Jakarta (ANTARA) - Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, pelaku industri, akademisi, praktisi kesehatan, dan konsumen dinilai sangat penting guna merumuskan strategi yang tepat untuk menurunkan prevalensi merokok.
Praktisi kesehatan, Nuran Abdat menyatakan pendekatan pentahelix melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dapat menjadi salah satu solusi yang bertujuan agar perokok dewasa memiliki pilihan untuk beralih dari kebiasaan merokok sekaligus menurunkan risikonya.
Pilihan tersebut, lanjut Nuran, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, perlu dihadirkan, karena banyak perokok dewasa yang sulit berhenti merokok.
"Menurunkan prevalensi merokok bukan sekedar fokus pada adiksi perokok. Namun, peran seluruh bidang keilmuan untuk berkolaborasi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengurangan dampak buruk tembakau melalui pendekatan alternatif," ujarnya.
Menurut Nuran, kebiasaan merokok yang dilakukan dalam jangka panjang sering menjadi tantangan dalam menurunkan prevalensi. Oleh karena itu, perlu adanya modifikasi perilaku bagi perokok dewasa yang kesulitan berhenti dari kebiasaan merokok dengan beralih ke produk tembakau alternatif yang secara ilmiah terbukti memiliki profil risiko yang lebih rendah.
Pendekatan alternatif melalui produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan, memiliki potensi dalam menurunkan prevalensi merokok.
"Harapannya ke depan kita bisa bersama-sama mengevaluasi penggunaan produk yang lebih rendah risiko ini," ujar psikolog klinis dewasa itu.
Secara terpisah Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita menyatakan peran aktif seluruh pemangku kepentingan diperlukan dalam upaya menurunkan prevalensi merokok.
Pelibatan lintas sektoral tersebut, tambahnya, untuk menjadi langkah awal dalam memberikan edukasi dan solusi lebih rendah risiko bagi perokok dewasa yang sulit berhenti merokok.
Pemerintah diharapkan dapat ikut berperan memberikan informasi yang akurat tentang produk tembakau alternatif, hal itu penting, karena merupakan kewajiban semua untuk memberi edukasi ke masyarakat mengenai produk lebih rendah risiko yang didasari oleh penelitian, bukan opini yang dibuat untuk kepentingan tertentu," katanya.
Meski lebih rendah risiko ketimbang rokok, lanjut Garindra, produk tembakau alternatif tidak ditargetkan untuk yang berusia di bawah 18 tahun, ibu hamil dan menyusui, serta non-perokok. Produk tersebut hanya diperuntukkan bagi perokok dewasa.
"Produk tembakau alternatif dapat dimanfaatkan untuk menurunkan prevalensi merokok di kalangan perokok dewasa, yang pada akhirnya akan menghemat pengeluaran pemerintah terkait beban kesehatan akibat kebiasaan merokok," katanya.
Praktisi kesehatan, Nuran Abdat menyatakan pendekatan pentahelix melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dapat menjadi salah satu solusi yang bertujuan agar perokok dewasa memiliki pilihan untuk beralih dari kebiasaan merokok sekaligus menurunkan risikonya.
Pilihan tersebut, lanjut Nuran, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, perlu dihadirkan, karena banyak perokok dewasa yang sulit berhenti merokok.
"Menurunkan prevalensi merokok bukan sekedar fokus pada adiksi perokok. Namun, peran seluruh bidang keilmuan untuk berkolaborasi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengurangan dampak buruk tembakau melalui pendekatan alternatif," ujarnya.
Menurut Nuran, kebiasaan merokok yang dilakukan dalam jangka panjang sering menjadi tantangan dalam menurunkan prevalensi. Oleh karena itu, perlu adanya modifikasi perilaku bagi perokok dewasa yang kesulitan berhenti dari kebiasaan merokok dengan beralih ke produk tembakau alternatif yang secara ilmiah terbukti memiliki profil risiko yang lebih rendah.
Pendekatan alternatif melalui produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan, memiliki potensi dalam menurunkan prevalensi merokok.
"Harapannya ke depan kita bisa bersama-sama mengevaluasi penggunaan produk yang lebih rendah risiko ini," ujar psikolog klinis dewasa itu.
Secara terpisah Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita menyatakan peran aktif seluruh pemangku kepentingan diperlukan dalam upaya menurunkan prevalensi merokok.
Pelibatan lintas sektoral tersebut, tambahnya, untuk menjadi langkah awal dalam memberikan edukasi dan solusi lebih rendah risiko bagi perokok dewasa yang sulit berhenti merokok.
Pemerintah diharapkan dapat ikut berperan memberikan informasi yang akurat tentang produk tembakau alternatif, hal itu penting, karena merupakan kewajiban semua untuk memberi edukasi ke masyarakat mengenai produk lebih rendah risiko yang didasari oleh penelitian, bukan opini yang dibuat untuk kepentingan tertentu," katanya.
Meski lebih rendah risiko ketimbang rokok, lanjut Garindra, produk tembakau alternatif tidak ditargetkan untuk yang berusia di bawah 18 tahun, ibu hamil dan menyusui, serta non-perokok. Produk tersebut hanya diperuntukkan bagi perokok dewasa.
"Produk tembakau alternatif dapat dimanfaatkan untuk menurunkan prevalensi merokok di kalangan perokok dewasa, yang pada akhirnya akan menghemat pengeluaran pemerintah terkait beban kesehatan akibat kebiasaan merokok," katanya.