Palu (ANTARA) - Meskipun belum dianggap sebagaimana manusia selayaknya yang mampu berpikir, anak merupakan makhluk yang harus dilindungi hak-haknya. Karena anak adalah generasi penerus.

Anak yang belum lama lahir berhak memperoleh air susu ibu (ASI) eksklusif. Namun dalam situasi darurat bencana hingga pascabencana, banyak faktor yang membuat hak si bayi terhadap ASI terpaksa terkendala. Banyak faktor yang membuat ibu harus beralih, sehingga terpaksa memberikan susu formula kepada anak.

Selain minimnya dukungan ayah si bayi dan keluarga, lingkungan hunian juga seringkali tidak berpihak pada gender. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan naungan pengungsian, termasuk hunian sementara, bila tidak ramah perempuan dan anak, menjadi salah satu faktor penghalang anak-anak memperoleh ASI eksklusif.

Dalam situasi darurat dan pascabencana, ibu yang sedang menyusui biasanya mengalami trauma secara psikis sehingga memengaruhi produksi ASI-nya.

"Selain itu, kondisi di tempat pengungsian yang tidak ramah terhadap perempuan dan anak juga memperparah kondisi tersebut," ucap Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak KPPPA Lies Rosdianty.

Lies Rosdianty menyatakan adanya pemberian susu formula berbagai merek kepada masyarakat dalam situasi darurat dan pascabencana menjadi faktor penunjang anak tidak memperoleh ASI.

Pemberian bantuan susu formula membuat sang Ibu akhirnya memilih yang lebih nyaman yaitu memberikan susu formula kepada bayinya. Akhirnya pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang belum berumur enam bulan menjadi tidak terpenuhi, ujar dia.

Kondisi itu, kata dia, harus ditanggapi secara serius oleh pemerintah dengan menyediakan tempat pengungsian yang ramah perempuan dan anak.

Ia mengatakan, soal ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak, yaitu dengan mengakomodasi kebutuhan spesifik perempuan dan anak, antara lain dengan menyediakan ruangan khusus untuk menyusui di naungan pengungsian.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, proporsi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada bayi dan anak usia 0-23 bulan di Sulteng, sekitar 60 persen, dan ASI eksklusif pada bayi usia 0-5 bulan sekitar 48 persen. Data ini menunjukkan masih perlu dilakukannya upaya untuk  mendukung praktik menyusui di Sulteng.

Hasil penelitian praktik pemberian ASI eksklusif dan meneruskan menyusui hingga satu tahun, dapat menurunkan angka kematian balita hingga 13 persen.

Hasil penelitian juga menyebutkan, angka kematian balita masih bisa di turunkan hingga enam persen dengan memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, dan memadai.

Berdasarkan data BPS hasil Susenas 2017, sekitar 94,56 persen anak usia di bawah dua tahun pernah diberi ASI. Artinya masih ada sekitar 5.44 persen anak usia di bawah dua tahun yang tidak pernah diberi ASI, sedangkan anak usia dua tahun yang masih diberi ASI 83,53 persen.

Jadi meskipun 94.56 persen anak di bawah dua tahun pernah diberikan ASI, ada 11.03 persen di antaranya sudah tidak diberikan ASI.

Lebih parah lagi, ujar dia, dalam situasi darurat bencana dan pascabencana, sering hak anak memperoleh ASI eksklusif dikesampingkan. Padahal, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

Putusan itu mengacu pada Konvensi Hak-hak Anak yang telah disahkan PBB (Convention On The Rights of The Child) untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak anak di seluruh dunia pada 20 November 1989.

ASI  Eksklusif

ASI eksklusif berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Lembaga Kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI) menyebut ASI eksklusif atau memberikan ASI saja selama enam bulan kepada anak, sama halnya dengan memberikan harapan hidup lebih panjang bagi anak.

Ia menyebut dalam situasi bencana, bayi yang diberikan susu formula akan lebih rentan sakit diare bahkan berisiko meninggal karena minimnya ketersediaan air bersih, serta alat pengolahan yang terbatas.

"Karena itu memberikan ASI saja sejak anak lahir termasuk bagian dari pengurangan risiko apabila bencana terjadi. Selain itu tentunya memperkuat relasi   ibu dengan bayinya," kata kata General Manager WVI Wilayah Sulawesi dan Maluku Radika Pinto.

Wahana Visi Indonesia mendukung upaya pemberian ASI Ekslusif, bahkan sejak awal kelahiran melalui promosi IMD (Inisiasi Menyusu Dini) kepada petugas kesehatan.

