disatukan dulu.
Kemudian, barulah mereka diberi ruang untuk bercerita. Hal ini penting dilakukan karena bisa saja trauma muncul karena seseorang memendam rasa takut tersebut terlalu lama.
Stefany juga menegaskan bahwa agar tidak terjadi trauma berulang, para korban sebaiknya tidak lagi kembali bermukim di lokasi eks kebakaran.
"Jika kejadian serupa berulang, itu membuat potensi trauma lebih besar karena situasi krisis yang berulang itu. Saya tidak berdaya lagi, saya tidak berkapasitas lagi menghadapi ini, sehingga sangat mungkin berkembang menjadi trauma," katanya.
Di sisi lain, Redina dan para korban lainnya tidak punya pilihan untuk pindah dari rumah kontrakan mereka karena harga sewa yang terbilang murah untuk lokasi di Jakarta.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk segera merelokasi tempat tinggal korban kebakaran yang berasal dari Depo Pertamina Plumpang.
Saat meninjau salah satu posko korban kebakaran, yakni di RPTRA Rasela Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Minggu (5/3), Presiden Jokowi menekankan bahwa lokasi eks kebakaran tidak bisa lagi ditinggali.
Kepala Negara mengatakan relokasi untuk para korban secepatnya diputuskan dalam satu atau dua hari oleh Menteri BUMN, Pertamina, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Relokasi tersebut bisa dua kemungkinan, yakni memindahkan para penduduk ke pulau reklamasi, atau memindahkan lokasi depo Pertamina.
Redina dan warga Rawabadak Selatan lainnya tentu tidak ingin dibayangi kejadian naas serupa yang menimpa mereka.
Apalagi, ledakan kali ini merenggut 17 nyawa, dua di antaranya adalah anak-anak.
Minggu malam, 14 tahun lalu, ia dikagetkan dengan seruan warga untuk segera keluar dari rumah, menyelamatkan diri karena adanya kebakaran dari salah satu tangki di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara.
Api membumbung tinggi membuat hawa panas menyeruak ke permukiman warga, termasuk rumah Redina yang berada di Jalan Mandiri, Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara. Tempat tinggalnya berada dalam radius kurang 2 kilometer dari titik api berasal.
Usai kejadian itu memang tidak ada perumahan warga yang terbakar karena api berhasil dipadamkan sebelum menjalar ke perumahan.
Belum saja kenangan itu sirna, Redina kembali merasakan ketakutan yang jauh lebih dalam akan kobaran api yang begitu dahsyat dari kebakaran 2009 silam.
Pada Jumat sore, 3 Maret 2023, hari tampak biasa baginya. Sekitar pukul enam petang, ia tiba di rumah selepas kerja. Hanya saja, ada bau bensin yang tercium samar-samar menusuk hidungnya.
Aneh, katanya, sebab pengisian bahan bakar di Depo Pertamina biasanya dilakukan pada malam hari, saat warga sedang terlelap tidur.
Namun, ia mengenyahkan pikiran aneh itu dan melanjutkan mandi agar bisa berkumpul dengan kedua anaknya.
Hujan mengguyur pukul delapan malam, suara petir menggelegar. Tak lama setelah itu, ia mendengar seperti ada suara ledakan.
"Petir menyambar tiga kali, ketiga kalinya 'jedurrr', tanah sampai bergetar rasanya," ungkap Redina.
Ketika membuka pintu, benar saja hawa panas sudah mengadang dan warga pun kocar-kacir, panik. Seruan "kebakaran...kebakaran di Depo" terus berulang.
Dengkul Redina lemas. Namun, ia berpikir taktis untuk segera membawa kedua anaknya yang berusia 12 tahun dan 6 tahun untuk berlari menuju ke jalan besar.
Keadaan sudah kacau di Jalan Mandiri, Rawabadak Selatan. Warga berhamburan, berlari, bahkan saat ingin menuju jalan besar, mobil damkar juga berjalan kencang, seperti hendak menabrak warga di sekitar.
Hari-hari di posko
Bersama dengan ratusan warga lainnya, Redina ditempatkan di salah satu posko pengungsian yang berada di RPTRA Rasela, Rawabadak Selatan, Jakarta Utara.
Ia mengaku bersyukur dapat selamat dari musibah itu, tatkala warga lainnya bercerita ada kerabat dan keluarga yang terbakar hangus walau masih sadarkan diri akibat ledakan di Depo Pertamina.
Ia merasa aman di posko bersama pengungsi lainnya menghabiskan jam demi jam melihat anak-anak melakukan aktivitas pemulihan trauma (trauma healing).
