Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa program Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap akan mendongkrak industri modul surya di dalam negeri.
“Diperkirakan program PLTS Atap bisa mendorong produksi modul surya dalam negeri,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Jisman P Hutajulu, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa pemerintah menargetkan jumlah produksi listrik sebesar 1 gigawatt (GW) dari PLTS Atap yang terhubung dengan jaringan PLN, serta 0,5 GW dari PLTS Atap non-PLN untuk setiap tahunnya.
“Dengan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp (watt peak), maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya,” kata Jisman.
Hal itulah yang menurut Jisman akan mendorong tumbuhnya industri modul surya di Indonesia.
Pada sisi hulu, kata dia lagi, Indonesia punya pasir silika yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung industri sel surya.
Pasir silika merupakan salah satu material tambang yang dapat dipergunakan untuk pembuatan gelas, kaca, bahan campuran semen, blasting pipa (sand blasting), dan lainnya.
Dengan demikian, ujar Jisman melanjutkan, diharapkan program PLTS Atap ini dapat mendukung rencana pembangunan industri hulu solar cell yang direncanakan di Jawa Tengah, Pulau Batam, dan Pulau Rempang.
Melalui Program PLTS Atap tersebut, Jisman juga mengajak masyarakat untuk ikut berkontribusi langsung dalam pemanfaatan energi hijau, serta meningkatkan kesadaran dalam melakukan efisiensi energi khususnya di siang hari dengan memaksimalkan energi dari PLTS Atap.
Kementerian ESDM mencatat bahwa capaian pengembangan PLTS Atap hingga Desember 2023 sebesar 140 megawatt (MW), dengan target pada 2025 sebesar 3,6 GW.
Dalam rangka mengakselerasi pengembangan PLTS Atap, Kementerian ESDM merevisi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, menjadi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024.
“Permen ini mengatur instalasi PLTS ATAP, baik untuk PLN sendiri sebagai pemegang wilus (wilayah usaha) terbesar di Indonesia maupun wilus (wilayah usaha) non-PLN,” kata dia pula.
“Diperkirakan program PLTS Atap bisa mendorong produksi modul surya dalam negeri,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Jisman P Hutajulu, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa pemerintah menargetkan jumlah produksi listrik sebesar 1 gigawatt (GW) dari PLTS Atap yang terhubung dengan jaringan PLN, serta 0,5 GW dari PLTS Atap non-PLN untuk setiap tahunnya.
“Dengan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp (watt peak), maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya,” kata Jisman.
Hal itulah yang menurut Jisman akan mendorong tumbuhnya industri modul surya di Indonesia.
Pada sisi hulu, kata dia lagi, Indonesia punya pasir silika yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung industri sel surya.
Pasir silika merupakan salah satu material tambang yang dapat dipergunakan untuk pembuatan gelas, kaca, bahan campuran semen, blasting pipa (sand blasting), dan lainnya.
Dengan demikian, ujar Jisman melanjutkan, diharapkan program PLTS Atap ini dapat mendukung rencana pembangunan industri hulu solar cell yang direncanakan di Jawa Tengah, Pulau Batam, dan Pulau Rempang.
Melalui Program PLTS Atap tersebut, Jisman juga mengajak masyarakat untuk ikut berkontribusi langsung dalam pemanfaatan energi hijau, serta meningkatkan kesadaran dalam melakukan efisiensi energi khususnya di siang hari dengan memaksimalkan energi dari PLTS Atap.
Kementerian ESDM mencatat bahwa capaian pengembangan PLTS Atap hingga Desember 2023 sebesar 140 megawatt (MW), dengan target pada 2025 sebesar 3,6 GW.
Dalam rangka mengakselerasi pengembangan PLTS Atap, Kementerian ESDM merevisi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, menjadi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024.
“Permen ini mengatur instalasi PLTS ATAP, baik untuk PLN sendiri sebagai pemegang wilus (wilayah usaha) terbesar di Indonesia maupun wilus (wilayah usaha) non-PLN,” kata dia pula.