Changzhi (ANTARA) - Indonesia mengajak China untuk menerapkan "ASEAN Way" dalam berdiplomasi termasuk untuk mencari solusi dalam masalah regional dan internasional.
"Jadi kami mengundang China untuk juga melakukan 'ASEAN Way' dengan berdasarkan 'brotherhood' dan 'sisterhood' untuk mencapai konsensus, karena melalui hal tersebut akan dicapai saling pengertian dan pada gilirannya juga dapat memberikan kepastian politik," kata Deputy Chief of Mission KBRI Beijing Parulian George Andreas Silalahi di Changzhi, Provinsi Shanxi, China pada Senin (12/8).
Parulian menyampaikan hal tersebut dalam "High-Level Dialogue" dalam "ASEAN-China Week 2024" dengan tema "ASEAN-China Comprehensive Strategic Partnership: Achieving Prosperity through Innovation" yang dihadiri sekitar 300 peserta dari kalangan diplomat, pebisnis, mahasiswa dan peneliti dari 10 negara anggota ASEAN dan China.
"ASEAN Way" yang dimaksud adalah prinsip yang menjadi panduan interaksi antara 10 negara anggota ASEAN yang mengutamakan penghormatan kedaulatan, kepentingan nasional dan kesetaraan (equality) serta kemitraan (partnership) anggotanya.
Elemen utama "ASEAN Way" adalah prinsip non-campur tangan (non-interference), artinya negara berdaulat tidak boleh campur tangan dalam urusan domestik satu negara dan didukung model pengambilan keputusan dalam ASEAN yang non-konfrontatif dan berdasarkan konsensus.
Prinsip tersebut telah menjadi panduan terpercaya sejak ASEAN dibentuk melalui Deklarasi Bangkok 1967.
"Tantangan pada masa yang akan datang sangat beragam, mulai dari penerapan ekonomi digital, perubahan teknologi, masalah lingkungan dan lainnya sehingga pada saat yang sama, diperlukan investasi jangka panjang di bidang pendidikan, riset dan terutama bagaimana memahami satu sama lain," ungkap Parulian.
Upaya untuk memahami satu sama lain antara masyarakat di dalam ASEAN maupun ASEAN dengan China, menurut Parulian dapat dilakukan melalui kerja sama bidang budaya maupun turisme.
Secara khusus di bidang ekonomi digital, Indonesia punya keunggulan dengan jumlah populasi generasi muda yang besar dan termasuk pengguna teknologi.
"Hal ini dapat mendorong ekonomi digital seperti e-commerce. Bahkan baru-baru ini Starlink masuk ke Indonesia yang memberikan suasana kompetisi terhadap perusahaan komunikasi dalam negeri namun sekaligus menghadirkan harga yang kompetitif agar masyarakat mendapat akses internet," tambah Parulian.
Semua hal itu dilakukan agar UMKM juga tidak tertinggal dan ikut menikmati kemajuan teknologi.
Secara khusus terkait dengan "kemiripan" produk dan jasa dari negara-negara ASEAN, Parulian menganalogikan ASEAN sebagai rumah besar namun dengan fungsi ruangan yang berbeda-beda.
"Bayangkan ASEAN sebagai rumah besar, saat datang yang pertama dilihat adalah gerbang yang indah dan besar, mungkin itu Singapura, negara kota yang modern dan nyaman, lalu selanjutnya masuk ke bagian ruang tamu yang tampak adem, katakanlah itu Malaysia," ungkap Parulian.
Setelah ruang tamu, ada kamar tidur utama yang romantis dan menyenangkan, ruangan itu menjadi analogi Filipina dan Thailand.
"Di kamar tidur utama biasanya ada brankas penyimpangan untuk menyimpan barang berharga, misalnya itu Brunei, negara yang kaya," kata Parulian.
Ruang selanjutnya adalah dapur yang sibuk, ramai tapi semua orang senang di sana karena menyajikan makanan yang enak dan dapur itu merupakan Kamboja, Laos, Vietnam, Myanmar.
"Lalu di mana Indonesia? Indonesia adalah garasi yang sangat luas, tempat menyimpan mobil mewah, harta karun tersembunyi, barang kenangan yang dirindukan, saya mengundang Anda semua untuk datang dan mengunjungi rumah ASEAN, termasuk Indonesia," ungkap Parulian.
Menurut statistik ASEAN, pada 2023, volume perdagangan antara ASEAN dan China mencapai rekor baru yaitu 702 miliar dolar AS sehingga menjadikan China sebagai mitra dagang terbesar ASEAN selama 15 tahun berturut-turut.
Arus Foreign Direct Investment (FDI) dari China ke ASEAN mencapai 15,5 miliar dolar AS pada 2022 atau setara dengan 6,9 persen dari total arus FDI ke ASEAN.
Kerja sama ASEAN-China di bidang pariwisata juga memainkan peran penting dalam mendorong pertukaran antarmasyarakat dan merangsang pertumbuhan ekonomi di kawasan.
Selama paruh pertama 2023, sekitar 46,5 juta pengunjung melakukan perjalanan di ASEAN dengan sekitar 43 persen berasal dari kawasan; dan asal turis non-ASEAN terbesar ke Asia Tenggara selama periode tersebut adalah China yang mencakup 8,2 persen dari semua kedatangan.
