TUTUR katanya lugas, mengalir nyaris tak tersendat sama sekali saat mengartikulasikan pokok pikiran terkait pengalaman hidupnya sebagai pengusaha yang dinilai oleh banyak orang sebagai sangat sukses.
Meski di kiri kanannya duduk empat orang akademisi dan birokrat yang seluruhnya bergelar akademik doktor dan seorang legislator yang terkenal cukup vocal, namun itu sama sekali tak mendegradasi rasa percaya dirinya saat berbicara tanpa teks.
Sekitar 100 orang peserta diskusi tampak terpukau bahkan tak jarang bertepuk tangan menyambut pernyataan-pernyataan bijak saat menuturkan pengalaman hidup membangun bisnisnya.
Ia sangat piawai memaknai dan mengelaborasi kata Reputasi, sebuah thema menarik yang menjadi bahan diskusi publik yang digagas Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP dan diselenggarakan bekerja sama Pemuda Muhammadiyah Palu di Swiss-bell Hotel Palu itu.
Dia adalah H. Karman Karim, pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 19 Oktober 1958. Sederhana, supel dan rendah hati merupakan kesan kebanyakan orang saat berinteraksi dengannya.
Tidak sulit ia mengartikan makna Reputasi. Ia tidak mengutip makna kata Reputasi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) atau menggogling arti kata yang diserap dari Bahasa Inggris Reputation itu di internet. Namun ketika ia menggunggah pengalaman hidup membangun bisnisnya, orang langsung 'ngeh' apa sebenarnya makna reputasi.
"Orang banyak menganggap saya ini orang kaya karena punya tiga buah mall di Sulteng. Padahal saya ini tidak punya uang sama sekali. Saya ini tidak punya mobil pribadi, bahkan rumah tinggal kami, baru beberapa waktu lalu saya ganti atapnya dengan seng karena istri saya sudah keberatan sebab tertimpa air saat hujan dari bocoran atap," ujarnya.
Mengenakan kemeja lengan panjang kotak-kotak berwara terang, dasi merah dan celana hitam serta sepatu warna oranye muda, mantan lawyer ini membenarkan bahwa ia memiliki bisnis pusat perbelanjaan modern berupa tiga buah mall, dua di Kota Palu dan satu di Poso.
"Anda tahu, semua mall itu saya bangun hanya bermodal meterai Rp6.000," katanya disambut tepuk tangan riuh hadirin yang semuaya tampak terperangah.
Suatu saat, kisah Karman, ia dipanggil Wali Kota Palu untuk membantu menyelamatkan Mall Tatura Palu milik pemerintah kota setempat yang nyaris bangkrut karena terlilit utang Rp57 miliar.
"Saya juga heran, kenapa wali kota meminta saya, bukan orang lain, padahal saya ini tak punya uang. Lalu saya datang ke mall itu dan naik di lantai paling atas. Di situ saya melihat ke langit. Pikiran saya muncul, langit saja yang tidak punya tiang penyanggah, toh tidak runtuh. Masak mall tatura yang punya ratusan penyanggah akan runtuh," tuturnya sambil mengutip ayat-ayat Alquran yang diakuinya selalu menjadi titik pijak dan sumber inspirasi dalam semua aktivitas kehidupannya.
Ia kemudian mengajak teman-temannya yang punya uang, juga menghubungi bank. Luar biasanya, kata Karman, ia cuma perlu meterai Rp6.000, usaha penyelamatan Mal Tatura pun berjalan.
Dalam tempo yang dinilai banyak orang sangat cepat, utang mal itu lunas dan sekarang anda bisa lihat seperti saat ini. Mal yang tadinya berutang Rp57 miliar, kini punya asset sekitar Rp150 miliar.
Sukses menangani mal Tatura, ia lalu ditawari Matahari Grup untuk membangun mal yang lebih besar. Pemilik tokoh swalayan modern Hypermart pun menghubunginya pula.
"Saya cuma bilang sama mereka, kalau anda mau memberi saya uang muka sebelum peletakkan batu pertama, saya akan bangun mal. Ternyata mereka setuju. Lalu saya cari meterai Rp6.000 lagi, jadilah perjanjian dan mal mulai dibangun," ucap Karman, yang pernah menekuni profesi advokat selama 25 tahun itu.
Lalu semua bank menawarkan diri untuk bekerja sama membiayai proyek itu. Saya sampai bingung mau pilih yang mana, namun akhirnya, karena Mandiri yang selama ini banyak bekerja sama, maka saya pilihlah Bank Mandiri.
"Modal kerja sama dengan mandiri juga hanya meterai Rp6.000," lagi-lagi hadirin bertepuk tangan bahkan moderator Dr Eko Joko Lelono dari Universitas Tadulako Palu tampak lupa mengendalikan waktu pembicaraan Karman Karim yang sudah hampir satu jam padahal alokasi waktu hanya 20 menit.
