Pemerintah sebut penerapan EUDRberpotensi tertunda satu tahun
Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera menyebutkan penerapan Regulasi Anti-Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) berpotensi tertunda selama satu tahun.
Hal itu, menurutnya, merupakan hasil para delegasi Indonesia yang menyampaikan protes terhadap aturan Uni Eropa yang menyangkut standardisasi komoditas sawit.
"Jadi yang digunakan EUDR, salah satunya menggunakan peta yang dikreasi mereka sendiri, tergambar kondisi hutan 2020 itu hijau semua. Harusnya kita dapat apresiasi karena kita sudah melakukan reforestasi. Tanpa EUDR, upaya kita memperbaiki sawit sudah sejak lama, ISPO diterapkan sejak 2011, ya sejak lama," kata Dida dalam acara Pekan Riset Sawit Indonesia (Perisai) 2024 di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Selain itu, Dida menjelaskan bahwa pihak yang menolak penerapan EUDR bukan hanya Indonesia, melainkan juga banyak pihak di negara-negara Eropa sendiri menolak adanya regulasi tersebut.
Salah satunya, Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang meminta agar EUDR ditangguhkan. Banyak dari para pengusaha Eropa yang juga menilai diskriminasi dari regulasi antideforestasi dapat merugikan bisnis mereka.
"Nah, di dalamnya sendiri banyak, apalagi dari para pengusaha mereka ya, pengusaha pelabuhan segala macam juga posisinya (menolak EUDR) sama-sama kita," ucapnya.
Lebih lanjut, Dida menambahkan bahwa dengan adanya potensi penundaan EUDR selama satu tahun menjadi sinyal para pembuat kebijakan di tingkat Komisi Uni Eropa mendengarkan usulan berbagai pihak, termasuk Indonesia.
"Jadi, sih sebenarnya kita tidak terlalu khawatir juga gitu ya, cuma karena masalah timing-nya ini kan diterapkan, ya berarti kan ada sedikit jeda lah. Jadi, kita dengan penundaan setahun ini, mereka menunjukkan good will juga mendengar posisi negara-negara produsen," imbuhnya.
Adapun jika sesuai rencana awal, ketentuan EUDR akan mulai berlaku 30 Desember 2024. Regulasi tersebut akan melarang penjualan produk turunan hasil hutan apabila perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa barang mereka tidak terkait dengan deforestasi.
Hal itu, menurutnya, merupakan hasil para delegasi Indonesia yang menyampaikan protes terhadap aturan Uni Eropa yang menyangkut standardisasi komoditas sawit.
"Jadi yang digunakan EUDR, salah satunya menggunakan peta yang dikreasi mereka sendiri, tergambar kondisi hutan 2020 itu hijau semua. Harusnya kita dapat apresiasi karena kita sudah melakukan reforestasi. Tanpa EUDR, upaya kita memperbaiki sawit sudah sejak lama, ISPO diterapkan sejak 2011, ya sejak lama," kata Dida dalam acara Pekan Riset Sawit Indonesia (Perisai) 2024 di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Selain itu, Dida menjelaskan bahwa pihak yang menolak penerapan EUDR bukan hanya Indonesia, melainkan juga banyak pihak di negara-negara Eropa sendiri menolak adanya regulasi tersebut.
Salah satunya, Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang meminta agar EUDR ditangguhkan. Banyak dari para pengusaha Eropa yang juga menilai diskriminasi dari regulasi antideforestasi dapat merugikan bisnis mereka.
"Nah, di dalamnya sendiri banyak, apalagi dari para pengusaha mereka ya, pengusaha pelabuhan segala macam juga posisinya (menolak EUDR) sama-sama kita," ucapnya.
Lebih lanjut, Dida menambahkan bahwa dengan adanya potensi penundaan EUDR selama satu tahun menjadi sinyal para pembuat kebijakan di tingkat Komisi Uni Eropa mendengarkan usulan berbagai pihak, termasuk Indonesia.
"Jadi, sih sebenarnya kita tidak terlalu khawatir juga gitu ya, cuma karena masalah timing-nya ini kan diterapkan, ya berarti kan ada sedikit jeda lah. Jadi, kita dengan penundaan setahun ini, mereka menunjukkan good will juga mendengar posisi negara-negara produsen," imbuhnya.
Adapun jika sesuai rencana awal, ketentuan EUDR akan mulai berlaku 30 Desember 2024. Regulasi tersebut akan melarang penjualan produk turunan hasil hutan apabila perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa barang mereka tidak terkait dengan deforestasi.