Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menilai perlu adanya pengawasan pada aturan larangan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memberikan tanda suka atau "like" pada media sosial peserta Pemilu 2024.
"Persoalannya adalah efektivitas dari larangan itu bagaimana? Seperti apa pengawasannya? Kuncinya adalah pengawasan ke depan," kata Gembong kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan aturan larangan bagi ASN Pemprov DKI Jakarta untuk membuat unggahan, komentar, membagikan, menyukai, bergabung dalam grup pemenangan bakal calon pemimpin adalah hal yang positif untuk menjaga netralitas.
Namun, menurutnya, perlu ada pengawasan dari pihak pemprov agar aturan itu bisa berjalan efektif dan tidak sia-sia.
"Larangan itu positif, saya sepakat. Tapi kuncinya adalah bagaimana ke depan pengawasan bisa dilakukan secara efektif," kata dia.
Gembong juga menekankan agar kepala dinas dan pimpinan instansi di DKI menjadi teladan bagi anak buahnya dan harus bisa mengawasi agar personelnya tidak melakukan hal-hal yang dilarang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
"Maka, kepala dinas dan yang lainnya itu jangan 'genit' untuk ikut-ikutan dalam aktivitas politik yang dilarang oleh undang-undang," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkuat netralitas ASN untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang objektif dan akuntabel di DKI Jakarta.
Sebagai bentuk upaya memperkuat netralitas ASN, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menggelar sosialisasi netralitas ASN di Balai Kota Provinsi DKI, Jakarta Pusat, pada Jumat (25/8).
Aturan ini tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Salah satu hal yang diatur sebagai bentuk pelanggaran adalah membuat unggahan, komentar, membagikan, menyukai, bergabung dalam grup pemenangan bakal calon presiden/wakil presiden/DPR/DPD/DPRD/gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota.
"Persoalannya adalah efektivitas dari larangan itu bagaimana? Seperti apa pengawasannya? Kuncinya adalah pengawasan ke depan," kata Gembong kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan aturan larangan bagi ASN Pemprov DKI Jakarta untuk membuat unggahan, komentar, membagikan, menyukai, bergabung dalam grup pemenangan bakal calon pemimpin adalah hal yang positif untuk menjaga netralitas.
Namun, menurutnya, perlu ada pengawasan dari pihak pemprov agar aturan itu bisa berjalan efektif dan tidak sia-sia.
"Larangan itu positif, saya sepakat. Tapi kuncinya adalah bagaimana ke depan pengawasan bisa dilakukan secara efektif," kata dia.
Gembong juga menekankan agar kepala dinas dan pimpinan instansi di DKI menjadi teladan bagi anak buahnya dan harus bisa mengawasi agar personelnya tidak melakukan hal-hal yang dilarang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
"Maka, kepala dinas dan yang lainnya itu jangan 'genit' untuk ikut-ikutan dalam aktivitas politik yang dilarang oleh undang-undang," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkuat netralitas ASN untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang objektif dan akuntabel di DKI Jakarta.
Sebagai bentuk upaya memperkuat netralitas ASN, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menggelar sosialisasi netralitas ASN di Balai Kota Provinsi DKI, Jakarta Pusat, pada Jumat (25/8).
Aturan ini tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Salah satu hal yang diatur sebagai bentuk pelanggaran adalah membuat unggahan, komentar, membagikan, menyukai, bergabung dalam grup pemenangan bakal calon presiden/wakil presiden/DPR/DPD/DPRD/gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota.