Palu (ANTARA) - Suliman, satu-satunya nelayan perempuan yang ada di Kelurahan Mamboro. Ia adalah seorang janda berusia 67 tahun yang memiliki semangat yang besar untuk melaut demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Di usianya yang memasuki senja, ibu Suliman masih sangat lincah mendayung perahunya sampai ke tengah laut di Teluk Palu meskipun anak-anaknya sudah mewanti-wanti agar tidak melaut.
Saat ditanya apa alasannya untuk masih turun melaut, beliau mengatakan, 'saya melaut karena saya masih kuat'.
Beliau mewarisi keahlian menangkap ikan dari orang tuanya yang juga seorang nelayan. Sebagai seorang nelayan, ibu Suliman biasanya mulai turun ke laut pukul lima sore untuk meletakkan umpan di tengah laut, lalu kembali ke darat untuk shalat maghrib dan isya. Pada pukul 8 malam, ia kembali lagi untuk mengambil ikan yang sudah ditangkapnya. Setelah selesai, beliau kembali kedarat lagi dan turun ke laut setelah sholat subuh.
Tiga bulan pascabencana 28 September 2018 silam, Suliman telah kembali melaut melawan rasa takut dan traumanya dengan menggunakan satu-satunya perahu miliknya yang masih tersisa setelah diterjang tsunami. Sebuah perahu tradisional dengan menggunakan dayung sebagai penggeraknya.
Demi mencari ikan untuk dimakan bersama anak dan cucunya di rumah, ia juga memberikan semangat kepada teman-teman nelayannya untuk kembali bersama-sama mencari ikan.
Ibu 4 orang anak ini merasakan perbedaan yang signifikan dalam pendapatan yang diperolehnya pascabencana. Sebelumnya beliau bisa mendapatkan uang sekira Rp200.000/hari, akan tetapi pascabencana pendapatannya menurun menjadi hanya sektiar Rp.50.000/hari. Pendapatannya saat ini jelas tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
Penderitaan yang dirasakan oleh ibu Suliman bertambah setelah empat bulan terakhir ini ia tidak bisa lagi melakukan aktifitas seperti biasanya karena perahunya bocor. Beliau belum mempunyai dana untuk memperbaikinya, ditambah lagi embusan angin yang kencang membuat tubuh renta Ibu Suliman ini tidak mampu menahan kuatnya hantaman ombak menggunakan dayungnya.
Saat ini dirinya turun melaut hanya dengan menggunakan perahu pinjaman dari kakaknya yang juga merupakan seorang nelayan.
Di usianya yang memasuki senja, ibu Suliman masih sangat lincah mendayung perahunya sampai ke tengah laut di Teluk Palu meskipun anak-anaknya sudah mewanti-wanti agar tidak melaut.
Saat ditanya apa alasannya untuk masih turun melaut, beliau mengatakan, 'saya melaut karena saya masih kuat'.
Beliau mewarisi keahlian menangkap ikan dari orang tuanya yang juga seorang nelayan. Sebagai seorang nelayan, ibu Suliman biasanya mulai turun ke laut pukul lima sore untuk meletakkan umpan di tengah laut, lalu kembali ke darat untuk shalat maghrib dan isya. Pada pukul 8 malam, ia kembali lagi untuk mengambil ikan yang sudah ditangkapnya. Setelah selesai, beliau kembali kedarat lagi dan turun ke laut setelah sholat subuh.
Tiga bulan pascabencana 28 September 2018 silam, Suliman telah kembali melaut melawan rasa takut dan traumanya dengan menggunakan satu-satunya perahu miliknya yang masih tersisa setelah diterjang tsunami. Sebuah perahu tradisional dengan menggunakan dayung sebagai penggeraknya.
Demi mencari ikan untuk dimakan bersama anak dan cucunya di rumah, ia juga memberikan semangat kepada teman-teman nelayannya untuk kembali bersama-sama mencari ikan.
Ibu 4 orang anak ini merasakan perbedaan yang signifikan dalam pendapatan yang diperolehnya pascabencana. Sebelumnya beliau bisa mendapatkan uang sekira Rp200.000/hari, akan tetapi pascabencana pendapatannya menurun menjadi hanya sektiar Rp.50.000/hari. Pendapatannya saat ini jelas tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
Penderitaan yang dirasakan oleh ibu Suliman bertambah setelah empat bulan terakhir ini ia tidak bisa lagi melakukan aktifitas seperti biasanya karena perahunya bocor. Beliau belum mempunyai dana untuk memperbaikinya, ditambah lagi embusan angin yang kencang membuat tubuh renta Ibu Suliman ini tidak mampu menahan kuatnya hantaman ombak menggunakan dayungnya.
Saat ini dirinya turun melaut hanya dengan menggunakan perahu pinjaman dari kakaknya yang juga merupakan seorang nelayan.