Kupang (ANTARA) - Organisasi yang bergerak di bidang pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT) Timor Belajar meminta Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor B Laiskodat untuk membatalkan kebijakan tentang sekolah pukul 05.30 WITA bagi anak-anak SMA/SMK di NTT.
Baca juga: Gubernur minta dukungan Kemendikbudristek siapkan angkatan kerja di Sulteng
"Menanggapi kebijakan yang mewajibkan siswa SMA dan SMK di NTT masuk sekolah pukul 05.30 WITA yang dimulai dengan masa percobaan pada beberapa sekolah terpilih di Kota Kupang kami menyerukan agar kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA untuk dibatalkan dan dikembalikan ke waktu semula pukul 07.30 WITA," kata Pendiri Timor Belajar, Serena Cosgrova Francis di Kupang, Kamis.
Ia mengatakan bahwa dalam berbagai pemberitaan, kebijakan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan lebih pagi, dalam hal ini pukul 05.30 WITA, dinyatakan agar mampu meningkatkan kualitas etos kerja dan bahkan dianggap sebagai gerakan revolusi mental di bidang pendidikan.
Namun nyatanya, kata dia, hingga saat ini belum ada temuan yang menyatakan korelasi antara pernyataan tersebut dan menjadi dilematis terhadap kehidupan sosial para siswa.
"Sesungguhnya Timor Belajar memiliki visi yang sama dengan pak Gubernur NTT untuk meningkatkan kualitas pendidikan di NTT. Oleh karena itu, kami mendukung segala bentuk kebijakan pendidikan yang berbasis bukti, efektif, dan mempertimbangkan kolaborasi antar pemangku kebijakan guna meningkatkan kualitas pendidikan dalam rangka mencapai Indonesia Emas 2045," katanya.
Surat permintaan penghentian sekolah mulai pukul 05.30 WITA itu, kata dia, sudah dikirim ke Gubernur NTT melampirkan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa sekolah pukul 05,30 WITA mampu meningkatkan etos kerja dan meningkatkan mutu pendidikan.
Dia juga menilai bahwa adanya situasi sekolah pagi dapat menyebabkan transisi sosiokultural yang signifikan terhadap siswa-siswi SMA dan SMK di NTT, dan mungkin memiliki implikasi negatif terhadap kemampuan mencerna informasi dan kelangsungan hidup siswa-siswi tersebut.
Ia mengatakan siswa-siswi tidak lagi dapat melakukan aktivitas yang sebelumnya dapat mereka lakukan di pagi hari sebelum mereka berangkat ke sekolah, khususnya aktivitas rumah tangga yang dapat membantu keluarga di rumah, seperti memasak, mengurus ternak, menyiapkan kebutuhan rumah, dan lain-lain.
Di samping itu juga, siswa-siswi harus menempuh perjalanan menuju sekolah ketika jalanan masih gelap dan sepi yang menyebabkan perjalanan tersebut menjadi kurang aman, apalagi kalau jarak yang ditempuh jauh.
Tidak hanya itu siswa-siswi tidak dapat mendapatkan waktu istirahat yang cukup karena harus bangun terlampau pagi dan menghabiskan sarapan pada waktu yang tepat di pagi hari tidak sedikit siswa akan merasa lelah ketika sampai di sekolah, bahkan ketika KBM belum dimulai.
"Kami juga menyakini bahwa guru-guru juga akan merasakan hal yang sama artinya guru juga tidak dapat mengajar dan memberikan pengetahuan kepada siswa-siswi secara maksimal sehingga KBM menjadi semakin kurang efektif," demikian Serena Cosgrova Francis.
Baca juga: Sulteng kembangkan pendidikan vokasi dongkrak daya saing generasi muda
Baca juga: Gubernur minta dukungan Kemendikbudristek siapkan angkatan kerja di Sulteng
"Menanggapi kebijakan yang mewajibkan siswa SMA dan SMK di NTT masuk sekolah pukul 05.30 WITA yang dimulai dengan masa percobaan pada beberapa sekolah terpilih di Kota Kupang kami menyerukan agar kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA untuk dibatalkan dan dikembalikan ke waktu semula pukul 07.30 WITA," kata Pendiri Timor Belajar, Serena Cosgrova Francis di Kupang, Kamis.
Ia mengatakan bahwa dalam berbagai pemberitaan, kebijakan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan lebih pagi, dalam hal ini pukul 05.30 WITA, dinyatakan agar mampu meningkatkan kualitas etos kerja dan bahkan dianggap sebagai gerakan revolusi mental di bidang pendidikan.
Namun nyatanya, kata dia, hingga saat ini belum ada temuan yang menyatakan korelasi antara pernyataan tersebut dan menjadi dilematis terhadap kehidupan sosial para siswa.
"Sesungguhnya Timor Belajar memiliki visi yang sama dengan pak Gubernur NTT untuk meningkatkan kualitas pendidikan di NTT. Oleh karena itu, kami mendukung segala bentuk kebijakan pendidikan yang berbasis bukti, efektif, dan mempertimbangkan kolaborasi antar pemangku kebijakan guna meningkatkan kualitas pendidikan dalam rangka mencapai Indonesia Emas 2045," katanya.
Surat permintaan penghentian sekolah mulai pukul 05.30 WITA itu, kata dia, sudah dikirim ke Gubernur NTT melampirkan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa sekolah pukul 05,30 WITA mampu meningkatkan etos kerja dan meningkatkan mutu pendidikan.
Dia juga menilai bahwa adanya situasi sekolah pagi dapat menyebabkan transisi sosiokultural yang signifikan terhadap siswa-siswi SMA dan SMK di NTT, dan mungkin memiliki implikasi negatif terhadap kemampuan mencerna informasi dan kelangsungan hidup siswa-siswi tersebut.
Ia mengatakan siswa-siswi tidak lagi dapat melakukan aktivitas yang sebelumnya dapat mereka lakukan di pagi hari sebelum mereka berangkat ke sekolah, khususnya aktivitas rumah tangga yang dapat membantu keluarga di rumah, seperti memasak, mengurus ternak, menyiapkan kebutuhan rumah, dan lain-lain.
Di samping itu juga, siswa-siswi harus menempuh perjalanan menuju sekolah ketika jalanan masih gelap dan sepi yang menyebabkan perjalanan tersebut menjadi kurang aman, apalagi kalau jarak yang ditempuh jauh.
Tidak hanya itu siswa-siswi tidak dapat mendapatkan waktu istirahat yang cukup karena harus bangun terlampau pagi dan menghabiskan sarapan pada waktu yang tepat di pagi hari tidak sedikit siswa akan merasa lelah ketika sampai di sekolah, bahkan ketika KBM belum dimulai.
"Kami juga menyakini bahwa guru-guru juga akan merasakan hal yang sama artinya guru juga tidak dapat mengajar dan memberikan pengetahuan kepada siswa-siswi secara maksimal sehingga KBM menjadi semakin kurang efektif," demikian Serena Cosgrova Francis.
Baca juga: Sulteng kembangkan pendidikan vokasi dongkrak daya saing generasi muda