Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Kementerian Keuangan melalui bea cukai dapat memberikan sanksi bagi eksportir yang melanggar aturan tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA).
"Dari sisi sanksi tentu dari bea cukai bisa melakukan karena mereka yang melakukan," katanya usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Penyampaian RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN ahun Anggaran 2018 di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani mengatakan saat ini Kementerian Keuangan telah bekerja sama dengan Bank Indonesia melalui suatu sistem informasi antara bea cukai dan Bank Indonesia.
Sistem informasi tersebut memungkinkan Kementerian Keuangan untuk mengidentifikasi alur dan arus barang melalui bea cukai dan arus uangnya melalui sistem perbankan dan Bank Indonesia.
Dalam konteks tersebut, kata dia, Kementerian Keuangan dapat mengidentifikasi nama perusahaan dan juga ekspornya serta berapa jumlah devisa yang mereka peroleh.
Peraturan tentang pemberlakuan sanksi devisa hasil ekspor tersebut dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
PMK itu ditandatangani pada 1 Juli 2019 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan diundangkan oleh Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada tanggal yang sama.
"PMK ini adalah kelanjutan dari keharusan eksportir untuk melakukan repatriasi dari devisanya ke dalam negeri," katanya.
Dalam pemberlakuan sanksi, dia mengatakan bea cukai melakukannya dalam bentuk penundaan ekspor atau pembayaran denda sampai dengan jumlah yang diharuskan di dalam aturan tersebut.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani terus pantau dinamika kondisi geopolitik dan ekonomi global
"Dari sisi sanksi tentu dari bea cukai bisa melakukan karena mereka yang melakukan," katanya usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Penyampaian RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN ahun Anggaran 2018 di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani mengatakan saat ini Kementerian Keuangan telah bekerja sama dengan Bank Indonesia melalui suatu sistem informasi antara bea cukai dan Bank Indonesia.
Sistem informasi tersebut memungkinkan Kementerian Keuangan untuk mengidentifikasi alur dan arus barang melalui bea cukai dan arus uangnya melalui sistem perbankan dan Bank Indonesia.
Dalam konteks tersebut, kata dia, Kementerian Keuangan dapat mengidentifikasi nama perusahaan dan juga ekspornya serta berapa jumlah devisa yang mereka peroleh.
Peraturan tentang pemberlakuan sanksi devisa hasil ekspor tersebut dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
PMK itu ditandatangani pada 1 Juli 2019 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan diundangkan oleh Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada tanggal yang sama.
"PMK ini adalah kelanjutan dari keharusan eksportir untuk melakukan repatriasi dari devisanya ke dalam negeri," katanya.
Dalam pemberlakuan sanksi, dia mengatakan bea cukai melakukannya dalam bentuk penundaan ekspor atau pembayaran denda sampai dengan jumlah yang diharuskan di dalam aturan tersebut.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani terus pantau dinamika kondisi geopolitik dan ekonomi global