Jakarta (ANTARA) - Perusahaan produsen nikel PT PAM Mineral Tbk (kode saham: NICL) mencatatkan laba bersih yang meningkat 230 persen year on year (yoy) menjadi senilai Rp150 miliar pada 2022, dari Rp45,5 miliar pada 2021.
Laba bersih tersebut ditopang oleh penjualan perseroan yang mencapai Rp1,13 triliun pada 2022, atau meningkat 170 persen yoy dari sebelumnya sebesar Rp419 miliar pada 2021, sebagaimana keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
”Kami bersyukur apa yang telah kami persiapkan dan kami usahakan di tahun 2022, perseroan mencapai kinerja yang memuaskan. Peningkatan tersebut ditopang terutama oleh kenaikan volume penjualan dan harga nikel dunia,” ujar Direktur Utama NICL Ruddy Tjanaka.
Dari sisi neraca perseroan mencatatkan pertumbuhan total aset sebesar 44 persen yoy menjadi Rp600 miliar pada 2022, dari sebelumnya Rp417 miliar pada 2021.
Ruddy menjelaskan pertumbuhan aset tersebut ditopang oleh meningkatnya ekuitas sebesar 43 persen yoy menjadi Rp497 miliar pada 2022, dari sebelumnya Rp347 miliar pada 2021.
“Dari sisi utang, perseroan tidak membukukan peningkatan utang kepada pihak ketiga yang signifikan. Perseroan pun tidak memiliki utang bank.” ujar Ruddy.
Pada 2023, pihaknya mengungkapkan NICL akan fokus meningkatkan produksi nikel menjadi sebesar 2,6 juta ton, dari sebelumnya sebesar 2,1 juta ton pada 2022, yang mana perseroan sudah memperoleh persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM untuk rencana peningkatan produksi.
“Fokus kami akan menambah cadangan nikel, baik melalui optimalisasi dari di wilayah IUP perseroan di Morowali maupun wilayah IUP anak perusahaan di Konawe. Selain itu, kami juga akan mencari peluang IUP baru, baik secara organic maupun an-organic untuk mendukung rencana perseroan di atas.” ujar Ruddy.
Pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan eksplorasi berkelanjutan dan menjaga prinsip konservasi mineral melalui optimasi pemanfaatan bijih nikel, yaitu memanfaatkan sumber daya mineral dan melakukan diversifikasi produk.
Dia menjelaskan diversifikasi produk dilakukan dengan membagi berdasarkan persentase kadar nikel yang terkandung dalam bijih menjadi bijih kadar rendah, bijih kadar menengah dan bijih kadar tinggi (Low Grade, Middle Grade, dan High Grade).
Perseroan melakukan pemanfaatan bijih kadar rendah (low grade) dengan melakukan optimalisasi cut off grade sehingga bijih kadar rendah yang sebelumnya dianggap waste dapat diolah dan dipasarkan.
Laba bersih tersebut ditopang oleh penjualan perseroan yang mencapai Rp1,13 triliun pada 2022, atau meningkat 170 persen yoy dari sebelumnya sebesar Rp419 miliar pada 2021, sebagaimana keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
”Kami bersyukur apa yang telah kami persiapkan dan kami usahakan di tahun 2022, perseroan mencapai kinerja yang memuaskan. Peningkatan tersebut ditopang terutama oleh kenaikan volume penjualan dan harga nikel dunia,” ujar Direktur Utama NICL Ruddy Tjanaka.
Dari sisi neraca perseroan mencatatkan pertumbuhan total aset sebesar 44 persen yoy menjadi Rp600 miliar pada 2022, dari sebelumnya Rp417 miliar pada 2021.
Ruddy menjelaskan pertumbuhan aset tersebut ditopang oleh meningkatnya ekuitas sebesar 43 persen yoy menjadi Rp497 miliar pada 2022, dari sebelumnya Rp347 miliar pada 2021.
“Dari sisi utang, perseroan tidak membukukan peningkatan utang kepada pihak ketiga yang signifikan. Perseroan pun tidak memiliki utang bank.” ujar Ruddy.
Pada 2023, pihaknya mengungkapkan NICL akan fokus meningkatkan produksi nikel menjadi sebesar 2,6 juta ton, dari sebelumnya sebesar 2,1 juta ton pada 2022, yang mana perseroan sudah memperoleh persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM untuk rencana peningkatan produksi.
“Fokus kami akan menambah cadangan nikel, baik melalui optimalisasi dari di wilayah IUP perseroan di Morowali maupun wilayah IUP anak perusahaan di Konawe. Selain itu, kami juga akan mencari peluang IUP baru, baik secara organic maupun an-organic untuk mendukung rencana perseroan di atas.” ujar Ruddy.
Pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan eksplorasi berkelanjutan dan menjaga prinsip konservasi mineral melalui optimasi pemanfaatan bijih nikel, yaitu memanfaatkan sumber daya mineral dan melakukan diversifikasi produk.
Dia menjelaskan diversifikasi produk dilakukan dengan membagi berdasarkan persentase kadar nikel yang terkandung dalam bijih menjadi bijih kadar rendah, bijih kadar menengah dan bijih kadar tinggi (Low Grade, Middle Grade, dan High Grade).
Perseroan melakukan pemanfaatan bijih kadar rendah (low grade) dengan melakukan optimalisasi cut off grade sehingga bijih kadar rendah yang sebelumnya dianggap waste dapat diolah dan dipasarkan.