Surabaya - Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menjelaskan ada lima alasan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi bagi terpidana mati kasus narkoba

"Ada lima alasan Presiden memberikan grasi. Dan kami jamin itu bukan karena pemerintah pusat tidak peduli terhadap kasus narkoba, namun ada pertimbangan lain," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Selasa.

Ia menjelaskan, pertimbangan pertama yakni secara hukum di UUD 1945 dalam Pasal 14 sudah diatur bahwa Presiden bisa memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Kedua, lanjut dia, yakni mekanisme pemberian Grasi dapat dipertanggungjawabkan dan tidak cukup hanya melalui pertimbangan Mahkamah Agung saja, tetapi juga mendengar anggota kabinet, seperti Menko Polhukam, Menkumham, serta Jaksa Agung dan Kapolri.

Pertimbangan ketiga, kecenderungan hukuman mati yang berkurang di dunia. Dari 198 negara, hanya tersisa 44 negara yang masih menerapkan hukuman mati.

"154 negara lainnya cenderung melarang hukuman mati, serta melarang khusus kejahatan tertentu dalam kurun 10 tahun dan moratorium hukuman mati," paparnya.

 Pertimbangan berikutnya, yakni berkaitan dengan upaya pemerintah Indonesia yang ingin mengadvokasi warga negaras Indonesia (WNI) di luar negeri yang terancam hukuman mati.

Berdasarkan catatan Kemenkumham, pada periode Juli 2011 hingga 4 Oktober 2012, terdapat 298 orang WNI di luar negeri yang terancam hukuman mati. Dari jumlah tersebut, 100 orang di antaranya berhasil diturunkan atau lolos dari hukuman mati.

 "Dari 100 orang itu yang berhasil diloloskan dari hukuman mati, ada 44 orang terlibat kasus narkoba," tukas Deny.

Sedangkan, sisanya sebanyak 198 orang WNI saat ini masih terancam hukuman mati di luar negeri dan 60 persen di antaranya terlibat kasus narkoba.

"Logikanya, kalau presiden kita dorong kuat untuk meminta pengampunan bagi warga negara Indonesia dari ancaman hukuman mati, maka untuk bisa meminta, wajar kiranya presiden juga memberi grasi bagi warga negara asing," ungkapnya.

Alasan terakhir, kata Deny, pemberian Grasi dikeluarkan oleh presiden tetap harus secara selektif. Dari 126 permohonan Grasi yang diminta ke Presiden SBY selama kepemimpinannya, ada 19 pemohon grasi atau 15 persen yang dikabulkan, sedang 107 pemohon atau 85 persen ditolak.

Dari 19 yang dikabullkan Presiden, sebanyak 10 pemohon grasi narapidana anak, seorang tunanetra, 8 dewasa dengan tiga di antaranya warga negara asing dan lima lainnya WNI.

"Ini artinya, tidak terbukti kalau presiden dianggap tidak memiliki semangat antinarkoba. Sebab secara statistik, sudah jelas presiden menolak 85 persen permohonan Grasi. Dengan demikian, presiden tetap konsentrasi pemberantasan narkoba," paparnya.

Sebelumnya, Presiden SBY memberikan grasi terhadap sejumlah terpidana hukuman mati yang terkait kasus narkoba.

Grasi antara lain diberikan terhadap terpidana kasus narkoba jaringan internasional Deni Setia Maharwan alias Rapi Muhammad Majid dan Melika Pranola alias Ola, warga Jerman Peter Achim Franz Grodmann, dan warga Australia Schapelle Leigh Corby.(Pso-165/SKD)

Pewarta :
Editor : Santoso
Copyright © ANTARA 2024