Putri pertamanya, Angel (12), tampak memisahkan diri dari anak-anak sebayanya yang sedang antusias mengikuti kegiatan bernyanyi dan berlomba yang diberikan oleh konselor trauma.
Redina mengatakan Angel memang menjadi murung setelah melihat kobaran api dan riuh teriakan warga saat berlari mengungsi.
Sejak pengungsian dibuka hari Sabtu (4/3), kegiatan pemulihan trauma di Posko RPTRA Rasela tidak habisnya diberikan.
Salah satu kegiatan pascatrauma yakni dilakukan oleh Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI).
Usai bernyanyi dan belajar tentang kebersihan cuci tangan, anak-anak diberikan hadiah seperti susu dan voucher minimarket jika berhasil menghapal enam langkah cuci tangan.
Ketua Umum PPPKMI Mery Aderita menyatakan bernyanyi dan kegiatan menyenangkan lainnya sangat bermanfaat bagi anak-anak untuk mengalihkan dari rasa takut maupun potensi trauma.
Menurut dia, kebanyakan anak tampak biasa saja, bergembira dengan teman sebaya. Namun, jika dihadapkan satu per satu, mereka sebenarnya masih trauma dengan bencana itu.
Bahkan, Mery menjelaskan salah satu anak bercerita tetangganya terkena uap panas hingga melukai kulit ketika sedang bersama-sama mengungsi.
Para psikolog dari PPPKMI hanya mampu berkomunikasi sedikitnya lima orang dalam satu hari karena bentuk konseling dilakukan secara sendiri-sendiri (one on one).
Ia berharap rekan-rekan seprofesi psikolog dapat secara sukarela melakukan intervensi baik kepada dewasa maupun anak-anak terdampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
Mengantisipasi trauma berulang
Kebakaran di Depo Pertamina Plumpang sebetulnya bukan kali pertama dirasakan oleh Redina dan ratusan warga terdampak lainnya yang berada di sekitar Depo.
Selama 5 tahun terakhir, banyak insiden kebakaran yang dialami. Setelah kebakaran di lokasi yang sama, ada juga kebakaran gas yang menyebabkan seorang warga terpanggang. Belum lagi ledakan di Depo Pertamina pada 2009.
Psikolog Klinis Personal Growth Stefany Valentia mengungkapkan bahwa situasi krisis, seperti bencana alam dan kebakaran, dapat membuat trauma seseorang berkembang.
Kecenderungan seseorang, termasuk anak-anak untuk memiliki trauma baru, dapat didiagnosis setelah 1 bulan kejadian.
Sejumlah tindakan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi trauma pada korban terdampak kebakaran adalah penuhi dulu kebutuhan dasarnya, seperti sandang, pangan, dan papan.
Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Jakarta Utara bergegas menyiapkan 10 posko pengungsian untuk korban agar memudahkan pemberian bantuan.
Setelah kebutuhan dasar dipenuhi di posko, kebutuhan rasa aman oleh korban juga harus terpenuhi, contohnya jika korban terpisah dengan anggota keluarganya harus disatukan dulu.
Kemudian, barulah mereka diberi ruang untuk bercerita. Hal ini penting dilakukan karena bisa saja trauma muncul karena seseorang memendam rasa takut tersebut terlalu lama.
Stefany juga menegaskan bahwa agar tidak terjadi trauma berulang, para korban sebaiknya tidak lagi kembali bermukim di lokasi eks kebakaran.
"Jika kejadian serupa berulang, itu membuat potensi trauma lebih besar karena situasi krisis yang berulang itu. Saya tidak berdaya lagi, saya tidak berkapasitas lagi menghadapi ini, sehingga sangat mungkin berkembang menjadi trauma," katanya.
Di sisi lain, Redina dan para korban lainnya tidak punya pilihan untuk pindah dari rumah kontrakan mereka karena harga sewa yang terbilang murah untuk lokasi di Jakarta.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk segera merelokasi tempat tinggal korban kebakaran yang berasal dari Depo Pertamina Plumpang.
Saat meninjau salah satu posko korban kebakaran, yakni di RPTRA Rasela Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Minggu (5/3), Presiden Jokowi menekankan bahwa lokasi eks kebakaran tidak bisa lagi ditinggali.
Kepala Negara mengatakan relokasi untuk para korban secepatnya diputuskan dalam satu atau dua hari oleh Menteri BUMN, Pertamina, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Relokasi tersebut bisa dua kemungkinan, yakni memindahkan para penduduk ke pulau reklamasi, atau memindahkan lokasi depo Pertamina.
Redina dan warga Rawabadak Selatan lainnya tentu tidak ingin dibayangi kejadian naas serupa yang menimpa mereka.
Apalagi, ledakan kali ini merenggut 17 nyawa, dua di antaranya adalah anak-anak.