Jakarta (Antaranews.com) - Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo mengimbau media bijak memberitakan gempa bumi dan tsunami di Palu, serta Donggala Sulawesi Tengah (Sulteng).
Pernyataan Stanley itu terkait pemberitaan setelah peristiwa gempa dan tsunami yang menerjang wilayah Palu dan Donggala Sulteng.
"Menurut saya, media harus bijak menakar apakah antara bahaya eksodus dengan bahaya keamanan terlambat ditangani itu akan terjadi kejahatan," kata Stanley di Jakarta Selasa.
Stanley menekankan media bisa menggunakan kata "penjarahan" dalam pemberitaan tapi harus mengangkat kebutuhan yang diperlukan masyarakat di Palu dan Donggala.
"Kenapa bisa terjadi sehingga pembaca juga tahu solusi apa yang dibutuhkan pemerintah," tutur Stanley.
Stanley menilai seluruh kejadian yang terjadi di wilayah bencana itu tidak berdiri sendiri namun kemungkinan bantuan tiba terlambat di lokasi, sedangkan korban bencana membutuhkan minum dan makan.
Anggota Dewan Pers itu menuturkan korban yang terdampak bencana akan bergerak untuk mencari makanan dan berusaha mempertahankan hidup.
Lebih lanjut, Stanley menyatakan para tahanan yang melarikan diri juga menggunakan kesempatan bencana tidak hanya untuk bertahan hidup namun bertujuan mencari keuntungan lain.
Stanley pun mengingatkan media agar menginformasikan upaya yang telah dilakukan pemerintah menangani bencana alam di Palu dan Donggala.
"Meskipun (penanganan) belum optimal karena jalan terputus dan longsor namun liputan harus komprehensif," ungkap Stanley.
Hal itu dikatakan Stanley agar tidak menurunkan penilaian media internasional terhadap upaya yang dilakukan pemerintah dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia menghadapi bencana alam.
Pernyataan Stanley itu terkait pemberitaan setelah peristiwa gempa dan tsunami yang menerjang wilayah Palu dan Donggala Sulteng.
"Menurut saya, media harus bijak menakar apakah antara bahaya eksodus dengan bahaya keamanan terlambat ditangani itu akan terjadi kejahatan," kata Stanley di Jakarta Selasa.
Stanley menekankan media bisa menggunakan kata "penjarahan" dalam pemberitaan tapi harus mengangkat kebutuhan yang diperlukan masyarakat di Palu dan Donggala.
"Kenapa bisa terjadi sehingga pembaca juga tahu solusi apa yang dibutuhkan pemerintah," tutur Stanley.
Stanley menilai seluruh kejadian yang terjadi di wilayah bencana itu tidak berdiri sendiri namun kemungkinan bantuan tiba terlambat di lokasi, sedangkan korban bencana membutuhkan minum dan makan.
Anggota Dewan Pers itu menuturkan korban yang terdampak bencana akan bergerak untuk mencari makanan dan berusaha mempertahankan hidup.
Lebih lanjut, Stanley menyatakan para tahanan yang melarikan diri juga menggunakan kesempatan bencana tidak hanya untuk bertahan hidup namun bertujuan mencari keuntungan lain.
Stanley pun mengingatkan media agar menginformasikan upaya yang telah dilakukan pemerintah menangani bencana alam di Palu dan Donggala.
"Meskipun (penanganan) belum optimal karena jalan terputus dan longsor namun liputan harus komprehensif," ungkap Stanley.
Hal itu dikatakan Stanley agar tidak menurunkan penilaian media internasional terhadap upaya yang dilakukan pemerintah dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia menghadapi bencana alam.