Jakarta (Antaranews Sulteng) - Ekspor minyaks awit mentah (CPO) pada 2019 diperkirakan tetap tumbuh 4-5 persen pada 2019 karena permintaan CPO dipastikan meningkat seiring dengan rogram Biodiesel 20 (B20).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono pada paparan kinerja industri CPO dan turunannya 2018 seerta prospek 2019 di Jakarta, Rabu, menyebutkan kontribusi ekspor CPO dan turunannya masih dominan dibandingkan penyerapan pasar dalam negeri.
"Kalau dalam negerinya meningkat signifikan, paling ekspornya berkurang," kata Joko.
Ia juga memperkirakan kenaikan produksi CPO tahun 2019 tidak sebesar tahun 2018 yang mencapai lebih dari empat juta ton dari sekitar 38 juta ton pada 2017 menjadi sekitar 43 juta ton pada tahun 2018.
"Produksi normal naik 1,5 juta sampai dua juta ton per tahun," kata Joko seperti dikutip siaran pers Humas GAPKI.
Berdasarkan data GAPKI, sepanjang 2018 total ekspor CPO dan turunannya mencapai 34,6 juta ton naik sekitar delapan persen dibanding 2017 sebesar 32,1 juta ton.
Kendati volume ekspor meningkat, secara nilai, ekspor turun sekitar 11 persen persen pada 2018 menjadi 20, 54 miliar dolar dibandingkan 2017 sebesar 22,97 miliar dolar AS.
"Penurunan nilai ekspor terjadi karena harga CPO turun," kata Joko.
Pada 2017 rata-rata harga CPO sekitar 714,3 dolar AS per ton dan pada 2018 turun 17 persen menjadi rata-rata 595,5 dolar AS per ton.
Joko optimistis kendati banyak tantangan di pasar ekspor, terkait antara lain bea masuk yang tinggi di India dan tuduhan subsidi oleh Uni Eropa, peluang peningkatan ekspor sangat terbuka karena banyak negara-negara nontradisional belum digarap optimal seperti Timur Tengah dan Asia Selatan.
"Ini sesuatu yang bagus, pasar domestik kuat, tapi kita tetap kembangkan pasar ekspor," ujar Joko yang berharap program B20 berjalan lancar sesuai target sepanjang 2019.
Kapal-kapal tangker CPO antre menunggu pengisian CPO untuk diekspor dari Pelabuhan Khusus milik AAL Group di Pasangkayu, Selasa (17/2/2018) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono pada paparan kinerja industri CPO dan turunannya 2018 seerta prospek 2019 di Jakarta, Rabu, menyebutkan kontribusi ekspor CPO dan turunannya masih dominan dibandingkan penyerapan pasar dalam negeri.
"Kalau dalam negerinya meningkat signifikan, paling ekspornya berkurang," kata Joko.
Ia juga memperkirakan kenaikan produksi CPO tahun 2019 tidak sebesar tahun 2018 yang mencapai lebih dari empat juta ton dari sekitar 38 juta ton pada 2017 menjadi sekitar 43 juta ton pada tahun 2018.
"Produksi normal naik 1,5 juta sampai dua juta ton per tahun," kata Joko seperti dikutip siaran pers Humas GAPKI.
Berdasarkan data GAPKI, sepanjang 2018 total ekspor CPO dan turunannya mencapai 34,6 juta ton naik sekitar delapan persen dibanding 2017 sebesar 32,1 juta ton.
Kendati volume ekspor meningkat, secara nilai, ekspor turun sekitar 11 persen persen pada 2018 menjadi 20, 54 miliar dolar dibandingkan 2017 sebesar 22,97 miliar dolar AS.
"Penurunan nilai ekspor terjadi karena harga CPO turun," kata Joko.
Pada 2017 rata-rata harga CPO sekitar 714,3 dolar AS per ton dan pada 2018 turun 17 persen menjadi rata-rata 595,5 dolar AS per ton.
Joko optimistis kendati banyak tantangan di pasar ekspor, terkait antara lain bea masuk yang tinggi di India dan tuduhan subsidi oleh Uni Eropa, peluang peningkatan ekspor sangat terbuka karena banyak negara-negara nontradisional belum digarap optimal seperti Timur Tengah dan Asia Selatan.
"Ini sesuatu yang bagus, pasar domestik kuat, tapi kita tetap kembangkan pasar ekspor," ujar Joko yang berharap program B20 berjalan lancar sesuai target sepanjang 2019.