Palu, (antarasulteng.com) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membutuhkan adanya partisipasi masyarakat secara aktif dan berkelanjutan untuk melindungi perempuan dan anak.
Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA Endang S Wardani mengemukakan perundang-undangan mengatur secara spesifik partisipasi masyarakat, bahkan hak masyarakat terkait perlindungan terhadap perempuan dan anak.
"Permen PPPA Nomor 2 tahun 2017 memberikan ruang sebesar-besarnya untuk masyarakat berpartisipasi dan terlibat langsung dalam menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak," ucap Endang Sri Wardani saat menyampaikan materi pada pembentukan forum Puspa di Swisbell Hotel Palu, Rabu.
Kata Endang, perempuan yang terlibat dalam dunia politik atau berada di legislatif dan pemerintahan masih sangat rendah.
Data menujukkan perempuan di legislatif hanya 12 persen pada tahun 2009, dan tahun 2014 naik sedikit menjadi 14 persen seluruh kabupaten, kota dan provinsi se-Indonesia.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan, namun masih rendah dari target capaian pemberdayaan gender perempuan dari pada lakilaki.
Dimana, urai dia, keterlibatan perempuan di parlemen masih 17,32 persen sementara laki-laki 82,68 persen. Perempuan sebagai tenaga profesional 45,61 persen semantara laki-laki 54,39 persen.
Sumbangan pendapatan perempuan jauh lebih rendah yaitu 35,64 persen sementara laki-laki 64,36 persen.
Di bidang pendidikan sejak 2010-2014 lama sekolah perempuan 12,40 persen dan laki-laki 12,37 persen. Bidang ekonomi proporsi bekerja laki-laki jauh lebih tinggi yaitu 14,15 persen sementara perempuan 8,32 persen.
"Ini problem. Karena itu dibutuhkan capaian gender perempuan dengan memaksimalkan peran masyarakat di semua pelosok daerah," sebutnya.
Lanjut dia mengatakan bahwa Kementerian PPPA mendorong tiga pilar yang menjadi tanggung jawab kementerian tersebut yakni pilar pemberdayaan perempuan, pilar perlindungan perempuan dan anak, pilar pemenuhan hak anak.(skd)
Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA Endang S Wardani mengemukakan perundang-undangan mengatur secara spesifik partisipasi masyarakat, bahkan hak masyarakat terkait perlindungan terhadap perempuan dan anak.
"Permen PPPA Nomor 2 tahun 2017 memberikan ruang sebesar-besarnya untuk masyarakat berpartisipasi dan terlibat langsung dalam menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak," ucap Endang Sri Wardani saat menyampaikan materi pada pembentukan forum Puspa di Swisbell Hotel Palu, Rabu.
Kata Endang, perempuan yang terlibat dalam dunia politik atau berada di legislatif dan pemerintahan masih sangat rendah.
Data menujukkan perempuan di legislatif hanya 12 persen pada tahun 2009, dan tahun 2014 naik sedikit menjadi 14 persen seluruh kabupaten, kota dan provinsi se-Indonesia.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan, namun masih rendah dari target capaian pemberdayaan gender perempuan dari pada lakilaki.
Dimana, urai dia, keterlibatan perempuan di parlemen masih 17,32 persen sementara laki-laki 82,68 persen. Perempuan sebagai tenaga profesional 45,61 persen semantara laki-laki 54,39 persen.
Sumbangan pendapatan perempuan jauh lebih rendah yaitu 35,64 persen sementara laki-laki 64,36 persen.
Di bidang pendidikan sejak 2010-2014 lama sekolah perempuan 12,40 persen dan laki-laki 12,37 persen. Bidang ekonomi proporsi bekerja laki-laki jauh lebih tinggi yaitu 14,15 persen sementara perempuan 8,32 persen.
"Ini problem. Karena itu dibutuhkan capaian gender perempuan dengan memaksimalkan peran masyarakat di semua pelosok daerah," sebutnya.
Lanjut dia mengatakan bahwa Kementerian PPPA mendorong tiga pilar yang menjadi tanggung jawab kementerian tersebut yakni pilar pemberdayaan perempuan, pilar perlindungan perempuan dan anak, pilar pemenuhan hak anak.(skd)