Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta dilakukannya penataan terhadap pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun agar tidak merugikan PKS yang bermitra.

Menurut Ketua Umum Gapki Eddy Martono, menjamurnya PKS tanpa kebun tersebut jika tidak ditata akan merusak kemitraan yang sudah ada antara perusahaan dan petani.

"Kami tidak menentang hadirnya pabrik kelapa sawit tanpa kebun di sekitar sentra perkebunan sawit. Hanya saja, pendirian PKS tersebut harus ditata," kata Eddy Martono dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu

Meskipun demikian, lanjutnya, harus dipastikan juga bahwa pemberian izin pabrik tanpa kebun melihat kondisi di lapangan.

Seandainya kondisi di lapangan ternyata tidak membutuhkan lagi sebaiknya tidak dikeluarkan izin karena di situ sudah ada pabrik perusahaan yang sudah bermitra.



Eddy mengungkapkan pabrik tanpa kebun tersebut saat ini kerap kali berdekatan dengan PKS bermitra, hal itu membuat petani sawit mitra diam-diam kemudian menjual tandan buah segar (TBS)-nya kepada PKS berondolan.

Dampak negatif lainnya, tambahnya, PKS tanpa kebun tersebut juga membuat rendemen TBS perusahaan menjadi merosot, sebab, banyak petani menjual TBS-nya justru tanpa berondolan ke PKS mitranya.

"Nah, PKS berondolan ini juga menyebabkan rendemen kita turun karena berondolannya tidak ada. Padahal berondolan itu untuk menghitung penetapan harga. Jadi sekarang serba susah," katanya.

Eddy juga mengaitkan keberadaan PKS tanpa kebun dengan dugaan kemungkinan upaya mengakali pajak ekspor sawit, sebab, hasil olahan berondolan akan berbentuk Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit.

Pungutan ekspor POME ini, tambahnya, jauh lebih rendah dibanding ekspor dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO).

"Sekarang itu ekspor POME, limbah cair yang tadinya 200 ribu ton per tahun, naik jadi hampir 2 juta ton. Setelah diselidik-selidik ada permainan di situ," katanya dalam seminar “Kemana Arah Kemitraan Sawit?” di ajang Sawit Indonesia EXPO 2024 di Pekanbaru Riau 8-10 Agustus 2024

Ternyata, lanjutnya, levy atau pungutan ekspornya POME hanya 5 dolar AS, sementara PE dan BK (CPO) itu hampir 150 dolar AS per ton.

Dia mengungkapkan POME yang diekspor tersebut untuk bahan baku energi.




 

Pewarta : Subagyo
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024