Morowali, Sulteng (ANTARA) - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah (Sulteng) menggandeng PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) menguatkan nilai-nilai moderasi beragama di kawasan industri pertambangan di Kabupaten Morowali pada Rabu (24/9).
Perwakilan manajemen PT IMIP Joko Suprapto mengatakan kawasan Bahodopi saat ini telah menjadi miniatur Indonesia dengan keragaman suku, agama, dan budaya yang hidup berdampingan.
Menurutnya, potensi perbedaan itu perlu diimbangi dengan sosialisasi dan penguatan nilai toleransi.
"Kami selalu manajemen perusahaan memberi perhatian pada sarana peribadatan karyawan. Saat ini, terdapat lebih dari 66 masjid besar maupun kecil di dalam kawasan industri, untuk memudahkan karyawan Muslim beribadah tanpa harus jauh dari lokasi kerja," ujarnya
Sementara itu, Ketua FKUB Sulteng Zainal Abidin mengemukakan, salah satu contoh adalah praktik toleransi yang sudah berjalan di sekitar pesantren di Bahodopi.
Di mana kesepakatan untuk meliburkan sekolah di Pondok Pesantren Darud Dakwah wal Irsyad pada hari Minggu, agar tidak mengganggu umat Kristiani yang beribadah, meski aturan organisasi menetapkan libur sekolah pada hari Jumat.
“Kebijakan itu menurut saya nilai toleransi yang luar biasa. Akidah tetap terjaga, tetapi kerukunan antarumat beragama juga tumbuh. Hal seperti ini harus terus kita ajarkan kepada generasi muda, bahwa walaupun berbeda, kita bisa bekerja sama dengan baik,” ucapnya.
Guru Besar UIN Datokarama Palu itu menyampaikan, prestasi PT IMIP yang meraih tiga penghargaan dalam ajang Asian Impact Award 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia yaitu kategori pengelolaan lingkungan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial, serta kemitraan komunitas dan perusahaan.
Ia menegaskan, kunjungan FKUB ke kawasan industri merupakan bagian dari upaya memperkuat kolaborasi dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di Morowali.
“Keragaman suku, agama, dan budaya yang ada di Bahodopi harus menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan. Kolaborasi ini penting untuk mencegah terjadinya konflik sosial," ucapnya.
Selain di kawasan industri, pihaknya juga berkomitmen menanamkan nilai-nilai toleransi kepada pelajar di Sulteng, sebagai upaya mencegah tindak kekerasan di sekolah.
Tidak jarang kasus kekerasan terjadi di lingkungan sekolah, baik itu kekerasan verbal maupun fisik, yang mana tindakan melanggar norma-norma kehidupan itu dapat memberikan tekanan mental terhadap korban.
Misalnya perundungan (bullying), biasanya korban kekerasan adalah orang-orang di anggap lemah, perilaku yang agresif dilakukan secara berulang kepada korban akan berdampak negatif terhadap kenyamanan anak belajar, bahkan bisa berujung pada tekanan mental mengakibatkan rasa trauma.
"Maka moderasi beragama harus ke perkenalkan sejak dini kepada anak-anak, supaya mereka memiliki pemahaman sekaligus membangun karakter dan akhlak yang baik sebagai generasi penerus bangsa," kata Zainal menuturkan.