Jakarta (ANTARA) -
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI Irvansyah mengatakan agenda bersama dengan penjaga wilayah pesisir (coast guard) China bisa saja terwujud, akibat adanya joint statement Pemerintah Indonesia dan China terkait Laut China Selatan.
 
Ia membeberkan, Bakamla akan mengikuti kebijakan atau tindak lanjut Pemerintah Indonesia terkait pertemuan pekan lalu antara Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden China Xi Jinping.
 
"Mungkin kegiatan bersama, bisa jadi latihan, peningkatan kapabilitas, dan kapasitas seluruh personel," kata Irvansyah kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
 
Ia membeberkan Bakamla juga berencana untuk mengunjungi coast guard China, guna berdiskusi dan berdialog terkait kerja sama lain yang bisa dilakukan kedua belah pihak.
 
Selain kerja sama, diskusi tentang kondisi terkini terkait Laut China Selatan juga bisa dilakukan, agar komunikasi lebih intens mengenai hal tersebut.


Bakamla berkomitmen penuh untuk mengikuti semua keputusan Pemerintah, sehingga akan mempersiapkannya dalam bentuk program atau kegiatan.
 
"Tetapi itu baru sekadar arah kegiatan saja dan belum terperinci," ujar jenderal bintang tiga TNI Angkatan Laut (AL) itu.
 
Pada Selasa (12/11), Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali menilai kesepakatan antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping soal tumpang tindih klaim perairan di Laut China Selatan bertujuan untuk mencegah ketegangan di kawasan.
 
Hasil pertemuan kedua Kepala Negara pada Sabtu (9/11) lalu, sepakat untuk bekerja sama mengelola perairan yang diklaim secara tumpang tindih (overlapping claim) dan dua negara juga sepakat membentuk Inter-Governmental Joint Steering Committee mengikuti aturan hukum dan regulasi yang berlaku di masing-masing negara.
 
"Indonesia tetap berpegang teguh pada UNCLOS 82, tetapi membuka pola kerja sama. Jadi, biar tidak ada pertikaian. Indonesia ingin menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan," kata Laksamana Ali menjawab pertanyaan terkait kerja sama RI-China di perairan yang overlapping claim.


Dia menilai Presiden Prabowo berupaya mencegah segala bentuk pertikaian di kawasan, tetapi itu pun dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982.
 
"Kalau itu bisa menguntungkan semua pihak, itu lebih baik, dan itu saya rasa menjadi jalan keluar dari pertikaian selama ini. Kita akan menurunkan tensi, ketegangan di Laut China Selatan," ujar dia.
 
Ali pun mengingatkan Indonesia bukan negara yang bersengketa (non-claimant state) untuk klaim wilayah di Laut China Selatan.
 
"Jadi, kita tidak beririsan (jika dilihat dari) teritorial. Perairan teritorial tidak ada yang beririsan dengan nine-dash-line atau ten-dash-line," kata KSAL.
 
Nine-dash-line dan ten-dash-line merujuk pada klaim sepihak China terhadap Laut China Selatan yang tidak mengacu kepada UNCLOS, tetapi kepada klaim tradisional-historis China.


Klaim sepihak China itu memang tidak mencakup perairan teritorial Indonesia, tetapi klaim tersebut tumpang tindih dengan Laut Natuna Utara, yang merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Laut Natuna Utara berada di sisi selatan Laut China Selatan.
 
"Yang sebenarnya menghangat memang ada di Laut China Selatan sebelah utara, kalau di sebelah selatan tidak terlalu," kata KSAL.
 
Oleh karena itu, dia yakin seluruh persoalan dapat diselesaikan melalui jalur hukum dan diplomasi.
 
"Kita selama ini tetap dipercaya oleh semua pihak bisa menurunkan tensi, ketegangan di kawasan, karena dari pihak China juga meminta tolong kepada kita untuk menjaga stabilitas keamanan dan stabilitas perdamaian di kawasan," kata Laksamana Ali.

 

Pewarta : Donny Aditra
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024