"Jadi kami mengundang China untuk juga melakukan 'ASEAN Way' dengan berdasarkan 'brotherhood' dan 'sisterhood' untuk mencapai konsensus, karena melalui hal tersebut akan dicapai saling pengertian dan pada gilirannya juga dapat memberikan kepastian politik," kata Deputy Chief of Mission KBRI Beijing Parulian George Andreas Silalahi di Changzhi, Provinsi Shanxi, China pada Senin (12/8).
Parulian menyampaikan hal tersebut dalam "High-Level Dialogue" dalam "ASEAN-China Week 2024" dengan tema "ASEAN-China Comprehensive Strategic Partnership: Achieving Prosperity through Innovation" yang dihadiri sekitar 300 peserta dari kalangan diplomat, pebisnis, mahasiswa dan peneliti dari 10 negara anggota ASEAN dan China.
"ASEAN Way" yang dimaksud adalah prinsip yang menjadi panduan interaksi antara 10 negara anggota ASEAN yang mengutamakan penghormatan kedaulatan, kepentingan nasional dan kesetaraan (equality) serta kemitraan (partnership) anggotanya.
Elemen utama "ASEAN Way" adalah prinsip non-campur tangan (non-interference), artinya negara berdaulat tidak boleh campur tangan dalam urusan domestik satu negara dan didukung model pengambilan keputusan dalam ASEAN yang non-konfrontatif dan berdasarkan konsensus.
Prinsip tersebut telah menjadi panduan terpercaya sejak ASEAN dibentuk melalui Deklarasi Bangkok 1967.
"Tantangan pada masa yang akan datang sangat beragam, mulai dari penerapan ekonomi digital, perubahan teknologi, masalah lingkungan dan lainnya sehingga pada saat yang sama, diperlukan investasi jangka panjang di bidang pendidikan, riset dan terutama bagaimana memahami satu sama lain," ungkap Parulian.
Upaya untuk memahami satu sama lain antara masyarakat di dalam ASEAN maupun ASEAN dengan China, menurut Parulian dapat dilakukan melalui kerja sama bidang budaya maupun turisme.
Secara khusus di bidang ekonomi digital, Indonesia punya keunggulan dengan jumlah populasi generasi muda yang besar dan termasuk pengguna teknologi.
"Hal ini dapat mendorong ekonomi digital seperti e-commerce. Bahkan baru-baru ini Starlink masuk ke Indonesia yang memberikan suasana kompetisi terhadap perusahaan komunikasi dalam negeri namun sekaligus menghadirkan harga yang kompetitif agar masyarakat mendapat akses internet," tambah Parulian.
Semua hal itu dilakukan agar UMKM juga tidak tertinggal dan ikut menikmati kemajuan teknologi.
Secara khusus terkait dengan "kemiripan" produk dan jasa dari negara-negara ASEAN, Parulian menganalogikan ASEAN sebagai rumah besar namun dengan fungsi ruangan yang berbeda-beda.
"Bayangkan ASEAN sebagai rumah besar, saat datang yang pertama dilihat adalah gerbang yang indah dan besar, mungkin itu Singapura, negara kota yang modern dan nyaman, lalu selanjutnya masuk ke bagian ruang tamu yang tampak adem, katakanlah itu Malaysia," ungkap Parulian.
Setelah ruang tamu, ada kamar tidur utama yang romantis dan menyenangkan, ruangan itu menjadi analogi Filipina dan Thailand.
"Di kamar tidur utama biasanya ada brankas penyimpangan untuk menyimpan barang berharga, misalnya itu Brunei, negara yang kaya," kata Parulian.
Ruang selanjutnya adalah dapur yang sibuk, ramai tapi semua orang senang di sana karena menyajikan makanan yang enak dan dapur itu merupakan Kamboja, Laos, Vietnam, Myanmar.
"Lalu di mana Indonesia? Indonesia adalah garasi yang sangat luas, tempat menyimpan mobil mewah, harta karun tersembunyi, barang kenangan yang dirindukan, saya mengundang Anda semua untuk datang dan mengunjungi rumah ASEAN, termasuk Indonesia," ungkap Parulian.
Menurut statistik ASEAN, pada 2023, volume perdagangan antara ASEAN dan China mencapai rekor baru yaitu 702 miliar dolar AS sehingga menjadikan China sebagai mitra dagang terbesar ASEAN selama 15 tahun berturut-turut.
Arus Foreign Direct Investment (FDI) dari China ke ASEAN mencapai 15,5 miliar dolar AS pada 2022 atau setara dengan 6,9 persen dari total arus FDI ke ASEAN.
Kerja sama ASEAN-China di bidang pariwisata juga memainkan peran penting dalam mendorong pertukaran antarmasyarakat dan merangsang pertumbuhan ekonomi di kawasan.
Selama paruh pertama 2023, sekitar 46,5 juta pengunjung melakukan perjalanan di ASEAN dengan sekitar 43 persen berasal dari kawasan; dan asal turis non-ASEAN terbesar ke Asia Tenggara selama periode tersebut adalah China yang mencakup 8,2 persen dari semua kedatangan.