Jakarta (Antaranews Sulteng) - Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang juga ahli struktur dan tanah, Prof Dr Ir Herman Wahyudi DEA menilai konstruksi sarang laba-laba berpeluang besar untuk lebih dimanfaatkan masyarakat dunia (go internasional) mengingat berbagai keunggulan yang dimilikinya.

"Hasil inovasi anak bangsa ini sudah dipergunakan Islamic Development Bank (IDB) untuk berbagai bangunan di Indonesia, seharusnya dapat menjadi jembatan agar konstruksi ini dapat dipakai di luar negeri," katanya, saat dihubungi, Kamis.

Ia menilai, konstruksi sarang laba-laba seperti halnya konstruksi cakar ayam hasil pemikiran Prof Dr Ir Sedijatmo yang sudah lebih dulu mendunia, yakni konstruksi cakar ayam, juga berpeluang mendunia karena sama-sama memiliki keunggulan teknis.

Konstruksi Sarang Laba Laba (KSLL) ditemukan pada 1976 oleh Ir. Ryantori dan Ir. Sutjipto yang meraih hak paten nomor 7191, dan lisensi maupun pengembangan dipegang PT Katama Suryabumi.

Sistem pondasi itu mulai diterapkan di proyek-proyek sejak 1978, dan termasuk pondasi dangkal konvensional, kombinasi antara sistem pondasi plat beton pipih menerus dengan sistem perbaikan tanah.

Herman mengatakan, bukan hal yang mudah untuk mendapatkan kepercayaan dari lembaga keuangan internasional, seperti IDB menggunakan konstruksi sarang laba-laba untuk beberapa bangunan, seperti di Universitas Negeri Padang, Sumatra Barat.

Konstruksi sarang laba-laba, menurut dia, sudah teruji untuk daerah-darah rawan gempa, seperti di Provinsi Aceh dan Sumatra Barat, juga sudah banyak dipergunakan di tanah-tanah ekstrim berbiaya ekonomis.

Teknologinya juga sudah teruji lebih ramah lingkungan tidak menimbulkan polusi suara (bising) sehingga banyak digunakan untuk perluasan bangunan rumah sakit atau lokasi yang padat penduduknya, ujar Herman.

Bahkan, ia mengemukakan bahwa dari segi kekuatannya konstruksi itu juga tidak diragukan lagi karena sudah diaplikasikan untuk apron dan taxiway bandar udara, serta dimanfaatkan sejumlah jalan di daerah pertambangan yang banyak dilewati kendaraan berat.

"Karena kekuatannya, sehingga konstruksi ini sangat minim perawatan, lebih ekonomis. Hal ini yang sebenarnya menjadi nilai jual untuk pengaplikasian teknologi ini di luar negeri," kata Herman.

Ia mengatakan, banyak negara-negara di luar negeri yang membutuhkan bangunan tahan gempa, jalan yang tidak mudah rusak karena kondisi tanahnya yang ekstrim, atau proyek infrastruktur lainnya yang sebenarnya konstruksi sarang laba-laba dapat masuk.

PT Katama Suryabumi selaku pemegang paten konstruksi itu, dinilainya, dapat menggandeng perguruan tinggi di luar negeri agar konstruksinya dapat diteliti sekaligus dapat direkomendasikan untuk pasar internasional.

Herman menilai langkah yang diambil PT Katama Suryabumi dengan menggandeng Universite de Technologie de Compiegne (UTC) Prancis merupakan langkah tepat agar konstruksi tersebut dapat diadopsi di luar negeri.

"Kalau saya bukan saja hitung-hitungannya kepada perguruan tinggi yang ingin berkerja sama karena dari situlah peluang pasar di luar negeri akan terbuka. Mereka akan lebih yakin kalau rekomendasi perguruan tinggi menyebutkan konstruksi ini memang tepat untuk diaplikasikan," katanya.

Herman berpendapat banyak negara-negara di Timur Tengah yang berada di daerah gempa, sehingga kehadiran konstruksi sarang laba-laba dapat menjadi solusi untuk bangunan yang lebih aman untuk berbagai aktivitas maupun tempat tinggal.

Ia mengatakan, kondisi tanah yang berbeda dengan Indonesia juga bukan rintangan, karena konstruksi temuan Ir Ryantori dan Ir Sutjipto tersebut telah teruji dengan berbagai kondisi tanah, sebelum dibangun pondasi tentunya ada perkuatan-perkuatan tanah terlebih dahulu, semua itu ada hitungan teknisnya dan dapat dipelajari.

"Saya yakin dalam waktu yang tidak terlalu lama konstruksi sarang laba-laba akan banyak digunakan di luar negeri karena berbagai keunggulannya," demikian Prof. Herman Wahyudi.



Pewarta : Ganet Dirgantara
Uploader : Sukardi
Copyright © ANTARA 2024