Jakarta (ANTARA) - Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin menilai kekhawatiran Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait konsep kampanye terbuka Prabowo-Sandiaga yang eksklusif, menjadi kenyataan.
"Apa yang diingatkan oleh Pak SBY bahwa kampanye 02 eksklusif dan tidak lazim memang menjadi kenyataan hari ini di GBK," kata Jubir TKN Ace Hasan Syadzily dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Ace mengatakan terlihat jelas kubu 02 ingin menonjolkan penggunaan politik identitas dengan memobilisasi sentimen pendukung.
Kerangka aksinya, kata dia, jelas ingin mengulang sentimen gerakan 212, mulai dari salat subuh berjemaah, orasi politik yang dibungkus tausiyah sampai dengan seruan membaca fatwa MUI.
Dia memandang, walaupun dibungkus dalam bahasa tausiyah, orasi politiknya pun penuh dengan bahasa kebencian dan permusuhan dengan Pak Jokowi.
"Bahkan orasi Rizieq Shihab kembali membangun 'framing' kubu 02 kalah karena dicurangi," jelasnya.
Menurut Ace, tidak ada tawaran ide, program, gagasan yang disampaikan Prabowo-Sandi dalam kampanye itu.
"Ini artinya memang kubu 02 sudah miskin gagasan dan berkendak hanya mengandalkan politik identitas," jelas dia.
Dia menegaskan penggunaan politik identitas jelas berbahaya, seperti yang disampaikan SBY bahwa penggunaan politik identitas oleh kubu 02 akan menarik garis tebal kawan dan lawan yang akan memecah belah bangsa.
"Masih banyak narasi kampanye yang cerdas dan mendidik," ujar Ace.
Ace menilai kubu 02 jalan terus dan sama sekali bergeming dengan kritik SBY. Nuansa politik identitas justru semakin kuat karena kubu 02 hanya menjadikan kehadiran representasi agama-agama lain sebagai figuran dan aksesori.
"Yang ditampilkan sebagai tokoh agama lain sama sekali tidak representatif, asal comot, bahkan mereka lebih banyak sebagai pelengkap. Ini menunjukkan bahwa kampanye 02 sama sekali tidak dalam 'all for all' atau semua untuk semua, seperti yang diingatkan oleh Pak SBY," ujar dia.
Sebelumnya SBY mengirimkan surat kepada petinggi Partai Demokrat yang isinya agar petinggi partainya menyarankan kepada Prabowo-Sandiaga agar konsep kampanye terbuka inklusif, nasionalis dan berbineka.
"Apa yang diingatkan oleh Pak SBY bahwa kampanye 02 eksklusif dan tidak lazim memang menjadi kenyataan hari ini di GBK," kata Jubir TKN Ace Hasan Syadzily dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Ace mengatakan terlihat jelas kubu 02 ingin menonjolkan penggunaan politik identitas dengan memobilisasi sentimen pendukung.
Kerangka aksinya, kata dia, jelas ingin mengulang sentimen gerakan 212, mulai dari salat subuh berjemaah, orasi politik yang dibungkus tausiyah sampai dengan seruan membaca fatwa MUI.
Dia memandang, walaupun dibungkus dalam bahasa tausiyah, orasi politiknya pun penuh dengan bahasa kebencian dan permusuhan dengan Pak Jokowi.
"Bahkan orasi Rizieq Shihab kembali membangun 'framing' kubu 02 kalah karena dicurangi," jelasnya.
Menurut Ace, tidak ada tawaran ide, program, gagasan yang disampaikan Prabowo-Sandi dalam kampanye itu.
"Ini artinya memang kubu 02 sudah miskin gagasan dan berkendak hanya mengandalkan politik identitas," jelas dia.
Dia menegaskan penggunaan politik identitas jelas berbahaya, seperti yang disampaikan SBY bahwa penggunaan politik identitas oleh kubu 02 akan menarik garis tebal kawan dan lawan yang akan memecah belah bangsa.
"Masih banyak narasi kampanye yang cerdas dan mendidik," ujar Ace.
Ace menilai kubu 02 jalan terus dan sama sekali bergeming dengan kritik SBY. Nuansa politik identitas justru semakin kuat karena kubu 02 hanya menjadikan kehadiran representasi agama-agama lain sebagai figuran dan aksesori.
"Yang ditampilkan sebagai tokoh agama lain sama sekali tidak representatif, asal comot, bahkan mereka lebih banyak sebagai pelengkap. Ini menunjukkan bahwa kampanye 02 sama sekali tidak dalam 'all for all' atau semua untuk semua, seperti yang diingatkan oleh Pak SBY," ujar dia.
Sebelumnya SBY mengirimkan surat kepada petinggi Partai Demokrat yang isinya agar petinggi partainya menyarankan kepada Prabowo-Sandiaga agar konsep kampanye terbuka inklusif, nasionalis dan berbineka.