Palu (Antaranews Sulteng) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah selama 2018 mencapai 6,30 persen, lebih rendah dibanding tahun 2017 yang mencapai 7,14 persen.
Kepala BPS Sulteng Faizal Anwar mengatakan kepada wartawan di Palu, Rabu, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulteng itu tidak terlepas dari dampak bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2019.
Meski demikian ekonomi Sulteng tahun 2018 mampu melampaui pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 yang tercatat hanya 5,17 persen.
"Walaupun mengalami musibah, daerah Pasigala (Palu, Sigi dan Donggala) menyumbang sekitar 29 persen dalam pembentukan PDRB sedang 10 daerah sisanya menyumbang sekitar 71 persen," kata Faizal Anwar.
Faizal tidak menampik bahwa bencana yang meluluhlantakkan empat daerah di Sulteng sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng.
"Apalagi di sektor UMKM. Tapi di sektor lain yang di luar Pasigala itu tetap bekerja dengan baik. Bahkan kinerja sektor-sektor tersebut di saat neraca perdagangan nasional itu negatif, untuk Sulteng neraca perdagangannya tetap positif," ujar Faizal.
Ia menjelaskan sektor ekspor masih menjadi pendongkrak utama pertumbuhan ekonomi di Sulteng melalui perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan yang ada di Kabupaten Banggai dan Morowali.
Sementara itu Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Sulteng Rukhedy KH menerangkan berdasarkan data pertumbuhan dan sumber pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut pengeluaran 2018, ekspor barang dan jasa berkontribusi 39,4 persen.
"Sumber pertumbuhan terbesar setelah ekspor barang dan jasa yakni impor barang dan jasa 25,66 persen. Kemudian dari pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 2,43 persen," kata Rukhedy.
Berdasarkan data-data statistik tersebut, Rukhedy menyimpulkan pertumbuhan ekonomi di Sulteng didongkrak dari daerah-daerah di luar Pasigala termasuk di daerah penghasil material hasil tambang.
"Seperti industri pengolahan nikel di Kabupaten Banggai yang mulai beroperasi bulan Juli 2018 dan perusahaan tambang nikel serta industri baja tahan karat yang ada di Kabupaten Morowali," terang Rukhedy.
Adapun pertumbuhan ekonomi Sulteng Triwulan IV tahun 2018 menurut lapangan usaha tumbuh 0,55 persen. Pertumbuhan terjadi hanya pada tujuh lapangan usaha di antaranya konstruksi, administrasi pemerintahan, jasa kesehatan, industri, transportasi, informasi dan komunikasi (infokom) serta jasa perusahaan.
Sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari konstruksi 1,67 persen, disusul administrasi pemerintahan 0,69 persen dan industri pengolahan 0,26 persen.
Kepala BPS Sulteng Faizal Anwar mengatakan kepada wartawan di Palu, Rabu, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulteng itu tidak terlepas dari dampak bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2019.
Meski demikian ekonomi Sulteng tahun 2018 mampu melampaui pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 yang tercatat hanya 5,17 persen.
"Walaupun mengalami musibah, daerah Pasigala (Palu, Sigi dan Donggala) menyumbang sekitar 29 persen dalam pembentukan PDRB sedang 10 daerah sisanya menyumbang sekitar 71 persen," kata Faizal Anwar.
Faizal tidak menampik bahwa bencana yang meluluhlantakkan empat daerah di Sulteng sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng.
"Apalagi di sektor UMKM. Tapi di sektor lain yang di luar Pasigala itu tetap bekerja dengan baik. Bahkan kinerja sektor-sektor tersebut di saat neraca perdagangan nasional itu negatif, untuk Sulteng neraca perdagangannya tetap positif," ujar Faizal.
Ia menjelaskan sektor ekspor masih menjadi pendongkrak utama pertumbuhan ekonomi di Sulteng melalui perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan yang ada di Kabupaten Banggai dan Morowali.
Sementara itu Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Sulteng Rukhedy KH menerangkan berdasarkan data pertumbuhan dan sumber pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut pengeluaran 2018, ekspor barang dan jasa berkontribusi 39,4 persen.
"Sumber pertumbuhan terbesar setelah ekspor barang dan jasa yakni impor barang dan jasa 25,66 persen. Kemudian dari pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 2,43 persen," kata Rukhedy.
Berdasarkan data-data statistik tersebut, Rukhedy menyimpulkan pertumbuhan ekonomi di Sulteng didongkrak dari daerah-daerah di luar Pasigala termasuk di daerah penghasil material hasil tambang.
"Seperti industri pengolahan nikel di Kabupaten Banggai yang mulai beroperasi bulan Juli 2018 dan perusahaan tambang nikel serta industri baja tahan karat yang ada di Kabupaten Morowali," terang Rukhedy.
Adapun pertumbuhan ekonomi Sulteng Triwulan IV tahun 2018 menurut lapangan usaha tumbuh 0,55 persen. Pertumbuhan terjadi hanya pada tujuh lapangan usaha di antaranya konstruksi, administrasi pemerintahan, jasa kesehatan, industri, transportasi, informasi dan komunikasi (infokom) serta jasa perusahaan.
Sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari konstruksi 1,67 persen, disusul administrasi pemerintahan 0,69 persen dan industri pengolahan 0,26 persen.