Jakarta (ANTARA) - Pengamat intelijen Fauka Noor Farid menilai pasukan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat mampu membebaskan tiga nelayan asal Indonesia yang ditawan oleh kelompok Abu Sayyaf sejak September 2019 lalu.
"Kalau tim Kopassus kita pasti sudah sangat siap. Indonesia kan sudah terkenal dengan perang gerilya, ini yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf juga sama," kata Fauka, di Jakarta, Rabu.
Tak hanya terlatih dalam perang gerilya, menurutnya, korps baret merah dinilai mampu membebaskan ketiga sandera dalam keadaan selamat.
Fauka menuturkan kiprah Kopassus dalam tugas pembebasan sandera di berbagai medan tak perlu diragukan karena sudah terbukti.
"Pada kondisi sesulit apa pun, contoh Mapenduma, itu sulitnya bagaimana. Tapi Kopassus mampu untuk membebaskan. Meskipun ada korban, tapi kecil," ujar mantan prajurit Kopassus ini pula.
Mengenai waktu pembebasan, mantan anggota Tim Mawar ini menyebut waktu yang dibutuhkan anggota Kopassus untuk pembebasan tak sampai 10 menit.
Keyakinannya didasari gemblengan keras selama tergabung dalam Kopassus yang memang dituntut siap menghadapi segala medan.
"Kalau kita diajarkan di Kopassus, pembebasan tawanan enggak ada sampai 10 menit. Enggak ada 10 menit, paling lama 15 menit. Habis itu pelolosan. Kalau Kopassus diturunkan," kata Fauka.
Namun keberhasilan setiap misi pembebasan tergantung dari informasi yang diberikan intelijen sebelum melaksanakan tugas.
Dalam hal ini, katanya lagi, Badan Intelijen Negara (BIN) diyakini sudah bergerak dan mengantongi informasi terkait kelompok Abu Sayyaf karena kehebatan pasukan pembebasan tak berarti bila tak punya informasi lengkap terkait musuh yang dihadapi.
"Kami bergerak kalau informasi sudah A1. A1 tentang tentang jumlah, posisi, medan, keamanan yang menyandera. Di situ kita bisa tahu, ditentukan struktur pasukan," ujar Fauka.
Dalam kasus pembebasan tiga nelayan, Direktur Institute Kajian Pertahanan dan Inteligen Indonesia atau IKAPII itu menyebutkan, peran Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala BIN Budi Gunawan sangat penting.
Alasannya, Prabowo memiliki kemampuan pengalaman dalam kasus pembebasan dan kewenangan mengerahkan Kopassus.
Sedangkan Budi Gunawan sebagai pemimpin BIN memiliki jajaran yang sudah bergerak mengumpulkan segala informasi terkait kelompok Abu Sayyaf.
"Dipastikan berhasil, Insya Allah berhasil. Saya yakin, karena Pak Prabowo punya pengalaman, BG pun punya pengalaman. Kunci pembebasan sandera pertama intelijen, kedua gerakan pasukan," ujarnya pula.
Tiga nelayan asal Indonesia yang ditawan yakni Maharudin Lunani (48), anaknya Muhammad Farhan (27), dan kru kapal Samiun Maneu (27).
Ketiganya bekerja di kapal milik satu perusahaan Malaysia, dan ditangkap kelompok Abu Sayyaf saat mencari ikan di perairan wilayah Malaysia.
Baca juga: Tiga sandera WNI dibebaskan kelompok Abu Sayyaf
"Kalau tim Kopassus kita pasti sudah sangat siap. Indonesia kan sudah terkenal dengan perang gerilya, ini yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf juga sama," kata Fauka, di Jakarta, Rabu.
Tak hanya terlatih dalam perang gerilya, menurutnya, korps baret merah dinilai mampu membebaskan ketiga sandera dalam keadaan selamat.
Fauka menuturkan kiprah Kopassus dalam tugas pembebasan sandera di berbagai medan tak perlu diragukan karena sudah terbukti.
"Pada kondisi sesulit apa pun, contoh Mapenduma, itu sulitnya bagaimana. Tapi Kopassus mampu untuk membebaskan. Meskipun ada korban, tapi kecil," ujar mantan prajurit Kopassus ini pula.
Mengenai waktu pembebasan, mantan anggota Tim Mawar ini menyebut waktu yang dibutuhkan anggota Kopassus untuk pembebasan tak sampai 10 menit.
Keyakinannya didasari gemblengan keras selama tergabung dalam Kopassus yang memang dituntut siap menghadapi segala medan.
"Kalau kita diajarkan di Kopassus, pembebasan tawanan enggak ada sampai 10 menit. Enggak ada 10 menit, paling lama 15 menit. Habis itu pelolosan. Kalau Kopassus diturunkan," kata Fauka.
Namun keberhasilan setiap misi pembebasan tergantung dari informasi yang diberikan intelijen sebelum melaksanakan tugas.
Dalam hal ini, katanya lagi, Badan Intelijen Negara (BIN) diyakini sudah bergerak dan mengantongi informasi terkait kelompok Abu Sayyaf karena kehebatan pasukan pembebasan tak berarti bila tak punya informasi lengkap terkait musuh yang dihadapi.
"Kami bergerak kalau informasi sudah A1. A1 tentang tentang jumlah, posisi, medan, keamanan yang menyandera. Di situ kita bisa tahu, ditentukan struktur pasukan," ujar Fauka.
Dalam kasus pembebasan tiga nelayan, Direktur Institute Kajian Pertahanan dan Inteligen Indonesia atau IKAPII itu menyebutkan, peran Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala BIN Budi Gunawan sangat penting.
Alasannya, Prabowo memiliki kemampuan pengalaman dalam kasus pembebasan dan kewenangan mengerahkan Kopassus.
Sedangkan Budi Gunawan sebagai pemimpin BIN memiliki jajaran yang sudah bergerak mengumpulkan segala informasi terkait kelompok Abu Sayyaf.
"Dipastikan berhasil, Insya Allah berhasil. Saya yakin, karena Pak Prabowo punya pengalaman, BG pun punya pengalaman. Kunci pembebasan sandera pertama intelijen, kedua gerakan pasukan," ujarnya pula.
Tiga nelayan asal Indonesia yang ditawan yakni Maharudin Lunani (48), anaknya Muhammad Farhan (27), dan kru kapal Samiun Maneu (27).
Ketiganya bekerja di kapal milik satu perusahaan Malaysia, dan ditangkap kelompok Abu Sayyaf saat mencari ikan di perairan wilayah Malaysia.
Baca juga: Tiga sandera WNI dibebaskan kelompok Abu Sayyaf