GAPKI Sulteng: Tandan kosong sawit jadi alternatif pupuk bagi perkebunan sawit di Indonesia

id GAPKI, Pengusaha Sawit Indonesia,Halik Barutu,Tandan Kosong Sawit

GAPKI Sulteng: Tandan kosong sawit jadi alternatif pupuk bagi perkebunan sawit di Indonesia

Perwakilan GAPKI Sulteng Halik Barutu (ANTARA/Fauzi Lamboka)

Palu (ANTARA) -
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sulawesi Tengah menyatakan tandan kosong kelapa sawit jadi alternatif pupuk, untuk perkebunan sawit di Indonesia.

"Salah satu masalah yakni kelangkaan pupuk. Sehingga, penelitian tentang tandan kosong ini penting, karena bisa membantu masyarakat petani untuk memahami manfaat bahan organik ini," kata Perwakilan GAPKI Sulteng Halik Barutu di Palu, Senin.

Menurut dia, banyak masyarakat belum menyadari manfaat tandan kosong sebagai penyubur tanah. Melalui penelitian yang dilakukan perguruan tinggi, diharapkan masyarakat dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang mahal.

"Dengan aplikasi tandan kosong, biaya pupuk bisa berkurang hingga 30 persen. Bahkan ada blok-blok perkebunan yang tidak menggunakan pupuk sama sekali, hanya menggunakan tandan kosong," ungkapnya.

Ia berharap, masyarakat dapat memahami pentingnya penggunaan tandan kosong sawit. Dia mengakui, jika sosialisasi tentang kegunaan itu, masih kurang masih dilaksanakan.

"Gapki Sulteng akan terus mendorong sosialisasi penggunaan tandan kosong di kalangan perkebunan dan masyarakat," katanya menegaskan.

Ia berharap pemahaman tentang manfaat tandan kosong, dapat menyebar luas dan memberikan dampak positif bagi produktivitas perkebunan sawit di Sulawesi Tengah.

IPB dan Untad menggelar sosialisasi karbonisasi tandan kosong sawit dan pemanfaatannya sebagai soil conditioner, untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah pada perkebunan sawit. Kegiatan itu diikuti oleh puluhan anggota dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).

Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB Profesor Erliza Hambali menjelaskan Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia, 70-80 persen biaya di perkebunan adalah pupuk. Terkadang harganya naik, karena adanya kelangkaan pupuk,

"Kelangkaan pupuk disebabkan bahan baku produksi, sebagian besar impor dari luar. Faktor di luar negeri seperti perang Rusia-Ukraina, hingga kenaikan kurs dolar terhadap rupiah," katanya di Palu, Senin.

IPB menggandeng Untad untuk menyosialisasikan program itu, karena Sulteng merupakan 10 daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia.