Tokyo (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump, melalui panggilan telepon, menyarankan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi agar tidak memprovokasi China terkait isu kedaulatan Taiwan.
The Wall Street Journal pada Rabu (27/11) melaporkan panggilan tersebut berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan antara Tokyo dan Beijing setelah pernyataan Takaichi pada awal November yang menyiratkan serangan China terhadap pulau demokratis yang berpemerintahan sendiri itu dapat memicu respons yang melibatkan pasukan pertahanan Jepang.
Menurut surat kabar tersebut, saran Trump bersifat halus dan ia tidak menekan Takaichi untuk menarik kembali ucapannya.
Trump sebelumnya memuji Takaichi atas sikap tegasnya dalam hal pertahanan, dan selama kunjungannya ke Jepang baru-baru ini, menunjukkan kuatnya aliansi AS-Jepang.
Namun, sikap Takaichi telah membuat Presiden China Xi Jinping marah, sesuatu yang digambarkan surat kabar AS itu sebagai “waktu yang buruk bagi Trump, yang sedang membina hubungan dengan pemimpin China tersebut.”
Menurut seseorang yang diberi penjelasan tentang isi pembicaraan telepon itu, Trump menyarankan Takaichi untuk melunakkan pernyataannya terkait Taiwan.
Orang yang tidak disebutkan namanya itu, menambahkan bahwa Trump telah mendapatkan penjelasan mengenai kendala politik domestik yang dihadapi Takaichi dan menyadari bahwa ia kemungkinan tidak dapat sepenuhnya menarik kembali pernyataan yang membuat Beijing marah.
Artikel tersebut mengatakan bahwa para pejabat Jepang merasa pesan Trump mengkhawatirkan, karena mengindikasikan Trump tidak ingin isu Taiwan menggagalkan pelonggaran ketegangan yang ia capai dengan Xi bulan lalu, yang mencakup janji untuk membeli lebih banyak produk pertanian dari petani Amerika yang terdampak perang dagang.
Jepang dan China telah terlibat dalam perselisihan diplomatik sejak Beijing mengecam keras jawaban Takaichi terhadap pertanyaan parlemen pada 7 November, di mana ia mengatakan bahwa serangan militer terhadap Taiwan dapat menimbulkan “situasi yang mengancam kelangsungan hidup” bagi Jepang.
Pernyataannya ditafsirkan sebagai sinyal bahwa pemerintahnya dapat mengizinkan Pasukan Bela Diri untuk mendukung Amerika Serikat jika China memberlakukan blokade maritim terhadap Taiwan atau menggunakan bentuk tekanan lainnya.
Pemerintah China yang dipimpin Partai Komunis menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak dan harus dipersatukan kembali dengan daratan, jika perlu dengan kekuatan militer.
Beijing bersikeras bahwa masalah Taiwan — yang telah diperintah secara terpisah sejak terpecah pada 1949 akibat perang saudara — adalah sepenuhnya “urusan internal.”
Sumber: Kyodo-OANA