Nairobi (ANTARA) - Presiden William Ruto mengumumkan bahwa Kenya berinisiatif untuk mempertemukan para jenderal militer yang berkonflik di Sudan, guna mengakhiri krisis di negara itu.
"Kenya berkomitmen untuk bertemu dua jenderal Sudan secara langsung untuk menemukan solusi atas krisis ini," kata Ruto kepada media di Djibouti, Senin (12/6), di sela-sela KTT kepala negara dan pemerintah Otoritas Antar-pemerintah untuk Pembangunan (IGAD).
Ruto mengatakan bahwa dalam dua minggu, koridor kemanusiaan akan dibentuk untuk memperlancar distribusi bantuan di Sudan.
“Dalam tiga minggu ke depan, kita akan memulai proses dialog nasional yang inklusif,” ujar dia.
Krisis tersebut dipicu perseteruan antara pemimpin Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) Abdel Fattah al-Burhan dan kepala kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Mohamed Hamdan Dagalo, atau biasa dikenal sebagai Hemedti.
Sejak pertempuran meletus pada 15 April 2023, situasi keamanan dan kemanusiaan terus memburuk dengan hampir 1.000 korban tewas, serta ribuan orang terluka dan terpaksa mengungsi.
Bentrokan baru-baru ini di Sudan ditandai dengan pelanggaran berulang terhadap perjanjian gencatan senjata sebelumnya, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas pelanggaran tersebut.
Sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat, Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi.
Langkah itu secara luas dikutuk oleh kekuatan politik sebagai kudeta.
Masa transisi, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir, semula dijadwalkan untuk diakhiri dengan pemilu pada awal 2024.
Sumber: Anadolu
"Kenya berkomitmen untuk bertemu dua jenderal Sudan secara langsung untuk menemukan solusi atas krisis ini," kata Ruto kepada media di Djibouti, Senin (12/6), di sela-sela KTT kepala negara dan pemerintah Otoritas Antar-pemerintah untuk Pembangunan (IGAD).
Ruto mengatakan bahwa dalam dua minggu, koridor kemanusiaan akan dibentuk untuk memperlancar distribusi bantuan di Sudan.
“Dalam tiga minggu ke depan, kita akan memulai proses dialog nasional yang inklusif,” ujar dia.
Krisis tersebut dipicu perseteruan antara pemimpin Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) Abdel Fattah al-Burhan dan kepala kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Mohamed Hamdan Dagalo, atau biasa dikenal sebagai Hemedti.
Sejak pertempuran meletus pada 15 April 2023, situasi keamanan dan kemanusiaan terus memburuk dengan hampir 1.000 korban tewas, serta ribuan orang terluka dan terpaksa mengungsi.
Bentrokan baru-baru ini di Sudan ditandai dengan pelanggaran berulang terhadap perjanjian gencatan senjata sebelumnya, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas pelanggaran tersebut.
Sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat, Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi.
Langkah itu secara luas dikutuk oleh kekuatan politik sebagai kudeta.
Masa transisi, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir, semula dijadwalkan untuk diakhiri dengan pemilu pada awal 2024.
Sumber: Anadolu