Palu (ANTARA) -
Anggota DPR RI Dave Laksono mengingatkan pemerintah terkait tender penyediaan data dasar geospasial (basic geospatial data), dan peta dasar (base maps) wilayah urban dan non-urban seluruh Indonesia di Badan Informasi Geospasial (BIG).
“Kami memahami ini proyek kerja sama Bank Dunia, jadi tendernya internasional. Tapi dominasi peserta dari Tiongkok menunjukkan lemahnya daya saing industri nasional di sektor geospasial,” katanya dalam keterangan tertulis di Palu, Jumat.
Dave menilai proyek itu memerlukan pengawasan ketat karena menyangkut data strategis nasional yang tak boleh jatuh ke tangan pihak asing. Lanjut dia, korporasi dari China mendominasi tender tersebut merupakan tanda bahaya bagi kedaulatan Indonesia.
“Ini alarm bagi pemerintah, kalau kita sendiri tidak punya kapasitas memetakan negeri kita, maka kedaulatan digital kita rentan,” ujarnya.
Dia menegaskan, Komisi I DPR akan memanggil BIG untuk meminta penjelasan tentang proses tender, terutama terkait sistem keamanan dan penyimpanan data.
Ia juga meminta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) ikut memastikan bahwa seluruh hasil pemetaan disimpan dan dikelola di server dalam negeri, di bawah pengawasan negara.
“Data geospasial itu bukan data teknis, tapi aset pertahanan. Kalau jatuh ke tangan yang salah, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan intelijen atau ekonomi negara lain,” katanya menegaskan.
Sementara itu, anggota DPR RI TB Hasanuddin, mengingatkan, sistem pengamanan data geospasial sebenarnya sudah diatur secara jelas oleh BIG. Kata dia, Peraturan BIG Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar dan Peraturan BIG Nomor 8 Tahun 2017 tentang Tata Kelola Teknologi Informasi.
Namun, masalahnya bukan di regulasi, tapi pelaksanaan. Apakah benar semua data disimpan di server nasional, dan tidak ada transfer lintas negara? Itu yang harus dipastikan.
Menurutnya, dalam konteks pertahanan, kredibilitas keamanan data sangat bergantung pada disiplin lembaga pelaksana. Ia juga mendorong agar proyek-proyek geospasial ke depan lebih banyak melibatkan perusahaan dalam negeri agar kemandirian data bisa terbangun.
Diketahui, BIG tengah melakukan proses tender sebuah proyek penting dan strategis nasional sejak Juli, 2025 lalu, yakni penyediaan data dasar Geospasial dan Peta Dasar Wilayah seluruh Indonesia.
Proyek pertama, pengumpulan data spasial wilayah urban yang terdiri dari 4 paket pekerjaan meliputi wilayah Kalimantan- Yogyakarta (lot I), Sumatera (lot 2), Jawa (lot 3) Jawa Timur, Bali, Maluku dan Papua (lot 4).
Proyek kedua, yakni pengumpulan data spasial dan peta wilayah non urban yang terdiri dari 7 paket pekerjaan. Meliputi Kalimantan (lot 1), Sumatera (lot 2), Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua 1 (lot 3), Papua 2 (lot 4), Sulawesi (lot 5), quality control and mapping production (lot 6) dan project management consulting for ILAPS (lot 7).
Proyek ini merupakan bagian dari paket yang lebih besar dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASP) dengan kode P180860. Target utamanya, produksi data geospasial skala besar (large-scale) dan base maps untuk wilayah urban dan non-urban.
Proyek ini merupakan bagian dari program pinjaman lunak (soft loan) Bank Dunia dengan anggaran mencapai 238 juta dolar AS, sekitar Rp4 triliun dengan kurs Rp16.500.
Dari kedua proyek tersebut ada delapan perusahaan yang lolos persyaratan dan kualifikasi untuk memenangkan tender tersebut. Perusahaan itu antara lain
Pertama, PT Raya Konsult JV, PT Kwarsa Hexagon, dan PT Hilmy Anugerah. Kedua, PT Wolpert JV Map Tiga Internasional. Ketiga, PT Intermap Technologies Corporation. Keempat, PT Exsa Internasional JV Asia Air Survey Co., L.td. Kelima, PT KQ Geo Technologies Co.Ltd, JV dan PT Phibetha Kalamwijaya (PKW). Keenam, PT Buana Multi Techindo. Ketujuh, PT Shaanxi Tirain Science & Technology Co.Ltd. Kedelapan, PT Beijing ZKYS Remote Sensing Information Technology Co.Ltd, (Honeycomb Aerospace Technologies (Beijing) Co., Ltd, dan PT Earth View Image Inc.