Kini berdiri megah Palu Grand Mal di Pantai Teluk Palu yang menghidupi sekitar 4.500 jiwa anggota keluarga yang menjadi karyawan di seluruh mal tersebut.
Poso City Mall
Lalu terbuka peluang usaha di Poso. Waktu itu, tutur Karman, Bupati Poso mengajaknya untuk membangun mal di kota itu. Kembali ia menghubungi Hypermart untuk bekerja sama.
"Anda tahu apa reaksi pertama Hypermart? Anda gila pak Karman. Poso itu daerah kacau, mana mungkin bangun mal," ujarnya. Ia mengaku hanya menjawab singkat: "yang kacau itu di media, bukan di Poso," ucapnya yang lagi-lagi disambut tepuk tangan hadirin.
Ia lalu meminta bos Hypermart untuk pergi ke Poso walau hanya beberapa jam meninjau dan pulang. Eh, ternyata saat tiba di Poso, bos itu meminta untuk menginap semalam. Setelah berkeliling melihat kondisi Kota Poso, ia kemudian memutuskan untuk keberja sama bangun mal Poso.
"Kembali saya cari meterai Rp6.000, teken perjanjian dan berdirilah Poso City Mal, sejak dua tahun lalu," katanya.
Bahkan Wakil Presiden HM. Jusuf Kalla saat berkunjung ke Poso pun sempat ragu dengan keputusannya membangun mall di Kota Poso.
Poso City Mal itu sendiri sampai saat ini masih memegang gelar sebagai mal pertama di ibu kota kabupaten di seluruh Sulawesi, dan Hypermart yang dihadirkan di situ adalah Hypermart generasi ketujuh, yang saat dibuka pada 2015, merupakan hypermart paling modern di seluruh Sulawesi.
"Semua ini saya bangun dengan konsep gila. Gila itu merupakan singkatan dari 'gali ilmunya lakukan aktivitasnya." Semuanya bermodal kepercayaan, yang diraihnya selama menjadi advokat selama 25 tahun dan memiliki koneksi dengan banyak orang kaya di Indonesia.
Namun dibalik itu semua, rahasia paling besar dari sukses yang diraihnya adalah menyenangkan hati Tuhan lewat melayani orang lain dengan memberikan sedekah, karena kalau Tuhan senang dengan kita, apapun yang kita pohonkan akan dikabulkanNya.
"Saya ini tidak punya uang karena semua yang Tuhan kasi saya habiskan untuk membantu orang lain. Dengan bersedekah saya percaya bahwa saya memiliki cadangan kekayaan yang besar dari Tuhan sebab sedekah itu sama timbangannya dengan berat dua kali bumi dan seluruh kekayaannya," ujarnya.
Ia juga menuturkan bahwa setiap kali akan memulai sebuah proyek, ia pergi ke Tanah Suci, sujud di depan Ka'abah, dan berdoa meminta kepada Tuhan dengan berkata: 'bila Engkau tidak menghendaki saya mengerjakan proyek itu, gagalkan rencana saya untuk memulainya.'
"Alhamdulillah, semua yang saya minta kepadaNya dikabulkan," tuturnya.
Kini, bermodal meterai Rp6.000 itu, ia juga sudah memulai sebuah proyek pembangunan hotel di Kota Palu dan sebuah mall di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Sambil mengutip sebuah ayat dalam Alquran, Karman mengakhiri kisahnya dengan menyebutkan, kalau anda mau sukses bangunlah pada saat sepertiga malam dan bertahajud karena saat itulah Tuhan turun menabur Rahmat kepada ummatNya.
"Setiap hari Tuhan itu membawa berkatNya untuk 250 juta orang Indonesia, tetapi yang bangun saat itu hanya tiga juta orang, sehingga hanya mereka itulah yang menikmati rahmat-rahmat itu," ucapnya berilustrasi.
Itulah makna Reputasi. Orang yang memiliki reputasi tidak takut masalah. Reputasi itu berarti sukses, dan sukses itu berarti berhasil mengatasi masalah. Saat keluar dari suatu masalah, pasti muncul masalah baru dan mungkin lebih berat. Begitu seterusnya.
"Saat kita menghembuskan nafas yang terakhir, masalah itu baru selesai. Itulah sukses yang sebenarnya. Sukses bukan memiliki harta yang banyak, tetapi sedekah yang banyak, karena sedekah itulah harta kekayaan yang mendahului untuk membukakan pintu Surga saat kita mati nanti," ujarnya.
Para peserta diskusi publik berthema 'Membangun Reputasi menuju Sulawesi Tengah yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing' yang digagas Kepala Dinas Kelutan dan Perikanan Sulteng Dr Ir H Hasanuddin Atjo itupun berebutan berfoto dengan Karman Karim setelah moderator buru-buru menutup diskusi karena adzan shalat dhuhur sudah nyaris selesai berkumandang.