Jakarta (ANTARA) -
"Seorang dokter perlu memahami travel medicine baik sebelum, sesudah, atau setelah aktifitas berlibur, karena travel medicine ini juga disiplin ilmu yang cukup unik di kedokteran," katanya.
Terkait hipotermia, orang tua mesti mewaspadai apabila anak-anak di usia remaja muda (SMP-SMA) meminta izin untuk berlibur atau melakukan kegiatan pecinta alam di gunung.
"Banyak pada pendaki gunung pemula yang usianya SMP atau SMA kena hipotermia dan akhirnya menjadi korban, seringkali penyebab utamanya justru karena kedinginan dan kehujanan, kalau soal ketinggiannya itu tidak terlalu sering," katanya.
"Harus dipastikan juga dia -anak- pergi sama siapa, jadi harus dilihat dulu dan ditanyakan, misalnya ke air terjun, ke gunung sama kelompok pecinta alam yang mana, ada berapa personelnya," kata Kiki.
Ia juga menegaskan agar orang tua membekali anak tentang ilmu bertahan hidup.
"Misalnya saat pergi ke tempat panas juga, pastikan dia mengenakan topi yang seperti apa," kata Kiki.
Saat mengajak anak berlibur di dataran tinggi, atau ke negara yang sedang mengalami musim dingin, orang tua mesti waspada apabila anak mulai merasa gerah atau kepanasan.
"Jadi orang tua jangan salah persepsi kalau anaknya mulai merasa gerah, saat ke Bromo misalnya, anak tiba-tiba gerah, itu gejala hipotermia, jadi perlu diberikan air hangat manis, jangan didiamkan," tuturnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur, Martinus M Leman menyoroti kasus orang tua yang membawa anaknya mendaki.
"Beberapa bulan lalu ada kasus yang cukup menarik, ada orang tua muda membawa bayi umur satu tahun naik gunung, jadi ini memang buat pendaki muda, ada tren membawa bayi naik gunung, padahal ada usia minimal tertentu yang diperbolehkan anak bisa naik gunung," katanya.
Karena itu, ia menekankan agar orang tua senantiasa mematuhi panduan-panduan tertentu saat mendaki gunung, utamanya saat membawa anak.
"Karena beberapa tahun ini ada fenomena habis pandemi, jadi euforia membawa anak menyelam, naik gunung, kuncinya itu antisipasi dan persiapan yang matang," kata Martinus.
Dokter Anak Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) dr Kiki M K Samsi mengingatkan orang tua agar waspada hipotermia (penurunan suhu tubuh drastis) saat memutuskan mengajak anak naik gunung, memasuki musim libur Natal dan Tahun Baru.
"Gejala hipotermia itu yang menonjol justru ketika suhu tubuhnya turun lalu anak ini merasa kepanasan, orang dewasa pun merasa kepanasan, jadi mereka cenderung gerah, badannya merah, lalu membuka baju, maka dari itu tidak heran kalau ada orang yang meninggal di gunung, ditemukan bajunya terbuka karena hipotermia," kata Kiki dalam simposium IDAI yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Kiki mengingatkan pentingnya dokter anak juga memahami ilmu kedokteran tentang pengelolaan kesehatan dalam berwisata atau travel medicine."Seorang dokter perlu memahami travel medicine baik sebelum, sesudah, atau setelah aktifitas berlibur, karena travel medicine ini juga disiplin ilmu yang cukup unik di kedokteran," katanya.
Terkait hipotermia, orang tua mesti mewaspadai apabila anak-anak di usia remaja muda (SMP-SMA) meminta izin untuk berlibur atau melakukan kegiatan pecinta alam di gunung.
"Banyak pada pendaki gunung pemula yang usianya SMP atau SMA kena hipotermia dan akhirnya menjadi korban, seringkali penyebab utamanya justru karena kedinginan dan kehujanan, kalau soal ketinggiannya itu tidak terlalu sering," katanya.
"Harus dipastikan juga dia -anak- pergi sama siapa, jadi harus dilihat dulu dan ditanyakan, misalnya ke air terjun, ke gunung sama kelompok pecinta alam yang mana, ada berapa personelnya," kata Kiki.
Ia juga menegaskan agar orang tua membekali anak tentang ilmu bertahan hidup.
"Misalnya saat pergi ke tempat panas juga, pastikan dia mengenakan topi yang seperti apa," kata Kiki.
Saat mengajak anak berlibur di dataran tinggi, atau ke negara yang sedang mengalami musim dingin, orang tua mesti waspada apabila anak mulai merasa gerah atau kepanasan.
"Jadi orang tua jangan salah persepsi kalau anaknya mulai merasa gerah, saat ke Bromo misalnya, anak tiba-tiba gerah, itu gejala hipotermia, jadi perlu diberikan air hangat manis, jangan didiamkan," tuturnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur, Martinus M Leman menyoroti kasus orang tua yang membawa anaknya mendaki.
"Beberapa bulan lalu ada kasus yang cukup menarik, ada orang tua muda membawa bayi umur satu tahun naik gunung, jadi ini memang buat pendaki muda, ada tren membawa bayi naik gunung, padahal ada usia minimal tertentu yang diperbolehkan anak bisa naik gunung," katanya.
Karena itu, ia menekankan agar orang tua senantiasa mematuhi panduan-panduan tertentu saat mendaki gunung, utamanya saat membawa anak.
"Karena beberapa tahun ini ada fenomena habis pandemi, jadi euforia membawa anak menyelam, naik gunung, kuncinya itu antisipasi dan persiapan yang matang," kata Martinus.