Pelatihan kepada kader posyandu juga dilakukan agar ASI eksklusif bisa berhasil dan tuntas termonitor, dan pada akhirnya upaya untuk mengurangi kekerdilan (stunting) juga dapat tercapai.

Save The Children atau Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mengatakan untuk menunjang upaya keberhasilan ibu menyusui atau pemberian ASI eksklusif, dibutuhkan peran dan komitmen bersama antara ayah, keluarga besar, tenaga kesehatan, serta keberpihakan semua pihak.

Manager Communication and Advocacy Save The Children Wilayah Sulawesi Tengah, Dewi Sri Sumanah mengemukakan, keberhasilan ibu dalam menyusui adalah bentuk upaya pengasuhan terhadap anak yang berkelanjutan.

Menyusui, lanjut dia,  merupakan sikap kemanusiaan untuk menyelamatkan kehidupan.

Pentingnya ASI eksklusif, juga disuarakan oleh Kepala DP3A Sulteng Ihsan Basir. Ihsan mengemukakan pemberian ASI eksklusif sangat penting karena memiliki berbagai manfaat bagi sang bayi maupun ibu.

"Manfaat ASI eksklusif bagi bayi antara lain dapat menurunkan risiko terkena berbagai penyakit infeksi seperti diare, infeksi telinga, infeksi saluran pernafasan bawah, alergi, radang selaput otak, leukemia, dan lain-lain. Hal ini akan menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita. Selain itu, dapat menurunkan risiko obesitas pada anak, dan meningkatkan kecerdasan," kata dia.


Pelibatan Kaum Adam

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melibatkan kaum adam  dalam upaya memaksimalkan program pemberian ASI eksklusif kepada bayi untuk mendukung tumbuh kembang anak.

"Dalam upaya pemenuhan hak-hak anak, hak-hak perempuan dan termasuk program ASI, kami melibatkan laki-laki," ucap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng, Ihsan Basir.

Ihsan mengemukakan, laki-laki perlu dilibatkan dalam upaya pemenuhan hak-hak anak. Sebab, laki-laki memiliki peran penting untuk melindungi perempuan dan anak.

"Laki-laki atau ayah, atau kepala rumah tangga bertanggung jawab besar terhadap tumbuh kembang anak. Karena itu, harus dilibatkan dalam program pemerintah terkait upaya pemaksimalan ASI eksklusif," sebut dia.

Ihsan menambahkan, pelibatan itu termasuk dalam upaya pemerintah memenuhi hak-hak perempuan dan anak dalam situasi darurat bencana, pascabencana, maupun situasi normal.

Sejalan dengan itu Save The Children atau  YSTC menyatakan ayah memiliki peran penting terkait pemenuhan hak bayi/anak memperoleh ASI eksklusif, gizi yang baik demi kualitas tumbuh kembang anak.

"Untuk menunjang upaya keberhasilan ibu menyusui atau pemberian ASI eksklusif, dibutuhkan peran dan komitmen bersama ayah," ucap Manager Communication and Advocacy Save The Children Wilayah Sulawesi Tengah, Dewi Sri Sumanah

Sementara itu,  Islam sangat menjunjung tinggi bahkan melindungi hak bayi  untuk memperoleh ASI eksklusif, gizi yang berkualitas, untuk menjamin pemenuhan hak dan tumbuh kembang anak.

"Dalam situasi apa pun, bayi dan anak harus mendapat ASI eksklusif, harus mendapat gizi yang benar-benar baik dan berkualitas," ucap Ketua MUI Kota Palu, Prof Dr KH Zainal Abidin MAg.

KH Zainal Abidin yang merupakan Rektor Pertama sekaligus Guru Besar Pemikiran Islam Modern di IAIN Palu itu menyebut, dalam Islam bayi-anak berhak mendapat ASI selama dua tahun.

Pernyataan itu sejalan dengan Firman Allah dalam dalam Surah Al Baqarah Ayat 233 yang artinya "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut."

Karena itu, Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu  menghimbau, agar masyarakat utamanya umat Islam lebih mengutamakan memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan anak, ketimbang memberikan susu formula.

Karena itu,  Umat Islam perlu mengetahui bahwa anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada orangtua dan akan ditanyakan pertanggungjawabannya, maka menjadi kewajiban orangtua untuk mencukupi kebutuhannya agar menjadi generasi yang berkualitas.

Dukungan terhadap Ibu menyusui dan  ASI eksklusif bagi bayi, seharusnya bukan hanya ada pada situasi normal, justru di kala darurat bencana dan pascabencana, seperti di lokasi pengungsian, ruangan yang nyaman untuk ibu menyusui  harus tersedia.

 

Pewarta : Muhammad Hajiji
Uploader : Sukardi
Copyright © ANTARA 2024